Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

"Kalau Aku Bebas, Aku Mau Bikin Akun Instagram Ya”

Sidang kasus Jessica Kumala Wongso menyita perhatian publik. Tidak hanya di dalam negeri, siding kasus ini diikuti media luar negeri.

Penulis: Hasanudin Aco
zoom-in
Warta Kota/ANGGA BHAGYA NUGRAHA
Terdakwa Jessica Kumala Wongso, hadir dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (20/10/2016). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  - Sidang kasus Jessica Kumala Wongso menyita perhatian publik. Tidak hanya di dalam negeri, siding kasus ini diikuti media luar negeri. Sejumlah televisi swasta nasional menyiarkan langsung sidang, termasuk Kompas TV.

Wartawan Kompas TV Fristian Griec yang telah meliput 32 kali jalannya persidangan memiliki sejumlah kisah menarik di balik persidangan yang tak banyak diketahui publik.

Bagian I, Baca: Sidang Jessica Berlangsung, Pendukung Sibuk Berbagi Info Melalui Grup Whatsapp

Berikut kisah lanjutannya :

Tanggal 27 September 2016, akhirnya kesempatan itu tiba. Saya diizinkan bersama para penasehat hukum Jessica; Otto Hasibuan, Surdame Purba, Hidayat Bostam, dan Elisabeth Batubara mengunjungi Jessica di rutan pondok bambu.

Kami diizinkan menempati ruang konsultasi hukum. Itu adalah kali pertama saya melihat, mendengar, berada dekat dengan Jessica Kumala Wongso – terdakwa tunggal pembunuhan berencana atas sahabatnya sendiri – dengan (telah) banyak pemberitaan tentangnya selama ini.

Saya berusaha keras lepas dari “persepsi” saya sendiri ketika itu. “Fristian, ayo ... geser. Kenapa duduknya jauh-jauh?”, ucapan Otto Hasibuan seperti menghentak saya ditengah kekikukan karena harusnya pertemuan tersebut hanya antara Jess dan para kuasa hukumnya. Saya pun menggeser posisi duduk. Kami berkumpul di satu meja dan ya, untuk pertama kalinya saya berkesempatan mendengarkan kronologi kejadian langsung dari Jessica sendiri.

Berita Rekomendasi

3 jam pertemuan ketika itu, dari sekitar pukul 13:00 – 16:00 wib. Waktu yang cukup lama untuk memperhatikan sosok Jessica. Apa yang diceritakan Jess kepada kami di rutan, lebih kurang itu pulalah yang disampaikannya di muka persidangan ke-26 keesokan harinya dengan agenda pemeriksaan Jessica sebagai terdakwa.

Jessica tampak lebih emosional dengan dicecar berbagai pertanyaan yang begitu personal dengan gaya mendesak bahkan terkadang keras dari para Jaksa Penuntut Umum. Usai Ia diperiksa selama sekitar 12 jam pada hari itu, jelang dini hari saya pun menemuinya di basemen Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Saya pun memanfaatkan waktu yang sangat singkat saat Jess keluar dari pintu ruang tahanan menuju bus tahanan yang akan membawanya kembali ke rutan Pondok Bambu atau biasanya dalam beberapa kesempatan berbincang Jess menyebutnya “PB” – jadi terdengar lebih “keren” dari sekadar rumah tahanan, hehe.

“Tadi kelihatan emosional sekali?”, tanya saya ke Jess. Ia pun menjawab singkat sambil menuju bus, “ya, tadi saya ditanyai hal-hal yang emosional jadi ya saya emosional”. Tak banyak pertanyaan yang bisa saya ajukan dengan kesempatan yang begitu singkat.

Selanjutnya, kesempatan untuk mewawancarainya dengan sorotan kamera menjadi semakin sulit. Ternyata, semakin banyak anggota grup #savejessica dan juming-juming yang tahu kalau Jess biasanya dibawa keluar ruang tahanan pengadilan negeri Jakarta Pusat menuju bus dan kesempatan itu bisa dimanfaatkan untuk berfoto bersama dengan Jess.

Karena di basemen semakin ramai, maka bus tahanan yang membawa Jess dari dan kembali ke rutan pondok bambu posisinya dirapatkan dengan pintu keluar ruang tahanan.

Ditambah barikade dari sejumlah petugas kepolisian, Jess semakin sulit untuk diwawancarainya.
Sosok Jessica di satu sisi memang telah “dipersepsikan” bersalah namun di sisi lain tak sedikit pula yang benar-benar bersimpati terhadapnya.

Selama proses persidangan banyak yang berusaha untuk berfoto bersama dengan Jess bahkan sampai ada yang berusaha masuk ke ruang tahanan untuk menemuinya atau ya, menunggu Jess dibawa keluar dan masuk bus tahanan. Ada yang gagal, ada pula yang berhasil.

