Ngotot 'Palak' Pengembang, Ahok: Bangun Tanggul Puluhan Triliun Dari Mana?
"Kalau tidak ada (kontribusi tambahan) bangun tanggul puluhan triliun dari mana?"
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ngotot menyantumkan kontribusi tambahan dalam rancangan peraturan daerah terkait reklamasi.
Dia beralasan, dana yang didapat dari kontribusi tambahan pengembang reklamasi dapat mempercepat pembangunan Jakarta.
Ahok mengatakan, tanpa adanya kontribusi tambahan pembangunan tanggul untuk menghindari Jakarta tenggelam akan kesulitan dana.
Untuk membiayai megaproyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) dibutuhkan dana ratusan triliun.
NCICD adalah proyek yang memiliki tujuan membentengi daratan Jakarta dari ancaman banjir rob dan penyediaan air baku yang berasal dari pengolahan air laut.
Pembangunan ditargetkan selesai 2018.
Proyek tahap A adalah keharusan bagi pemerintah sebab penurunan muka tanah atau land subsidence cenderung semakin tinggi.
"Kalau tidak ada (kontribusi tambahan) bangun tanggul puluhan triliun dari mana?" ujar Ahok di Jakarta Barat, Minggu (22/5/2016).
Karenanya, pembangunan infrastruktur kota harus juga dibebankan kepada pengusaha.
Sementara uang pajak yang dipungut dari rakyat digunakan sepenuhnya untuk pendidikan, kesehatan, dan tunjangan transport.
Dia mengatakan, jika hanya menggunakan anggaran yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, semisal untuk membereskan trotoar di Jakarta sepanjang 1.300 kilometer dan kanan kiri menjadi 2.600 kilometer butuh waktu 25 sampai 50 tahun baru selesai.
"Sekarang Jakarta saja uangnya itu, buat trotoar bisa 25 tahun. Masa masih ada beban lagi keluar untuk pulau (reklamasi)?" kata mantan Bupati Belitung Timur tersebut.
Ahok berpandangan harus ada subsidi silang antara pemerintah dan pengusaha untuk memakmurkan warga Jakarta.
Dengan cara seperti itu, pembangunan kota dan kemakmuran warga bisa berjalan seiringan.
"Mau reklamasi pulau, silakan (pengusaha) untung, tapi harus bantu rakyat. Karena tugas kami mengadministrasi keadilan sosial. Kalau tidak seperti itu, buat apa ada reklamasi pulau? Beban kita jadi nambah. Itu alasannya (ada kontribusi tambahan)," imbuh dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ahok membuat perjanjian kerja sama dengan pengembang reklamasi.
Dengan mengacu perjanjian kerja sama antara Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan PT Manggala Krida Yudha (MKY) pada 16 September 1997.
Salah satu pasalnya menyebutkan, kewajiban pengembang untuk memberikan kontribusi.
Di mana kontribusi yang dimaksud adalah sumbangan berupa uang atau fisik infrastruktur di luar area pengembangan dalam rangka menata Kawasan Pantai Utara Jakarta, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Huruf S sesuai Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1995.
Karenanya begitu pengembang ingin memperpanjang izin reklamasi, Ahok meminta nilai tambahan kontribusi sebesar 15 persen kali nilai jual obyek pajak dikali lahan yang dijual.
Ahok akan memberikan izin perpanjangan, kalau pengembang sudah memenuhi kewajiban.
Hal tersebut tercantum dalam poin perjanjian antara Ahok dengan pengembang reklamasi dalam rapat tanggal 18 Maret 2014.
Ahok menandatangani perjanjian kerjasama dengan empat pengembang, yaitu PT Muara Wisesa Samudra, PT Jakarta Propertindo, PT Taman Harapan Indah, dan PT Jaladri Kartika Pakci.
Perihal kontribusi tambahan diusulkan pada salah satu pasal dalam rancangan peraturan daerah (raperda) terkait reklamasi.
Tapi ditolak Badan Legislasi Daerah DKI Jakarta.
Balegda mengusulkan, tambahan kontribusi, yaitu kontribusi yang diambil di awal dengan mengonversi dari kontribusi (5 persen) yang akan diatur dengan perjanjian kerja sama antara gubernur dan pengembang.
Namun hal itu ditolak Ahok.
Pembahasan Raperda kini buntu, setelah adanya dugaan suap yang diterima oleh anggota DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi dari Bos Agung Podomoro Ariesman Widjaja.
Keduanya, kini menjadi tersangka di KPK.