Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Psikiater: Jessica Bebas dari Tuntutan Hukum Jika Dinyatakan Psikopat

Jessica kini adalah tersangka kasus pembunuhan temannya sendiri, Wayan Mirna Salihin (27).

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Psikiater: Jessica Bebas dari Tuntutan Hukum Jika Dinyatakan Psikopat
Warta Kota/Adhy Kelana
Jessica Kumala Wongso rekan Mirna korban racun sianida kopi Vietnam di mal Grand Indonesia didampingi pengacara Yudi Wibowo Sukitno kembali mendatangi Polda Metro Jaya untuk pemeriksaan lanjutan, Rabu (20/1/2016) siang. Malam sebelumnya pemeriksaannya sebagai saksi dihentikan karena dia merasa lelah. (Warta Kota/adhy kelana) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Psikiater, Syailendra, mengimbau agar masyarakat agar tidak asal memberikan embel-embel psikopat kepada Jessica Kumala Wongso (27).

Jessica kini adalah tersangka kasus pembunuhan temannya sendiri, Wayan Mirna Salihin (27).

Menurut Syailendra, justru yang menjadi psikopat yang bisa bebas dari tuntutan hukum.

"Karena memang kalau orang itu psikopat dia bisa bebas dari tuntutan hukum. Jadi memang kita dalam menentukan itu harus hati-hati dan memang harus ahlinya," kata Syailendra di Cikini, Jakarta, Sabtu (30/1/2016).

Lebih jauh, Syailendra mengatakan label psikopat hanya bisa disematkan setelah orang tersebut menjalani tes kejiwaan.

Diakui Syailendra, label psikopat memang bisa digunakan pelaku sebagai cara untuk melepaskan diri dari jeratan hukum.

Kata Syailendra, memang KUHP mengatur orang yang terganggu masalah kejiwaan bebas dari tuntutan hukum.

Berita Rekomendasi

"Itu memang bisa jadi cara digunakan untuk menghindar dari hukum karena memang di dalam satu pasal KUHP, kalau seseorang mengalami masalah kejiwaan dan psikopat masuk ke gangguan kejiwaan. Nanti dia bisa bebas dari tuntutan hakim," kata dia.

Sementara itu, bekas hakim Asep Irwan Iriawan mengatakan dasar hukum bebas tuntutan kepada orang gila adalah Pasal 44 KUHP.

Pasal tersebut berbunyi 'barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggunjawabkan padanya karena pertumbuhan akal sehatnya yang tidak sempurna atau sakit jiwanya.

"Jika ternyata perbuatan yang dilakukan tidak dapat dipertanggunjawabkan kepadanya karena pertumbuhan kemampuan jiwanya yang tidak sempurna, ataupun gangguan penyakit pada kemampuan jiwanya, maka hakim dapat memerintahkan."

"Jadi polisi kalau terganggu (kejiwaan) ngapain jadi tersangka," kata Asep pada kesempatan yang sama.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas