Jelang Natal, Produk Ilegal yang Masuk Meningkat
Jelang Natal 2015, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menyatakan banyak prodak pangan ilegal yang ditemukan.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jelang Natal 2015, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menyatakan banyak prodak pangan ilegal yang ditemukan.
Kepala Badan POM RI Roy Sparringa, meski produk pangan kadaluwarsa turun, namun pangan ilegal tahun ini ternyata jumlahnya naik.
"Ini tantangan yang terus menerus kita bandingan dengan tahun lalu, memang untuk Natal (pangan) kadaluwarsa turun, tapi untuk pangan ilegal sepanjang tahun ini meningkat," kata Roy dalam jumpa pers di Kantor BPOM, Jakarta, Selasa (22/12/2015).
Data Badan POM, temuan pangan ilegal atau tanpa izin edar (TIE) tahun 2014 nilai ekonominya secara keseluruhan mencapai Rp 21.075.108.800. Namun, tahun ini jumlahnya meningkat jadi Rp 22.860.916.000 atau naik delapan persen.
Menurut Roy, ada dua kemungkinan penyebab peningkatan pangan ilegal ini. Bisa karena pengawasan yang ketat atau justru pengawasan yang longgar.
"Artinya pengawasan kita walaupun kita tingkatkan belum optimal dan efektif. Kami Badan POM aktif sekali bisa saja (karena) itu, kedua tidak menutup kemunginan masih longgar," ujar Roy.
Roy melanjutkan, untuk mengatasi hal ini mulai tahun depan pihaknya akan melakukan koordinasi dengan instansi penegak hukum seperti Polri.
Kerja sama untuk mencegah produk pangan ilegal masuk ke tanah air. Sebab, masih banyak pintu masuk "aman" melalui pelabuhan rakyat yang bisa disusupi pengimpor ilegal.
Menurut BPOM, pangan ilegal atau yang tidak memenuhi ketentuan (TMK) bukan merupakan pidana ringan. Tetapi termasuk pidana dan pelanggaran berat.
"Tindak lanjut kami akan lakukan pembinaan dan penegakan hukum, yaitu sanksi administratif mulai dari peringatan, pengamanan di tempat, pemusnahan dan pencabutan izin edar," ujar Roy.
Selain itu, pihaknya menerapkan sanksi pro justitia bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan pidana.
"Kalau itu ilegal ancamannya dua tahun dan Rp 4 miliar, kalau bahan berbahaya lima tahun dan Rp 10 miliar," ujar Roy.
Di samping itu, Roy akan mengusulkan ke pemerintah agar sanksi denda dapat diterapkan.
"Di beberapa negara sanksi denda sangat ditakuti. Untuk ini kita akan diskusikan. Kami kalau diberi mandat sanski administratif denda, ini jadi salah satu tolok ukur denda masuk ke suatu negara," ujar Roy.(Robertus Belarminus)