Hakim: Pemberian Uang Rp 2 Miliar Terkait Pembahasan RTRKSP
Uang itu diberikan agar Sanusi yang juga anggota Balegda DKI mengakomodir pasal-pasal
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair tiga bulan kurungan kepada mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Dalam pertimbangannya, hakim menolak alasan Ariesman memberikan uang senilai Rp 2 miliar kapada anggota DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi, sebagai bantuan pencalonan dirinya maju menjadi bakal calon gubernur DKI Jakarta.
Hakim berkeyakinan bahwa pemberian uang Rp 2 miliar pada Sanusi dalam kapasitasnya sebagai anggota DPRD DKI Jakarta.
Uang itu diberikan agar Sanusi yang juga anggota Balegda DKI mengakomodir pasal-pasal dan tambahan kontribusi yang diinginkan pihak Agung Podomoro Land.
"Menimbang bahwa hakim tidak sependapat, pemberian itu adalah untuk bantuan Sanusi yang saat itu balon gubernur. Majelis hakim (berpendapat) dengan rentetan pemberian uang Rp 2 miliar, telah mendapat petunjuk dan memeroleh keyakinan pemberian uang Rp 2 miliar terkait pembahasan RTRKSP (Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kawasan Pantai Utara Jakarta) yang saat itu sedang bergulir," kata Hakim Anwar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (1/9/2016).
Hakim menjelaskan, pemberian uang itu disertai dengan rentetan peristiwan terkait dengan pembahasan Raperda reklamasi teluk Jakarta.
Mulai dari pertemuan dan sadapan telepon yang memperkuat bahwa pemberian uang dari Agung Podomoro Land berkaitan dengan pembahasan Raperda tersebut.
"Masalah akan beda kalau uang diberikan tanpa rentetan peristiwa, sms dan komunikasi yang digunakan sandi tertentu, minta barang, minta kue," kata hakim.
Diberitakan sebelumnya, uang suap diberikan agar Sanusi mengakomodir pasal-pasal sesuai keinginan Ariesman, selaku Presdir PT Agung Podomoro Land dan Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudra, agar mempunyai legalitas untuk melaksanakan pembangunan di Pulau G, kawasan Reklamasi Pantura Jakarta.
Kemudian, salah satu yang dipersoalkan yakni, terkait pasal mengenai tambahan kontribusi sebesar 15 persen bagi pemilik izin reklamasi.
Diduga, pengembang merasa keberatan dengan pasal tersebut, kemudian menggunakan Sanusi agar bunyi pasal tersebut diubah.
Menurut Hakim Sumpeno, Ariesman telah terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 KUHP sesuai dengan dakwaan kesatu.