Ketegaran Anet dan Kisahnya Menguatkan Korban Selama Disekap di Kamar Mandi
Di balik peristiwa itu, Anet memiliki kisah tersendiri saat berada dalam situasi mencekam di ruang penyekapan yang sempit tersebut.
Editor: Wahid Nurdin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di usianya yang masih sangat belia, Zanette Kalila harus mengalami peristiwa pahit dalam hidupnya.
Anet, panggilan akrab Zanette, merupakan salah seorang korban selamat dari perampokan disertai pembunuhan yang terjadi di rumahnya, Jalan Pulomas Utara Nomor 7A, Jakarta Timur, Senin (26/12/2016).
Gadis 13 tahun ini menyaksikan bagaimana kasus perampokan itu menewaskan ayahnya, Dodi Triono, serta dua saudaranya, Diona Arika (16) dan Dianita Gemma (9).
Para korban disekap di dalam kamar mandi berukuran 1,5 x 1,5 meter persegi.
Dalam kamar mandi itu, terdapat juga orang lain yang disekap, yakni Amel, teman korban, Yanto dan Tasrok yang merupakan sopir keluarga, kemudian Emi, Santi, Fitriani, dan Windy sebagai pekerja rumah tangga (PRT).
Total korban yang disekap di kamar mandi adalah 11 orang.
Dalam kasus ini, Amel, Yanto, dan Tasrok juga tewas.
Di balik peristiwa itu, Anet memiliki kisah tersendiri saat berada dalam situasi mencekam di ruang penyekapan yang sempit tersebut.
Anet berulang kali menguatkan semua korban.
Diona sempat menggigit Anet sebagai tanda dia tak lagi kuat bertahan hidup dalam ruang penyekapan.
Informasi itu diperoleh dari Kepala Divisi Sosialisasi KPAI, Erlina saat menjenguk Anet di rumah sakit.
Saat itu Anet sempat menceritakan saat dirinya dan kesepuluh orang lainnya disekap dikamar mandi berukuran 1,5 x 1,5 meter tersebut.
Dirinya bahkan sempat menguatkan kakaknya, Diona Arika (16).
Namun saat itu tangan kiri Anet malah digigit oleh kakaknya, seolah mengisyaratkan Anetlah yang harus bertahan hidup.
“Sang kakak yang sudah tidak kuat karena lemas dan dehidrasi hanya bisa teriak dan menggigit adiknya. Dia mengucapkan seolah-olah kamu yang harus kuat, kamu yang harus selamat,” lanjutnya.
Erlina juga menjelaskan bahwa saat menceritakan hal tersebut, Anet terlihat marah.
Selain menceritakan situasi penyekapan itu, Anet juga sempat memberikan beberapa petunjuk tentang pelaku dari pembunuhan yang telah menewaskan ayah dan kedua adiknya tersebut.
“Anet memberikan beberapa clue (petunjuk), katanya orang (pelaku) itu jahat dan papanya enggak salah. Katanya, orang itu jahat dan enggak cuma satu,” ungkap Erlina.
Menghadiri pemakaman
Setelah peristiwa pahit yang dialami selama lebih dari 12 jam, Anet dengan tegar ikut mengantarkan ayah dan kakak-adiknya ke tempat peristirahatan terakhir di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
Didampingi keluarga dan perawat, langkah Anet terlihat lemas di lokasi pemakaman tersebut.
Tangannya masih diperban.
Isak tangis Anet tak terbendung saat menyaksikan ayahnya dimakamkan. Raut kesedihan terpancar jelas dari wajah Anet.
Anet beberapa kali terlihat menutup matanya sambil menangis.
Setelah ayah dan dua saudaranya dimakamkan, Anet dibantu keluarga menaburkan bunga di makam ketiga keluarganya itu.
Anet terlihat menyandarkan kepalanya pada keluarga yang mendampingi selama proses pemakaman tersebut.
Namun, dia tampak berusaha tegar dan menaburkan bunga.
Setelah mengikuti prosesi pemakaman ayah dan dua saudaranya, Anet kembali ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
Cerita Teman Diona
Indonesia dihebohkan dengan pembunuhan sadis yang terjadi di Pulomas, Jakarta, pada Senin (26/12) lalu.
Dalam kasus pembunuhan di Pulomas ini ada 11 orang yang menjadi korban penyekapan di dalam kamar mandi berukuran 1,5 x 1,5 meter.
Akibat peristiwa tersebut enam orang meninggal, yakni Dodi Triono (59), Diona Arika (16), Dianita Gemma (9), Amel yang merupakan teman anak korban, serta Yanto dan Tasrok yang merupakan sopir keluarga.
Sementara itu, Zanette Kalila (13) ditemukan masih hidup bersama Emi, Santi (22), dan Fitriani serta Windy.
Salah seorang korban yang bernama Diona Arika memang masih seumuran sama kita.
Ia tercatat pernah bersekolah di SMA Bakti Mulya (BM) 400 selama setahun.
Beberapa teman sekolah Diona tampak terpukul lantaran kehilangannya.
"Anaknya nggak pernah macem-macem dan lebih banyak pendiam," kata Aisyah, siswi SMA BM 400, di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, Rabu (28/12).
Aisyah nggak menyangka kerabatnya itu meninggal dalam kondisi tragis.
Awalnya ia tak percaya dengan berita di media sosial soal pembunuhan yang merenggut nyawa Diona.
Setelah melihat pemberitaan terus-menerus, Aisyah pun percaya bahwa ia benar-benar kehilangan kerabat terbaiknya.
"Saya mau ke sana pas tahu kebenarannya, tapi enggak jadi karena di sana lagi hectic (ramai) polisi juga kan," kata Aisyah.
Aisyah dan kerabat lainnya di SMA BM 400 memutuskan untuk hadir di pemakaman Diona sebagai ucapan bela sungkawa.
Sementara itu, kerabat lainnya, Irfan mengatakan Diona sosok yang tak memilih teman.
Salah satu buktinya, saat Diona mengundang semua teman se-angkatan di SMA BM 400 ke acara ulang tahunnya.
Padahal, saat itu Diona sudah pindah sekolah.
"Ada sekitar 100-an orang datang saat itu dan Diona sapa kita semua," cerita Irfan.
(Kompas.com/Kahfi Dirga Cahya)