Ribuan Sopir Taksi Marah di Balai Kota
Ribuan sopir taksi marah di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (14/3/2016).
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ribuan sopir taksi marah di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (14/3/2016). Mereka menuntut pemerintah menutup aplikasi transportasi online, yakni Uber dan Grab.
Kemarahan mereka ditunjukkan dengan berteriak di depan gerbang Balai Kota. Tidak hanya itu, beberapa pengendara aplikasi transportasi dihentikan mereka. Ribuan sopir taksi itu memukuli jok-jok mereka.
Hal itu dilakukan, karena mereka merasa dirugikan dengan adanya aplikasi transportasi. Mereka berteriak karena merasa pemerintah tidak menegakkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Kami punya izin, mereka tidak. Kalau kami tidak punya izin pasti dilarang, uber dan grab tidak punya izin, tapi tidak dilarang," kata Rudi (37), seorang sopir taksi yang ikut berdemonstrasi.
Ketua Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD), Cecep Handoko menjelaskan akan tetap memperjuangkan penutupan aplikasi.
"Mungkin sampai dengan pada nanti kami mogok secara nasiona," ujar Cecep.
Uber dan Grab tidak berbadan usaha. Namun tetap dibiarkan beroperasi.
Karena itu ribuan sopir taksi yang melakukan aksi demonstrasi merasa pemerintah tidak adil.
Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi Andri Yansyah mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menerapkan apa yang sudah diatur UU No. 22 Tahun 2009.
"Itu harus ditegakkan. Kami dibantu dengan pihak kepolisian tetap melakukan penertiban selama belum memenuhi ketentuan," imbuh Andri.
Meski begitu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengaku tidak memiliki kewenangan untuk menutup aplikasi transportasi.
"Kami akan melakukan dialog dengan Menteri Komunikasi dan infromatika untuk menyalurkan aspirasi sopir taksi," tegasnya.