Fitriani: Aku Dijual Suami ke Pria Hidung Belang hanya Demi Rp 50 Ribu
Malang benar nasib Fitriani. Sang suami kerap memukuli. Bahkan demi uang Rp 50 ribu, ia dijual pada pria hidung belang.
TRIBUNNEWS.COM, DELISERDANG - Malang benar nasib Fitriani. Sang suami kerap memukuli. Bahkan demi uang Rp 50 ribu, ia dijual pada pria hidung belang.
Wajah Fitriani (16) tampak kuyu dan letih. Perempuan berparas ayu dan berambut sebahu ini hanya sesekali menjawab setiap pertanyaan yang diajukan penyidik Kanit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) Polres Deli Serdang, Iptu Aslinda.
Suara Fitri, begitu sapaan perempuan ini sehari-hari, terdengar semakin pelan bahkan tak terdengar. Usai diperiksa polisi, kepada NOVA, Fitri cerita panjang lebar.
Namaku Fitriani. Aku berasal dari Dusun II Desa Sungai Putih, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang (Sumut). Orang-orang mungkin menganggapku masih ABG ( Anak Baru Gede-red ).
Tapi, perjalanan hidupku jangan ditanya. Sungguh penuh onak dan duri.Sejak berusia setahun aku sudah tinggal dengan orangtua angkat. Aku tak tahu dan tak mau tahu bagaimana ceritanya aku bisa menjadi anak angkat. Tak usah kusebut juga siapa nama orangtua angkatku itu.
Hatiku sakit setiap ingat, kok tega-teganya orangtua kandungku menelantarkan aku. Namun, kuakui walau tinggal dengan orangtua angkat yang pas-pasan, mereka sangat menyayangi dan memperhatikan segala kebutuhanku. Bahkan, mereka menyekolahkanku walau cuma sampai SD.
Nah, karena sekolahku putus di tengah jalan, otomatis selain membantu ibu kerjaanku lebih banyak main.Hingga suatu kali aku dikenalkan teman dengan seorang pemuda bernama Tony Anggara (23) yang rumahnya tak jauh dari rumahku.
Kuakui begitu kenal Tony pertama kali aku sudah mengaguminya. Tony pemuda yang jujur, baik, sayang, perhatian dan bertanggung jawab. Tentu itu adalah syarat dan impian setiap wanita, kan? Begitu pula denganku.Tak kupungkiri aku jatuh hati. Dan, gayung cintaku pun disambut Tony.
Melalui hari-hari bersama Tony aku merasakan kenyamanan yang luar biasa. Kuakui, aku memang membutuhkan seorang figur pria. Mungkin figur itu ada pada diri Tony. Tak berlama-lama pacaran, Tony mengajakku menikah. Namun, karena aku belum cukup umur, agak sulit bagi Tony melamarku.
Lantas Tony mengajakku lari ke rumah temannya. Sempat seminggu kami di rumah temannya itu, Tony tetap berlaku sopan padaku.
Kemudian aku dipulangkan ke rumah orangtua.Begitu tiba di rumah, Ibu sempat marah. Ibu lalu berpikir, karena sempat di bawa lelaki, aku disarankan segera menikah dengan Tony. Dan Tony pun akhirnya melamarku.
Aku menikah setelah setahun pacaran.Hanya saja sebagai syarat perkawinan, ibuku minta hantaran perkawinan Rp 10 juta. Permintaan itu membuat Ibu Tony, Iyah, sedikit kecewa. Iyah bilang, dia tak punya uang sebanyak itu. Akhirnya ibuku menurunkan permintaannya, tinggal Rp 4 juta saja.
Permintaan sih dipenuhi, cuma setelah itu Iyah kelihatan tak begitu menyukai aku. Saat akan dilakukan ijab kabul, kami terbentur masalah lagi. Karena usiaku masih di bawah umur, aku belum diizinkan menikah di KUA.
Alhasil, aku dan Tonny menikah atas izin kepala desa. Setelah menikah kami tinggal di rumah orangtuaku. Tapi baru beberapa bulan, Tony mengajak pindah ke rumah orangtuanya. Itu pun tak lama.
Aku diajak Tony ke Desa Rimba Sawah, Aceh. Dua bulan di sana kami pulang lagi ke Galang. Walau aku tahu suamiku hanya pekerja serabutan di perkebunan, kadang memotong sawit atau mengarit rumput, tapi kami bahagia.
Toh, aku juga bukan perempuan hebat sekali. Mendapatkan Tony juga sudah merupakan anugerah buatku. Namun, lama kelamaan hal itu memicu masalah. Kalau sedang tak dapat pekerjaan, untuk makan sehari-hari pun kami harus meminta dari orangtua. Tony juga mulai suka marah-marah.
Suatu hari di awal bulan Juli 2008, Tony mengajakku pergi ke kafe. Kupikir, mungkin suamiku sedang banyak rezeki. Apalagi kafe yang kami tuju tergolong cukup besar dan mewah. Dengan girang, aku pun tak menampik ajakannya. Di kafe itu terdapat banyak pondok-pondok yang rata-rata dipenuhi anak-anak yang seusia denganku.
Di dalam kafe kami bertemu dengan seorang wanita. Lantas, tiba-tiba wanita itu mengenalkan aku dengan Paiman, pria yang katanya seorang tentara. Saat itu aku sungguh heran, kenapa kok suamiku diam saja. Seharusnya pria yang melihat istrinya dikenalkan dengan pria lain, pasti marah dan tersinggung. Anehnya lagi, setelah itu aku malah ditinggal Tony.
Sungguh keterlaluan Tony! Aku panggil-panggil dia sok cuek saja. Sementara tanganku langsung digandeng oleh pria itu dan diajak pergi putar-putar Kota Lubuk Pakam, Deli Serdang. Walau Paiman berusaha baik dengan membelikanku baju dan makanan, aku sungguh ketakutan. Syukurlah tak lama Paiman mengantarku kembali ke Kafe. Saat itu Tony sudah menungguku untuk pulang. Walau hati ini mendidih rasanya, aku tak bisa berbuat apa-apa.
Keesokannya Tony memaksaku ke kafe lagi. Aku sudah mati-matian menolak, tapi Tony bilang aku harus mau agar kami bisa makan. Sakit hatiku mendengarnya. Tapi lagi-lagi, aku tak kuasa mengelak. Tiba di kafe, kami bertemu Paiman lagi.
Pria itu bilang ke Tony, "Ton, bisa istrimu dibawa lagi?" Spontan Tony menjawab, "Boleh, tapi mana duitnya dulu."
Lantas, uang Rp 50 ribu berpindah ke tangan Tony. Ya Tuhan, itu terjadi di depan mataku sendiri. Suami yang kubangga-banggakan tega menjualku. Apa yang terjadi selanjutnya, aku enggan menceritakan kembali.Begitulah, berulang kali aku dipaksa melayani pria-pria hidung belang, bahkan tak jarang mereka mencekokiku dengan minuman keras.
Aku dibayar Rp 50 ribu hingga Rp 150 ribu. Tapi, uang itu semuanya diambil Tony. Aku lihat, Tony jadi ketagihan bisa dapat uang tanpa harus kerja. Setiap pulang dari kafe, aku menangis sepanjang jalan.
Akhirnya aku mulai lelah 'dikadali' Tony. Enak saja, aku yang menanggung derita, dia ongkang-ongkang kaki. Aku pun mulai pasang strategi. Ketika aku dikenalkan dengan seorang pria, langsung kuminta uang duluan tanpa sepengetahuan Tony. Setelah itu si pria kuajak ngobrol sebentar, lalu aku pamit pergi ke belakang.
Sampai di belakang aku bukannya balik menjumpai pria, tapi pulang ke rumah. Begitu berulang kali.Rupanya aksiku itu membuat Tony naik pitam. Sabtu (19/7) malam, saat sedang duduk-duduk di depan rumah ibuku tiba-tiba Tony muncul. Ia langsung memukul dan menendangku hingga badanku babak belur. Ibu yang tak terima mengajakku melapor ke polisi. Awalnya aku ragu. Ya namanya suami sendiri, manalah aku tega.
Namun, akhirnya kukuatkan hati. Di depan penyidik kubongkar semua perbuatan bejat Tony. Ibu sampai syok mendengarnya. Tony dijebloskan ke penjara.Kini, hidupku jauh lebih tenang rasanya. Aku kembali ke rumah ibu. Sehari-hari kuhabiskan waktu membantu membuat batu bata di halaman rumah.(*)