250 Berkas Bermaterai Korban Vaksin Palsu Terkumpul di Crisis Center
Sebanyak 250 berkas bermaterai Rp 6000 bertanda tangan para korban vaksin palsu telah terkumpul di Ruang Pendaftaran Pasien Rumah Sakit (RS) Harapan
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 250 berkas bermaterai Rp 6000 bertanda tangan para korban vaksin palsu telah terkumpul di Ruang Pendaftaran Pasien Rumah Sakit (RS) Harapan Bunda, Jalan Raya Bogor, Ciracas, Jakarta Timur.
Rumah Sakit tersebut telah disegel serta diambil alih aliansi korban vaksin palsu dan sejumlah koban vaksin palsu menjadi 'Crisis Centre', Minggu (17/7/2016).
Berkas bermaterai Rp 6000 yang dibubuhi tanda tangan korban vaksin palsu tertumpuk di meja para petugas crisis centre yang diketahui berasal dari aliansi vaksin palsu.
Formulir itu diketahui untuk mempermudah para korban vaksin palsu menyeret pihak tak bertanggungjawab yakni RS Harapan Bunda menuju meja hijau.
Formulir yang berisikan data-data korban vaksin palsu tersebut terlihat dikumpulkan para petugas di crisis centre.
Orangtua yang menjadi korban vaksin palsu ini juga terus berdatangan lantaran tak kebagian melakukan pendataan ulang untuk melakukan vaksinasi ulang di posko koban vaksin palsu yang sudah tersedia.
Herlin (35) juru bicara aliansi korban vaksin palsu mengatakan saat ini pihaknya sudah mengummpulkan 114 orang korban vaksin palsu yang mendaftarkan diri yang sepakat menyeret RS Harapan Bunda ke meja pengadilan.
"Itu jumlah korban vaksin palsu yang datang langsung ke crisis centre. Sisanya, dari email. Jadi ditotal ada 250 korban vaksin palsu yang sudah mendaftarkan diri," kata Herlin di ruang crisis centre.
Menurut dia, data-data tersebut dikumpulkan sebagai bentuk solidaritas dan segera akan dikirimkan, Rabu (20/7/2016) mendatang ke Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia YLBHI dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).
Diakui Herlin, crisis center sendiri dibuka lantaran pihak RS tidak memiliki itikad baik kepada korban vaksin palsu yang merupakan pasien RS itu sendiri.
Belum ditentukan sampai kapan Crisis Center tersebut akan dibuka, mengingat masih banyak orangtua yang belum mengetahui informasi tersebut.
"Crisis center ini tidak terbatas waktunya. Kami betul-betul bawa masalah ini ke ranah hukum. Kami betul-betul menuntut pertanggungjawaban dari pihak rumah sakit. Kami pun sudah mendapat arahan dari YLBHI untuk melakukan tuntutan kemarin," katanya.
Menurut Herlin, ada tiga tuntutan baru yang dikeluarkan dari pihak aliansi bersama-sama dengan korban vaksin palsu.
Pertama, yakni mendesak pihak rumah sakit menunjukkan data pasien yang divaksin di RS Harapan Bunda sejak 2003 hingga 2016.
Kedua, meminta agar rumah sakit bertanggungjawab terhadap para pasien dengan mengadakan medical check up (Medchek).
Ketiga untuk disertakan asuransi kesehatan bagi korban vaksin palsu.
Penulis: Panji Baskhara Ramadhan