Daeng Azis Tak Takut Mitos Jumat Keramat
"Di polisi tidak ada Jumat keramat, di Kejaksaan tidak ada jumat kramat. Semua hari baik,"
Penulis: Valdy Arief
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Abdul Aziz melalui pengacaranya Razman Arif Nasution mengaku tidak terganggu dengan penjadwalan ulang pemeriksaan kliennya pada hari Jumat (26/2/2016).
Menurutnya, Kepolisian atau Kejaksaan Agung memiliki kebiasaan yang berbeda dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pada KPK, orang yang diperiksa pada hari Jumat biasanya akan langsung menjalani proses penahanan.
Sehingga ada istilah Jumat keramat di KPK.
"Di polisi tidak ada Jumat keramat, di Kejaksaan tidak ada jumat kramat. Semua hari baik," kata Razman di Mapolda Metro Jaya, Rabu (24/2/2016).
Razman yang datang ke Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya mewakili Daeng Aziz, meminta polisi menjadwalkan ulang pemeriksaan kliennya karena tengah berada di luar Jakarta.
Setelah berkoordinasi dengan Kepala Subdirektorat Remaja Anak dan Wanita (Kasubdit Renakta) Polda Metro Jaya, AKBP Suparmo, kedua pihak sepakat pemeriksaan berlangsung pada Jumat (26/2/2016) mendatang.
"Daeng mengatakan kepada saya beliau bersedia hadir pada hari Jumat. Penyidik juga mempersiapkan diri pada hari Jumat," katanya.
Pada kasus dugaan perdagangan manusia di kawasan Kalijodo, polisi telah memeriksa tujuh orang saksi.
Polisi juga telah menetapkan Abdul Aziz alias Daeng Aziz sebagai tersangka, setelah melaksanakan operasi Pekat (Penyakit Masyarakat) pada Sabtu (20/2/2016).
Penetapan status tersangka kepada pria asal Sulawesi Selatan itu terkait penangkapan Daeng Nukka, pemilik Cafe Jelita di Kalijodo.
Nukka terlebih dahulu diamankan pada hari Minggu kemarin.
Sebelumnya, aparat kepolisian mengamankan Daeng Nukka atas laporan seorang Pekerja Seks Komersial (PSK) berinisial N.
N diketahui akan diintimidasi apabila tak mau melayani pengunjung yang datang.
Berdasarkan laporan no.LP/134/II/2016/PMJ/Dit Reskrimum tgl 20 Februari 2016, terlapor Daeng Nukka disangkakan Pasal 296 KUHP dan Pasal 506 KUHP.
Ia dianggap mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain dan sebagai mucikari mengambil untung dari pelacuran perempuan.