Sebagian dari mereka bahkan ada yang mengunggah foto atau video mereka bersama Jess ke media sosial. Tak hanya itu, setiap hari tim penasehat hukum Jessica banyak menerima titipan hadiah untuk Jess. Ada yang memberi kemeja putih karena memang setiap sidang Jess diharuskan mengenakan pakaian berwarna putih dan hitam dan banyak hadiah lainnya. Mungkin dipersatukan oleh satu rasa “simpati” kepada Jess, para anggota grup juming-juming dan #savejessica tampak kompak.

Beberapa dari mereka, ada yang secara sukarela dalam tiap persidangan membelikan air mineral, cemilan, permen untuk dibagikan ke semua anggota grup saat sidang-sidang yang panjang berlangsung. Kekompakan para simpatisan ini juga tampak saat hari ulang tahun Jess pada 9 Oktober lalu. Salah satu penasehat hukum Jess, Elisabeth Batubara “membocorkan” kalau warna kesukaan Jess adalah warna biru.

Para simpatisan Jess pun ramai-ramai mengenakan pakaian nuansa biru saat mengunjungi rutan di hari ulang tahun Jess. Meski ternyata tak semua dari mereka yang berkesempatan dapat masuk ke rutan dan mengucapkan selamat ulang tahun secara langsung kepada Jess.

Tak mudah menenangkan para simpatisan Jess yang rela berpanas-panasan di depan pintu rutan pondok bambu menunggu kepastian apakah mereka bisa masuk atau tidak. “Fristian, kapan tante bisa masuk buat ketemu Jes?”, tanya Maria Elska, salah satu simpatisan Jess yang berusia 76 tahun yang pada hari itu rela datang menyetir sendiri dari Bandung.

Namun sayang sekali, penasehat hukum Jess tak berhasil mengusahakan puluhan simpatisan tersebut bisa diizinkan masuk ke rutan untuk menemui Jess.

Jessica Kumala Wongso, si penyuka warna biru yang begitu menggemari salmon. Sang Ibu, Imelda Wongso kerap membawa masakan salmon kukus yang dilumuri telur saat mengunjungi putrinya di rutan pondok Bambu selama lebih dari 4 bulan belakangan ini.

Termasuk pada 25 Oktober 2016, 2 hari jelang vonis, Otto Hasibuan dan anggota tim penasehat hukum lainnya juga mengunjungi Jess ke rutan. Saya pun turut bersama mereka. Saat itu Jess belum selesai menikmati salmon kesukaannya yang dititipkan sang Ibu kepada penasehat hukum Elisabeth Batubara karena Imelda Wongso masih menunggu antrean untuk masuk ke rutan.

Otto Hasibuan bertanya kepada Jess, “feeling-mu vonisnya gimana Jess?”. “Aku yakin bebas Om”, jawabnya. “Tapi, kamu harus tetap menyediakan ruang untuk kemungkinan terburuk. Kalau kamu divonis 10 tahun?”, tanya Otto. “Ga mau”, jawab Jess singkat. “1 tahun?”, tanya Otto lagi. Jess menggeleng. “1 hari?”, Otto kembali bertanya. “Ga mau, 1 hari pun aku ga mau Om. Divonis 1 hari pun itu kan artinya aku bersalah sedangkan aku ga melakukan apapun”.

Nyatanya Kamis 27 Oktober 2016, hakim memvonis Jessica bersalah dengan hukuman 20 tahun penjara. Pada saat pembacaan amar putusan yang diawali oleh hakim Partahi Hutapea, Jess tampak telah mengerti bahwa Ia akan divonis bersalah. Saat sidang diskors sementara, Jess mendekat ke arah Otto Hasibuan dan para penasehat hukumnya yang lain. Saya pun mengirimkan pesan singkat kepada salah satu kuasa hukumnya untuk menanyakan apa yang dikatakan Jess.

Elisabeth Batubara menjawab, “Jess bilang dia bingung. Kenapa keterangan saksi dan ahli hanya dibacakan sebagian. Ga ada dari yang kami hadirkan masuk pertimbangan. Berarti aku dihukum ya nanti? Berarti aku ga jadi pulang?. Rasanya mau pingsan katanya”.

Pada hari itu, Jessica dan tim pansehat hukumnya langsung menyatakan banding atas vonis 20 tahun penjara yang dijatuhkan oleh majelis hakim Kisworo, Partahi Hutapea, dan Binsar Gultom. Jumat, 28 Oktober 2016, akte permintaan banding oleh tim penasehat hukum Jessica telah ditandatangani oleh Panitera Pengadilan Tinggi Jakarta.

Sesuai dengan Pasal 236 ayat (1) KUHAP, tim penasehat hukum diberi waktu 14 hari untuk menyusun memori banding terhitung sejak permintaan banding diterima.
Saya ingat, pada kunjungan kami ke rutan pondok bambu 2 hari sebelum vonis, Jess mengatakan kepada saya: “kalau aku bebas, aku mau bikin instagram ya”.

Apakah Jessica bisa punya akun instagram sendiri nantinya?
Putusan banding oleh majelis hakim tinggi yang akan menjawabnya ...

Bersambung......

FRISTIAN GRIEC
Jurnalis Kompas TV

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas