Cerita Mantan Kapolsek Penjaringan Krishna Murti tentang Lima Bos Besar di Kalijodo
Azis keburu ditangkap polisi karena menodong Krishna Murti di lokasi
Editor: Johnson Simanjuntak
Upah rata-rata setiap "anggota keamanan" sebesar Rp 30.000/malam.
Menurut Krishna Murti, para "tenaga keamanan" itu umumnya datang dari luar Jakarta. Semisal dari Banten dan Makassar atau daerah lain di Sulawesi.
Ke Jakarta mencari pekerjaan. Tetapi, setelah lama tidak mendapat pekerjaan, mereka akhirnya "melapor" ke Kalijodo, kepada teman-teman mereka satu daerah yang sudah lebih dulu bergabung dengan bos dari daerah yang sama.
"Tidak ada sistem rekrutmen di situ," kata Krishna.
Mereka yang mau bergabung diterima saja, tanpa ikatan dan mendapat bayaran.
Bila satu saat seseorang memutuskan untuk berhenti--bisa karena mendapat pekerjaan lain atau pulang ke kampungnya--dia tidak akan dihalang-halangi.
"Begitulah terjadinya pengumpulan massa di Kalijodo," kata Krishna Murti.
Sewa "kapling berikut keamanannya", kala itu, antara Rp 10 juta hingga Rp 20 juta per malam. Tergantung luas "kapling" dan jumlah "tenaga keamanan" yang menjadi satu paket dalam sistem sewa-menyewa tersebut.
Sewa tertinggi diterima H Usman, yakni Rp 20 juta/malam.
Dengan penghasilan sebesar itu, salah satu bos, Azis, membangun satu gedung permanen empat lantai di tepi Kali Angke.
Bangunan itu hampir rampung, tetapi Azis keburu ditangkap polisi karena menodong Krishna Murti di lokasi, saat Kepala Polsek Penjaringan itu memimpin anak buahnya melakukan penertiban.
Azis kemudian ditahan di Polres Jakarta Utara.(Harian Kompas)