JPU: Penasihat Hukum Jessica Bukan Ahli Toksikologi
Untuk mengetahui jumlah sianida yang diminum korban adalah dengan cara menemukan jumlah sianida yang ada dalam tubuh korban.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai penasehat hukum Jessica Kumala Wongso telah keliru memaknai uraian akibat perbuatan terdakwa dalam surat dakwaan, karena dimaknai sepotong-sepotong.
Ardito Muwardi, salah seorang JPU, mengatakan JPU telah menguraikan di dalam surat dakwaan akibat perbuatan terdakwa diuraikan berdasarkan Visum et Repertum serta keterangan-keterangan ahli harus dibaca dan dimaknai secara utuh karena saling memiliki hubungan sebab akibat.
"Penasehat hukum bukan ahli dalam bidang ilmu Toksikologi ataupun Kedokteran Forensik. Maka untuk menjawab pertanyaan penasehat hukum terdakwa adalah sudah merupakan materi pokok perkara karena hanya dapat dijelaskan oleh para ahli," tutur Ardito di persidangan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin di PN Jakarta Pusat, Selasa (21/6/2016).
JPU menilai asumsi penasehat hukum terdakwa yang menyatakan surat dakwaan tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap merupakan sebuah pemahaman yang keliru.
Penasehat hukum beralasan seperti itu karena di dalam surat dakwaan tidak tergambar adanya persesuaian antara jumlah Natrium Sianida (NaCN) yang diminum korban Mirna dengan jumlah NaCN yang ada dalam tubuh korban Mirna.
Untuk mengetahui jumlah sianida yang diminum korban adalah dengan cara menemukan jumlah sianida yang ada dalam tubuh korban.
Menurut dia, para ahli, seperti Toksikolog dan Kedokteran Forensik yang akan memberikan keterangannya dalam tahap pembuktian dengan didukung oleh bukti-bukti ilmiah atau scientific evidence yang akan disajikan dan diuji dimuka persidangan.
"Sehingga keberatan atau eksepsi terhadap permasalahan ini sudah keluar dan bertentangan dengan ketentuan dari Pasal 156 ayat (1) KUHAP sebagai syarat sah pengajuan Nota Keberatan atau Eksepsi," tambahnya.