Kita Perjuangkan Hak-hak Rekan Sesama Sopir
Aksi yang dilakukan didasari atas penolakan adanya transportasi umum berbasis aplikasi online seperti Grab Bike dan Gojek.
Editor: Rachmat Hidayat
Laporan wartawan tribunnews.com, Yurike Budiman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Aksi mogok massal yang dilakukan ribuan sopir angkutan umum mulai dari sopir metro mini hingga sopir taksi hari ini, Senin (14/3/2016), menuai kontroversi.
Aksi yang dilakukan didasari atas penolakan adanya transportasi umum berbasis aplikasi online seperti Grab Bike dan Gojek.
Dalam demonstrasi yang digelar di halaman depan Monumen Nasional pada ribuan sopir menuntut agar perusahaan yang mengembangkan Grab Bike dan Gojek agar ditutup karena dianggap sebagai transportasi ilegal.
Edi (58), salah satu sopir taksi Pratama, yang ikut dalam demonstrasi tersebut, mengungkapkan ia dan rekan sesama sopir lainnya mengalami kerugian yang cukup signifikan.
"Kita ikut memperjuangkan hak-hak rekan sesama sopir taksi aja, kita kurang setoran terus lama-lama bisa rugi tiap hari," kata Edi.
Pensiunan angkatan laut ini merasakan betul bagaimana setiap hari harus menyicil kekurangan setoran untuk perusahaan.
"Satu hari harus nyetor 250 ribu, itu tergantung mobil juga. Ekspress lebih besar lagi, dia bisa 350 ribu per hari," lanjutnya.
Diakui Edi, aksi demo ini dibiayai perusahaan. Para sopir diberi uang makan 50 ribu dan dari tiga pool taksi Pratama mengeluarkan 10 taksi untuk berdemo.
"Masing-masing taksi aja bisa 3-4 orang sopir yang ikut, belum gabungan yang lain," ungkapnya.
Ribuan sopir angkutan umum yang tergabung dalam Persatuan Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) memarkirkan kendaraannya di halaman Monas.
Salah satu sopir yang menunggu putusan pemerintah ialah Dwi Prasetyo (34) sopir Kopaja P16 jurusan Tanah Abang-Ciledug.
Menurutnya transportasi ilegal yang memakai plat hitam sebagai angkutan umum tidak memengaruhi setoran yang ia dapat tiap hari.
"Kami nuntut agar pemerintah bisa memperpanjang masa trayek untuk mengurus surat-surat termasuk ijin usaha. Apalagi untuk perpanjangan, kalau bulan ini mati, ya udah kita ga bisa narik lagi," ungkapnya.
Ia menuntut agar adanya perpanjangan waktu untuk peremajaan angkutan hingga 3-4 tahun. Masalah setoran tidak terlalu berpengaruh walau memang dirasa ada sedikit kekurangan. Setoran reguler 350 ribu sehari masih bisa dikejar olehnya.
"Kopaja saya sudah lulus uji KIR, masa masih ditangkap. Jadilah 'dikandangin' 3 minggu di Rawa Buaya.
Ia menambahkan Pemda selama ini tidak pernah ada hasil. Menurutnya kalau semua ini ditarik, Pemda hanya bisa menggantikan dengan Transjakarta. Ia juga menuntut agar transportasi yang diduga ilegal semestinya jangan memakai plat hitam.
Aksi mogok ini juga akan dilanjutkan besok pagi jika pemerintah tidak merespon demonstrasi ini.