Pengacara Dua Guru JIS Curigai Proses Kasasi di MA
Jangan-jangan putusan dikeluarkan sehari sebelum cekal habis. Kalau begitu, ini pengadilan palsu
Penulis: Valdy Arief
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara dua guru Jakarta Intercultural School (JIS), Patra M Zein, mencurigai proses kasasi perkara kliennya di Mahkamah Agung.
Pasalnya, sebut Patra, dalam situs informasi Kepaniteraan Mahkamah Agung tidak tercantum waktu berkas perkara didistribusikan ke Majelis Hakim.
Dalam situs tersebut hanya tercantum waktu masuk pengajuan kasasi yaitu pada Oktober 2015.
Menurut Patra, hal itu membuat pihaknya tidak tahu lamanya waktu hakim mempertimbangkan sebelum mengeluarkan putusan.
"Kami khawatir kasasi ini diputus asal bersalah saja karena masa cekal sudah mau habis," kata Patra M Zein dalam konferensi pers di bilangan Senayan, Jakarta, Jumat (26/2/2016).
Masa cekal dua terpidana kasus kekerasan seksual pada anak di JIS habis pada Kamis (26/2), sehari sebelum penangkapan berlangsung.
"Jangan-jangan putusan dikeluarkan sehari sebelum cekal habis. Kalau begitu, ini pengadilan palsu," kata Patra.
Patra menyebutkan selama mendampingi beberapa orang klien lainnya, perkara yang menyita perhatian publik biasanya membutuhkan waktu lama sejak didistribusikan ke hakim.
Atas putusan yang dia duga terdapat kekhilafan hakim, pengacara bersama pihak keluarga berencana mengajukan peninjauan kembali segera setelah mendapat salinan putusan kasasi.
Kasus dugaan kekerasan seksual pada anak di sekolah yang dahulu bernama Jakarta International School, melibatkan guru berwarga negara asing.
Neil Bantleman, warga negara Kanada, sedang Ferdinand Tjiong merupakan warga negara Indonesia.
Pada pengadilan tingkat pertama, keduanya telah divonis hukuman penjara selama 10 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Namun, mereka mengajukan banding dan Majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta memutus dua guru tersebut bebas.
Menanggapi putusan bebas itu, Kejati DKI Jakarta mengajukan kasasi.
Majelis kasasi yang dipimpin Artidjo Alkostar, kembali menghukum dua guru asing tersebut dengan pidana penjara 11 tahun dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan.