Kisah Dua Bocah Bersaudara di Tangerang, Banting Tulang Jadi Pemulung Bantu Lunasi Utang Orangtua
Ia membagi waktu antara sekolah pada pagi hari dan mengumpulkan barang bekas pada sore hari.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Supri (11) tampak bersemangat mengayuh sepeda gerobaknya.
Di dalam gerobak ada adiknya yang berkerudung, Putri (4), setia menemani.
Wajah dan perawakan supri masih sangat anak-anak meski dia tengah mengenakan batik lengan panjang yang biasa dikenakan orang dewasa.
Pada Kamis (10/11/2016), Kompas.com berbincang dengan Supri, di Poris, Kota Tangerang.
Anak dari pasangan Daryo (40) dan Rukiyah (37) itu memarkirkan gerobaknya di dekat trotoar.
Supri mengaku masih duduk di bangku kelas tiga Sekolah Dasar Al Barkah, Buaran Indah, Kota Tangerang.
Meskipun sekolah, anak keempat dari lima bersaudara itu juga turut membantu orangtuanya dengan mengumpulkan barang bekas.
Ia membagi waktu antara sekolah pada pagi hari dan mengumpulkan barang bekas pada sore hari.
"Buat bantu orangtua bayar utang," seloroh Supri lugu.
Setiap hari, Supri mendapatkan uang Rp 10.000 dari hasil jerih payahnya mengumpulkan barang bekas.
Uang itu kemudian dia berikan kepada Daryo untuk meringankan kebutuhan keluarga.
Selama berbincang, keringat terus menetes di wajah Supri.
Dia juga lebih banyak menunduk dan wajahnya tertutup dengan topi cokelat.
"Sudah dulu ya mas. Saya mau jalan lagi," kata Supri sembari mengayuh sepeda gerobaknya.
Kompas.com kemudian menemui ayah Supri, Daryo, di rumahnya.
Perlu waktu sekitar 30 menit untuk mencari tempat tinggal Daryo dari lokasi saat mewawancarai Supri.
Rumah Daryo dan Supri berada di lapak barang rongsokan daerah Buaran Indah, Kota Tangerang. Rumah Supri tak jauh berbeda dengan lapak barang bekas pada umumnya.
Lokasinya berada di pinggir sawah dan di luar area permukiman.
Saat tiba di sana, Daryo tampak sedang duduk di bagian depan rumahnya yang disesaki aneka barang bekas.
"Silakan masuk mas, begini adanya rumahnya," ujar Daryo ramah.
Daryo berasal dari Brebes, Jawa Tengah. Sejak 11 tahun lalu, Daryo sekeluarga mengadu nasib di Tangerang menjadi pengumpul barang bekas.
Dari lima anaknya, hanya Supri yang bersekolah.
Tiga kakak Supri putus sekolah. Sementara adiknya, Putri, belum cukup umur untuk sekolah.
Daryo menceritakan, Supri seharusnya sudah kelas lima SD. Namun, Supri sempat putus sekolah saat kelas dua SD.
Supri kembali melanjutkan pendidikan dengan pindah sekolah dari SDN Pelawad 2 ke SD Al Barkah.
Sayangnya, di sekolah baru ini, Supri kerap dicemooh.
"Dia sering nangis dan cerita ke saya karena diejek anak tukang rongsok," kata Daryo.
Kendati demikian, Supri tak pernah membalas. Dia lebih banyak berdiam diri dan menceritakan kepada orangtuanya.
Meskipun tak membalas, ejekan itu ternyata berdampak pada psikologis Supri. Ia kerap kali tak masuk sekolah setelah diejek. Tak jarang, kata Daryo, Supri juga mendapat kekerasan fisik dari temannya.
"Nanti kalau enggak masuk, gurunya ke rumah, tanya kenapa Supri enggak masuk," ucap Daryo.
Daryo pun hanya bisa mengatakan kondisi Supri yang memilih untuk tidak sekolah. Ia pergi ke luar untuk bermain dan bekerja mengumpulkan barang bekas.
Daryo membenarkan bila Supri bekerja untuk membantu melunasi utang keluarga. Namun nominal utang itu tak disebutkan Daryo.
Daryo sendiri kerap mengingatkan agar Supri bisa sabar dan tetap fokus pada sekolah. Dia ingin Supri memiliki pendidikan yang baik dan bisa mengubah kehidupan keluarganya.
"Intinya jangan sampai kayak orangtua dan kakak-kakaknya," ujar Daryo.
Penulis: Kahfi Dirga Cahya