Disebut Sandiaga Bukan Budaya Warga DKI, Dishub: Penerimaan Parkir Meter Naik Sampai 400 Persen
Wakil Kepala Dinas Perhubungan (Wakadishub) DKI Jakarta Sigit Wijatmoko menyebut, dari segi pendapatan, parkir meter masuk kategori efektif.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama soal penerapan parkir meter di sejumlah tepat dikritik oleh Sandiaga Uno wakil gubernur DKI terpilih.
Sandiaga menilai parkir meter bukanlah budaya warga Jakarta. Menurutnya, sistem parkir meter yang diterapkan di Jakarta tidak cukup berhasil mencegah kebocoran.
Namun Wakil Kepala Dinas Perhubungan (Wakadishub) DKI Jakarta Sigit Wijatmoko menyebut, dari segi pendapatan, parkir meter masuk kategori efektif.
"Kalau bicara dr penerimaan, kenaikan bisa 300 sampai 400 persen dari sebelumnya. Kalau kita bicara nilai rupiahnya, kenyataan 300-400 persen naiknya," kata Sigit kepada wartawan di Balai Kota, Kamis (4/5/2017).
Jumlah tersebut, kata Sigit, adalah jumlah persentase pendapatan secara keseluruhan di Jakarta.
Sebagai contoh, Sigit mengatakan pendapatan parkir di Jalan Agus Salim atau Jalan Sabang sebelum ada parkir meter sebesar Rp 500 ribu-1 juta. Setelah ada parkir meter, pendapatan parkir di Jalan Sabang bisa mencapai Rp 8 juta.
"Misalnya di (Jalan) Sabang waktu itu kan hanya Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta per hari. Hari ini sudah di atas Rp 8 juta satu harinya," kata Sigit.
Lebih lanjut Sigit menjelaskan, dengan adanya parkir meter membuat pendapatan lebih transparan.
Selain itu, pendapatan dari parkir yang besar bisa digunakan untuk memperbaiki infrastruktur jalan dan meningkatkan kesejahteraan juru parkir (jukir).
"Justru dengan penggunaan parkir meter ini, pendapatan kita lebih transparan yang nanti juga dikembalikan. Selain untuk infrastruktur jalan dan parkir juga bisa meningkatkan kesejahteraan jukir," kata Sigit.
Diberitakan sebelumnya, Sandiaga menilai pola yang diterapkan dalam sistem parkir model tersebut tidak cocok dengan budaya orang Indonesia.
Hal itu dilontarkannya saat diundang untuk mendapat pemaparan dari pengembang aplikasi "Jukir" di kantor Bubu.com yang berlokasi di kawasan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (2/5/2017).
Pada kesempatan itu, pengembang aplikasi "Jukir" memaparkan mengenai tidak efektifnya penerapan sistem parkir meter di Jakarta.
Dirinya menilai, karena kebanyakan warga yang memarkirkan kendaraannya bukan membayar sendiri biaya parkir langsung di mesin, melainkan menitipkan uangnya ke juru parkir.
"Ini yang bisa jadi celah adanya permainan," ujar salah seorang pengembang aplikasi "juru parkir" kepada Sandi.
"Iya parkir meter bukan budaya kita tuh," ujar Sandi menanggapi.
Selama pemaparan, para pengelola aplikasi mengatakan bahwa sistem parkir dengan pembayaran secara online melalui aplikasi "Jukir" kini sudah diterapkan di banyak lokasi di Kota Bekasi dan Tangerang Selatan.