Fakta di Balik Otopsi Jasad Joya, Pencuri Amplifier Musala di Bekasi yang Dibakar Hidup-hidup
Muhammad Al Zahra alias Joya menjadi korban dalam tindakan main hakim sendiri di Bekasi, Jawa Barat beberapa waktu lalu
Editor: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Muhammad Al Zahra alias Joya menjadi korban dalam tindakan main hakim sendiri di Bekasi, Jawa Barat beberapa waktu lalu.
Ia dibakar hidup-hidup oleh sejumlah warga setelah ketahuan mencuri amplifier dari salah satu musala.
Joya pun tewas secara tragis lantaran terpanggang.
Berkaitan dengan insiden ini, pada Rabu (9/8/2017), pihak kepolisian melakukan otopsi jasad Joya.
Makam korban yang terletak di Kampung Haparan Baru, Perumahan Buni Asih RT 03/03, Cikarang Kota, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi pun dibongkar.
Lebih lanjut, sejumlah fakta berkaitan dengan hal ini pun terkuak.
Dihimpun Tribunwow.com, berikut ulasannya:
1. Istri tak ikut proses otopsi
Siti Zubaedah (25), istri Joya ternyata tak ikut dalam proses otopsi jenazah suaminya.
Dijelaskan Kuasa Hukum Keluarga Joya, Abdul Chalim Soebri, wanita yang kini tengah mengandung tersebut masih syok.
"Bu Zubaedah istirahat di rumah karena secara psikologis sangat berat untuk melihat makam sang suami dibongkar. Dia juga masih syok," katanya, Rabu (9/8/2017) sebagaimana dikutip dari Warta Kota.
Sementara itu, dalam pembongkaran makam Joya itu tampak ayah kandung korban, Asmawi (55), bapak mertua korban Pandi (53), dan kedua adik korban.
"Kerabat korban sudah datang ke lokasi pemakaman sejak pukul 08.00, tapi sekarang kita istirahatkan dulu di salah satu rumah warga di sini," katanya.
Chalim pun berharap pihak kepolisian bisa mengungkap pelaku tindak keji pada Joya ini secepatnya.
"Kalaupun almarhum bersalah karena telah mencuri, tapi tidak dibenarkan juga warga main hakim sendiri. Serahkan kasus ini ke polisi biar mereka yang menanganinya," jelas Chalim.
2. Keluarga ternyata tak boleh saksikan otopsi
Meski sempat diizinkan untuk datang ke lokasi pemakaman, pihak keluarga MA ternyata tak diperbolehkan menyaksikan proses otopsi.
Alasannya, karena mengacu pada kode etik kedokteran.
"Awalnya kita dibolehkan masuk untuk melihat pelaksanaan autopsi. Pak Asmawi (56) juga sudah melepaskan sandalnya, tapi mendadak tidak diizinkan masuk oleh petugas Forensik Mabes Polri," kata Kuasa Hukum keluarga Joya, Abdul Chalim Soebri di TPU Kedondong, Perumahan Buni Asih, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Rabu (9/8), seperti diberitakan Warta Kota.
Chalim mengatakan, ayah Joya sangat kecewa dengan keputusan itu.
Padahal Asmawi ingin melihat kondisi sang anak saat proses autopsi.
Bahkan pihaknya telah menjamin tidak akan mengganggu kinerja petugas saat mengautopsi jenazah Joya.
"Sejak proses pemakaman Joya, pak Asmawi tidak mengikutinya karena sedang berobat di klinik. Dia mendadak sakit dan kondisinya terus menurun saat mengetahui anaknya tewas dibakar. Karena itu, pak Asmawi bersedia mengikuti proses autopsi, namun justru ditolak," ujar Chalim.
3. Polisi masih pelajari penyebab kematian
Hingga saat ini, pihak kepolisian pun belum bisa menjelaskan soal penyebab kematian Joya.
Padahal, polisi sudah melakukan otopsi.
"Kita serahkan kepada tim dokter Labfor Mabes Polri hasil autopsi terhadap jenazah korban," ujar Kepala Unit Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Satreskrim Polrestro Bekasi AKP Arif Budiyanto pada Rabu (8/9/2017).
"Selain mencari tahu penyebab kematiannya, autopsi dilakukan sebagai dasar penyidikan terkait kasus pengeroyokan yang dialami korban," jelas Arif.
Namun diprediksi, hasil autopsi baru bisa diputuskan sepekan kemudian.
"Hasilnya belum ada karena masih dalam pemeriksaan petugas," kata dr Astri, petugas Forensik yang juga ikut dalam otopsi. (Tribunwow.com/Dhika Intan)