Kodam Jaya Jelaskan Pembongkaran Rumah Duka di RSPAD
Oknum anggota TNI diduga melakukan perbuatan melawan hukum dengan cara mengosongkan paksa rumah duka yang dikelola PT Sukhawati
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Oknum anggota TNI Angkatan Darat diduga melakukan perbuatan melawan hukum dengan cara mengosongkan paksa rumah duka yang dikelola PT Sukhawati Loka Funeral di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Kamis (7/1/2016) lalu.
Petugas yang memakai seragam dinas mengeluarkan seluruh perlengkapan dan peralatan yang ada di rumah duka.
Terkait hal tersebut, Kepala Penerangan Kodam Jaya Kolonel Heri Prakosa, membenarkan bahwa ada perjanjian antara pengelola (PT Sukhawati Loka Funeral) dengan koperasi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) yang berakhir pada 2026.
"Namun pada Pasal 12 dalam perjanjian itu disebutkan bahwa kontrak selesai jika ada force majeure. Jadi jelas jika ada force majeure maka kontrak berakhir," kata Heri saat dikonfirmasi wartawan, Senin (11/1/2016).
Menurutnya, force majeure yang dimaksud adalah perubahan peraturan dari pemerintah. Dimana sebelumnya kawasan rumah duka Heaven dikelola oleh koperasi, tapi sejak 2010 kawasan TNI AD harus dikelola oleh TNI sendiri. Hal itu lantaran, koperasi di luar struktur TNI.
"Intinya saat ini yang mengelola kawasan tersebut Kodam Jaya, jika pengelola rumah duka mau membuat perjanjian baru harus dengan Kodam Jaya," kata Heri.
Sementara pengacara PT Sukhawati Loka Funeral, Masnen Gustian mengatakan harusnya disamakan dulu pengertian force majeure sebagaimana dikatakan oleh Kapendam Jaya.
Dia menyebutkan, force majeure yang dimaksud ketika sebuah bangunan tidak bisa lagi digunakan karena suatu hal diluar kendali atau kehendak manusia.
"Seperti terjadinya gempa bumi, tsunami atau bangunan tersebut ditabrak mobil atau helikopter. Jadi masalahnya bukan mengenai force majeure, tapi lebih kepada kesewenang-wenangan aparat negara," katanya.