Penentuan Harga Saham Freeport Tidak Boleh Memasukkan Nilai Cadangan di Bawah Tanah
Arcandra Tahar meminta PT Freeport Indonesia dalam penentuan harga pelepasan saham 51 persen tidak memasukkan komponen cadangan tambang
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar meminta PT Freeport Indonesia dalam penentuan harga pelepasan saham 51 persen tidak memasukkan komponen cadangan tambang yang masih di bawah tanah.
"Intinya harganya harus fair market value, seperti apa? Tidak boleh memasukkan nilai cadangan yang ada di bawah, karena cadangan itu adalah milik negara, jadi cadangan tersebut yang berhak negara," tutur Arcandra di Jakarta, Sabtu (21/1/2017).
Pelepasan saham 51 persen tersebut setelah perusahaan asal negeri Paman Sam itu, berubah skema kerjasamanya dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Mineral dan Batu Bara.
"Dulu 10 persen (pelepasan saham) saja dihargai 1,7 miliar dolar AS. Ke depan, fair market value itu tidak memasukkan cadangan yang ada di bawahnya, itu keputusan Kementerian ESDM," tutur Arcandra.
Menurutnya, proses perubahan KK menjadi IUPK dari perusahaan tambang diperlukan waktu 14 hari sejak diserahkan permohonan, dimana Freeport nantinya wajib divestasi 51 persen setelah mendapatkan IUPK.
"Kalau dia (Freeport) jadi IUPK ya harus tahun ini," ucap Arcandra.
Sementara mengenai jalur divestasi 51 persen saham Freeport, dapat dilakukan ke pemerintah, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), perusahaan swasta nasional dan penawaran umum perdana (Initial Public Offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia.