Bayar Rp5 Juta untuk Satu Meja dengan Ahok, Meja Lain Bayar Rp2 Juta
Dalam acara yang diadakan oleh kelompok relawan Badja Dharma itu, menu utama yang disajikan adalah lontong sayur.
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon gubernur DKI Jakarta nomor dua, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan pasangannya, Djarot Saiful Hidayat, mengadakan jamuan makan berbayar dengan para pendukungnya, di Hotel Dharmawangsa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (27/11/2016) sore.
Dalam acara yang diadakan oleh kelompok relawan Badja Dharma itu, menu utama yang disajikan adalah lontong sayur.
Lauknya sendiri terdiri atas ayam, daging, dan tahu.
Seperti yang lumrah disajikan hotel berbintang, pendukung yang hadir juga disajikan buah-buahan dan aneka brownies sebagai hidangan penutup.
Pada jamuan makan di Hotel Dharmawangsa, ada dua tarif yang dikenakan kepada pendukung yang datang, yakni Rp 5 juta per kursi untuk yang duduk semeja dengan Ahok dan Djarot, dan Rp 2,5 juta per kursi untuk yang duduk di meja lainnya.
Selain jamuan makan, warga pendukung juga dapat mendengarkan orasi politik dan kampanye dari Ahok maupun Djarot. Selain tentunya, kesempatan untuk berfoto-foto bersama di ujung acara.
"Jadi selain dapat makan, bisa mendengarkan Pak Basuki dan Pak Djarot pidato. Bisa foto-foto juga," kata Ketua panitia acara, Marayuna Anwar Nasution, saat ditemui di sela-sela acara.
Pada jamuan makan di Hotel Dharmawangsa, tercatat ada 160 orang warga pendukung yang datang. Dari mereka terkumpulah dana sekitar Rp 400 juta. Menurut Marayuna, Rp 400 juta dana yang terkumpul merupakan pendapatan bersih setelah dipotong biaya sewa tempat.
Selain jamuan makan, para relawan Ahok-Djarot juga menggalang dana bagi pendukung yang ingin menyumbangkan uangnya. Seperti yang diinstruksikan Ahok, tak ada sama sekali transaksi tunai. Sumbangan dilakukan secara debet melalui penggunaan mesin electronic data capture (EDC) Bank BCA.
Sampai berakhirnya acara, Marayuna menyebut sumbangan kampanye yang terkumpul sudah mencapai sekitar Rp 200 juta. Sehingga bila ditotal, dana keseluruhan yang terkumpul dari kegiatan itu mencapai sekitar Rp 600 juta.
"Rp 630-an juta," kata Marayuna.
Menurut Marayuna, semua dana yang terkumpul, baik dari jamuan makan maupun penggalangan sumbangan akan langsung diberikan ke tim sukses untuk kebutuhan logistik kampanye.
Ide jamuan makan berbayar
Saat berorasi di hadapan pendukungnya, Ahok menceritakan awal mula diadakannya jamuan makan berbayar.
Menurut Ahok, jamuan makan berbayar terinspirasi model kampanye yang digunakan Barack Obama saat bertarung dalam Pemilihan Presiden tahun 2008.
Ahok mengatakan, Obama menerapkan sistem tiket masuk bagi pendukung yang ingin datang ke kampanyenya. Saat Pilpres AS 2008, Ahok mengaku sempat datang diundang menghadiri kampanye Obama di salah satu kota.
Ketika menghadiri kampanye Obama, Ahok menuturkan, sempat ada salah satu politisi Partai Demokrat (partai asal Obama) yang meremehkan dirinya.
"Dia bilang, kamu jangan bermimpi mengadakan yang seperti ini di negaramu," ujar Ahok.
Oleh karena itu, Ahok menyatakan puas akhirnya bisa menerapkan kampanye seperti yang pernah dilakukan Obama di Indonesia.
Menurut Ahok, model kampanye dengan cara menggalang dana dari para pendukung juga bertujuan menumbuhkan gotong royong dan partisipasi dari para pendukung.
Ia menilai, cara ini dapat memangkas biaya politik yang dalam asumsi banyak orang dianggap mahal. Selain tentunya, menghilangkan ketergantungan pada pengusaha.
"Kami mau menghapus stigma bahwa seolah kampanye harus mahal, harus uang sendiri, bayar jasa. Kalau kumpul-kumpul Rp 50 juta, Rp 25 juta enggak ada balas jasa, gotong royong kok," kata Ahok.
Sementara Djarot mengatakan, penggalangan dana kampanye tidak hanya menargetkan kalangan menengah ke atas.
Tapi juga penggalangan dana dari masyarakat yang ada di permukiman-permukiman.
Menurut Djarot, penggalangan dana kampanye dari masyarakat di permukiman bertujuan untuk menumbuhkan semangat bahwa Ahok-Djarot didukung oleh seluruh lapisan masyarakat yang ada di Jakarta.
"Kami berusaha hadir juga ke tengah saudara-saudara kita yang ada di kampung-kampung. Hal ini untuk menunjukkan Basuki Djarot itu dimiliki semua masyarakat Jakarta," kata Djarot.
KOMPAS.com/Alsadad Rudi