Anies dan Sandi Beda Pendapat Soal Program DP 0 Rupiah
Kala itu, Anies mengkritik program perumahan Pemprov DKI Jakarta saat ini yang terus bergantung pada penyediaan rusun.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program perumahan milik pasangan calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno berupa uang muka atau down payment (DP) 0 Rupiah untuk rumah dengan harga Rp 350 juta dan di bawahnya diklaim bakal serupa dengan program Housing and Development Board (HDB) Singapura.
Menurut Sandiaga melalui konsep serupa HBD tersebut, pihaknya akan fokus menyediakan hunian murah dalam bentuk vertikal. Modelnya akan seperti rumah susun (rusun) yang ada di Jakarta.
"Iya, kalau vertikal tentu bentuknya seperti di Singapura ada HDB. Unit-unitnya vertikal dan itu terjangkau oleh masyarakat. Diberikan pembiayaan yang cukup ringan," kata Sandiaga, saat ditemui di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Jumat (31/3/2017).
Baca: Nusron Didampingi Ulama Madura Ajak Warga Madura Pilih Basuki-Djarot
Baca: Djarot: Saya Deg-degan Lho Ketika Pak Ahok Dibilang Mau Dipecat
Namun, pernyataan Sandiaga tersebut justru berseberangan dengan apa yang disampaikan Anies pada debat di Mata Najwa, Senin (27/3/2017).
Kala itu, Anies mengkritik program perumahan Pemprov DKI Jakarta saat ini yang terus bergantung pada penyediaan rusun.
"Jembatan itu belum disediakan Pemprov DKI Jakarta karena selalu bergantung kepada rusun. Kalau program ini (DP 0 Rupiah) tidak, karena suplai yang ada di masyarakat, masyarakat menjual rumah, ukuran apapun juga dan syaratnya ini rumah pertama dan untuk ditinggali," ujar Anies.
Kendati demikian, Sandiaga tak menutup kemungkinan dalam program DP 0 Rupiah juga terdapat rumah tapak murah.
"Bisa ada. Tapi buat kami nanti untuk yang di tanah Pemprov fokusnya itu di hunian vertikal," ucap Sandiaga.
Selain itu, perbedaan pendapat antara keduanya juga muncul terkait program hunian yang serupa HDB Singapura.
Sandi menyamakan Program DP 0 Rupiah dengan HDB Singapura di mana pemprov-lah yang berlaku sebagai pengembang, pembangun, dan melakukan pemeliharaan atas flat atau rusun yang telah dibangun.
Sebaliknya, Anies menuturkan pengadaan atau pasokan justru berasal dari warga yang menjual rumahnya seharga Rp 350 juta atau di bawahnya. Konkritnya adalah warga memiliki kesempatan untuk memilih rumah mereka.
"Pemerintah bisa saja menyiapkan, tetapi di sisi lain ada supply dan demand warga. Ini yang kita selesaikan dengan memberikan kesempatan bantuan untuk pembiayaan. Jadi bukan pemerintah membangun rumahnya saja. Jadi jangan membayangkan program ini kami membangunkan rumah," jelas Anies.
Sekadar informasi, HDB Singapura bersifat nirlaba. Lembaga ini memiliki dua fungsi utama, yakni untuk mengelola sisi permintaan sehingga bertindak laiknya Lembaga Penerbit Kredit Perumahan dan untuk mengelola pasokan.
Terkait suplai tersebut, HDB berfungsi sebagai pengembang, pembangun, dan melakukan pemeliharaan atas flat HDB yang telah dibangun.
Perbedaan pendapat Anies-Sandi karena memang belum adanya skema jelas terkait Program DP 0 Rupiah tersebut.
Keduanya juga selama ini belum menjelaskan hal tersebut secara gamblang kepada publik.
Untuk mencerahkan publik soal rumah murah dengan DP 0 Rupiah itu, Sandi mengaku akan membuat forum group discussion (FGD) terbuka.
Ia berencana mengundang sejumlah organisasi seperti Real Estate Indonesia (REI), Kadin, HIMPI, akademisi dan kalangan lainnya.
"Konsepnya sudah kita launching. Diskursus ini penting, silakan didengar dan kita menjawab. Dan sebuah diskusi yang fokus. Wartawan nanti diundang untuk dengar apa yang jadi posisi kita berkaitan dengan perumahan dengan DP 0 Rupiah ini," pungkasnya.
Penulis: Ridwan Aji Pitoko