TPDI: Ahok Taat Putusan PTUN Soal Reklamasi Sudah Tepat
Kita mengapresiasi pribadi Ahok sebagai pejabat negara yang taat hukum.
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sikap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menaati putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta untuk menunda reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta kepada PT Muara Wisesa Samudra, patut diapresiasi.
Ahok dinilai sebagai satu-satunya pejabat negara yang taat hukum, yang tidak membangkang terhadap putusan sebuah lembaga hukum.
“Kita mengapresiasi pribadi Ahok sebagai pejabat negara yang taat hukum. Ahok merupakan bagian dari perilaku yang terlalu sulit dilakukan oleh pejabat di Indonesia, karena selama ini mayoritas putusan PTUN hingga putusan Mahkamah Agung (MA) yang berkekuatan hukum tetap tidak dipatuhi oleh pejabat di semua tingkatan, baik di eksekutif, legislatif dan yudikatif,” kata Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus kepada wartawan di Kompleks Senayan, Jakarta, Rabu (8/6/2016).
Petrus kemudian menyarankan DKI Jakarta itu untuk tidak melakukan upaya banding atas putusan PTUN Jakarta tersebut.
Dengan tidak melakukan banding, kata dia, Ahok akan diuntungkan.
Petrus pun menyampaikan beberapa alasan mengapa Ahok tak perlu banding.
Pertama, Ahok sebaiknya membudayakan sikap Pejabat Tata Usaha Negara untuk putusan PTUN, yang selama ini tidak dipatuhi oleh pejabat di semua tingkatan, baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif sendiri.
Kedua, dengan demikian Ahok akan memenuhi isi putusan PTUN yang bersifat mengoreksi kesalahan atau kekeliruan pemerintah dengan cara memperbaiki kesalahan prosedur dan substansi dari Keputusan Gubernur.
Ketiga, dengan menerima dan mematuhi isi putusan PTUN, berarti memberi kekuatan hukum tetap kepada putusan PTUN itu sendiri, sekaligus mengakhiri putusan provisi yang melarang Gubernur untuk melakukan tindakan apapun terkait reklamasi, selama proses perkara berjalan, hingga putusan berkekuatan hukum tetap.
Keempat, menerima putusan dan tidak melakukan banding juga sekaligus untuk mewujudkan prinsip peradilan yang sederhana, cepat, dan murah, serta yang lebih penting untuk memotong mata rantai jaringan mafia peradilan dan mafia tanah yang menguasai jaringan di lembaga peradilan.
Dengan kata lain, kata Petrus, ketika lewat 14 hari sejak putusan diucapkan, ternyata Gubernur Ahok tidak mengajukan banding, maka putusan PTUN Jakarta menjadi berkekuatan hukum tetap.
"Sehingga sejak saat itu pula, putusan provisi PTUN Jakarta yang bersifat melarang sementara Gubernur Ahok tidak melakukan tindakan apa pun atas lahan reklamasi, gugur dengan sendirinya atau gugur demi hukum," kata dia.
Menurut Advokat Peradi itu, Gubernur Ahok pun bisa melakukan langkah-langkah koreksi dan sekaligus membenahi administrasi perizinan.
“Setelah itu Ahok bisa meneruskan reklamasi Pantai Utara dengan melibatkan semua stakeholders untuk duduk sama-sama dalam merumuskan kembali secara lebih partisipatif, transparan, dan akuntabel sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik dan perintah undang-undang,” katanya.
Libatkan Nelayan
Khusus untuk nasib para nelayan, kata Petrus, perlu diakomodasi secara integral dalam proyek reklamasi dimaksud.
Misalnya, menjadi salah satu unsur pelaku di dalam pembangunan reklamasi atau dijadikan karyawan atau apa saja yang sifatnya lebih manusiawi dan bermartabat untuk jangka panjang, sesuai dengan tujuan pembangunan.
Seperti diberitakan, Majelis hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan nelayan atas Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta kepada PT Muara Wisesa Samudra.
Putusan itu dibacakan Hakim Ketua Adhi Budhi Sulistyo dalam sidang putusan yang digelar di PTUN hari ini, Selasa (31/5/2016).
Hakim juga memerintahkan agar tergugat menunda pelaksanaan keputusan Gubernur DKI Jakarta sampai berkekuatan hukum tetap.
"Memerintahkan tergugat untuk menunda pelaksanaan keputusan Gubernur Daerah Provinsi Ibu Kota DKI Jakarta Nomor 2.238 Tahun 2014 kepada PT Muara Wisesa Samudra tertanggal 23 Desember 2014 sampai putusan ini berkekuatan hukum tetap," ujar Adhi.