Buruh Pelabuhan Dukung Aksi Mogok Pekerja JICT
Dukungan ini dilakukan karena pekerja menilai ada kesewenangan pemegang saham JICT yang memaksakan perpanjangan kontrak walau banyak kejanggalan
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setidaknya 10.000 buruh pelabuhan dari Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI) akan mendukung aksi mogok pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT), 15-20 Mei 2017 mendatang.
Dukungan ini dilakukan karena pekerja menilai ada kesewenangan pemegang saham JICT yang memaksakan perpanjangan kontrak walau banyak kejanggalan.
Pemerintah diminta untuk meninjau ulang perpanjangan kontrak tersebut karena dari hasil investigasi Panitia Khusus Angket DPR RI tentang Pelindo II, menyatakan perpanjangan JICT harus batal," kata Nova Sofyan Hakim, Sekretaris Jendral Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI) dalam keterangan pers, Selasa (9/5/2017).
Hal ini diperkuat dengan hasil audit Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) BPK, no. 48/Auditama VII/PDTT/12/2015 yang menemukan bahwa perpanjangan JICT dilaksanakan tanpa persetujuan pemerintah dalam hal ini Menteri BUMN dan Menteri Perhubungan.
Baca: Pekerja JICT Demo Perpanjangan Kontrak Pelabuhan Petikemas Hutchison
Menurut laporan BPK, negara juga dirugikan USD 50 juta (Rp 650 milyar) akibat tidak optimalnya uang muka perpanjangan oleh Hutchison.
"Selain itu saham Pelindo II belum mayoritas (51%) sebagaimana dipersyaratkan Menteri BUMN jika ingin melakukan perpanjangan kontrak JICT," katanya.
Hutchison pun diuntungkan dengan membeli murah JICT (USD 215 juta) dan Koja (USD 50 juta tanpa valuasi) yang notabene memiliki marketshare 70 persen di Tanjung Priok.
"Padahal Pelabuhan Priok adalah captive market dan 90 persen barang masuk Indonesia untuk dipakai di dalam negeri. Jadi tidak ada pengaruhnya pasar di Priok dengan keberadaan Hutchison," katanya.
Perpanjangan JICT terbukti tidak ada nilai tambah bagi negara, Pelindo II dan pekerja yang terdiri dari 100% anak bangsa.
Baca: Pekerja JICT Ancam Bakal Demo Selama Lima Hari
Terbukti Hutchison membayar uang sewa perpanjangan kontrak lewat pendapatan perusahaan dan memotong hak karyawan bukannya dari kantong Hutchison sebagai investor.
Pekerja JICT tidak anti investasi asing namun jika perpanjangan kontrak yang cacat hukum ini diteruskan, maka akan menjadi preseden buruk penegakan hukum terhadap investasi di Indonesia.
"Jika tidak diperpanjang dengan Hutchison, Pelindo II memperoleh pendapatan lebih dari JICT yang dapat digunakan untuk merelaksasi keuangan perseroan,' katanya.
Namun apabila tetap diperpanjang, sebaiknya saham asing dibatasi dengan proses valuasi dan lelang yang transparan. Contoh Pelabuhan Tanjung Pelepas, Malaysia (Saham Maersk Line dibatasi hanya 30%) dan West Port, Malaysia (Saham Hutchison dibatasi hanya 30%).
Isu-isu negatif yang memojokkan gerakan pekerja JICT sengaja dihembuskan untuk mengaburkan substansi pelanggaran hukum dan kerugian negara perpanjangan kontrak JICT.