Kebudayaan Betawi Sangat Mendesak untuk Dilestarikan
Kebudayaan dan Betawi sangat mendesak untuk dilestarikan. Kurangnya kesadaran warga Jakarta dan derasnya pembangunan fisik di Ibu Kota negara ini
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebudayaan dan Betawi sangat mendesak untuk dilestarikan. Kurangnya kesadaran warga Jakarta dan derasnya pembangunan fisik di Ibu Kota negara ini mempersempit ruang gerak dan tumbuh kembang seni budaya Betawi. Budaya Betawi dalam kondisi siaga satu.
Untuk itulah, Yayasan Benyamin Sueb tergerak untuk menguatkan seni budaya betawi agar tetap eksis tak tergilas zaman. Hal ini tercetus dalam deklarasi Betawiisme.
"Saya Betawi dan Betawi adalah saya," ungkap Ketua Yayasan Benyamin Sueb, Beno Rahmat Benyamin, Jumat (10/11/2017).
Acara pemukulan gong sebagai tanda deklarasi dilakukan bersama yakninyiga tokoh budaya betawi, Beno Rahmat Benyamin, Beni Pendawa Benyamin, dan Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi Tatang Hidayat.
Selanjutnya, Tatang Hidayat menuturkan, pembangunan Jakarta saat ini masuk pada era modern dan kencangnya budaya internasional mengikis seni tradisional.
Faktor yang lainnya, makin sempitnya ruang Jakarta yang berubah menjadi pemukiman Apartemen, sehingga mempersempit seni budaya betawi untuk tumbuh dan berkembang.
"Tetapi faktor terbesar untuk eksistensi seni tradisinya ya kembali lagi kepada masyarakatnya," ujar Tatang.
Untuk menghindari punahnya seni tradisi itu. Sebagai bentuk kepedulian kami, sambungnya, yang berangkat dari cinta kami kepada budaya betawi dan memberi ruang. Pemerintah juga jangan hanya melulu berorientasi kepada pembagunan fisik.
Kita ingin seni budaya betawi kedepan dapat membentuk karakter pelaku lainnya yang santun. Untuk itu perlu ada kesungguhan dari pemerintah. Dengan cara menstimulasi sanggar betawi itu sendiri. Seperti dukungan memudahkan perizinan untuk meningkatkan kegiatan budaya betawi.
Menurutnya, saat ini kondisi sanggar betawi disebabkan karena sepinya order. Dibutuhkan banyak kegiatan festival dan lomba untuk memotivasi sanggar Budaya Betawi agar melatih anak-anak muda yang memiliiki tantangan berat kedepan.
"Seperti biaya operasional masih dibebankan kepada sanggar betawi," ungkapnya.
Dan ini kebijakan pemerintah menstimulan agar sanggar itu tetap bertahan. Seperti halnya biaya BOS pada dunia pendidikan, kalau di sini agar sanggar betawi itu tetap berjalan.
"Seperti untuk menutupi biaya listrik dan biaya pelatih," tuturnya.
Kemudian alat tradisional yang semakin minim. Seperti halnya kekayaan alat gambang kromong tinggal 30 saja. Tanjidor sekarang hanya 3 group dan keroncong hanya 1 group saja. Jumlah sanggar Betawi pun saat ini menurun.
Saat ini di tahun 2017 saja ada 150 sanggar budaya betawi meliputi produk budaya, industri kreatif, teather, tari, pencaksilat, kuliner. Dan semuanya terdaftar di Kebudayaan Betawi. Dari tahun 1980-an yang mencapai 300 sanggar budaya betawi.
"Sebab banyak mereka yang beralih profesi. Sebaliknya kaderisasi minim. Sehingga diperlukan konsistensi dari pemerintah," ujar Tatang.
Pemerintah diberikan keleluasaan untuk meregulasi. Dan diharapkan menjadi alat kontrol sejauh mana regulasi itu berjalan dan dapat mengantisipasi, melestarikan jangan sampai seni tradisi kearifan lokal ini hilang.
Pada UU No. 29 tahun 2007 pasal 27 menyatakan bahwa pemerintah DKI wajib melestarikan budaya betawi dan budaya nusantara lainnya.
Kemudian Perda No. 4 tahun 2015 tentang pelestarian kebudayaan betawi dan Pergub no. 229 tahun 2016 tentang penyelenggaraan pelestarian kebudayaan betawi.
Jadi siapapun yang melestarikan budaya betawi secara konstitusi dilindungi.
"Jadi sudah ada payung hukumnya, seni budaya Betawi harus dilestarikan. Di hotel-hotel di Jakarta pun harus mendukung upaya pariwisata kebudayaan betawi," jelasnya.
Kita harap kepada Gubernur dan Wagub DKI konkretnya, pembangunan karakter itu juga penting. Sehingga sekolah-sekolah pun berkarakter budaya betawi.
"Sekolah juga diharap dapat membuka ekstrakulikuler seni budaya betawi. Mudah-mudahan akan muncul pelaku baru dengan ekskul tadi," ujar Tatang.
Ketua Yayasan Benyamin Suaeb, Beno Rachmat Benyamin menyatakan, budaya dan ekonomi, merupakan pintu masuk kita untuk menjadi bangsa yang berbudaya, adil dan makmur. Bila rusak budaya suatu bangsa, maka tinggal menunggu waktu hancurnya negara.
Sehingga menjaga kelestarian budaya, sama halnya menjaga persatuan dan kesatuan, dalam kesejahteraan yang berkeadilan sosial.
Nilai-nilai budaya betawi yang terbuka, religius, berkeadilan sosial, dan mengedepankan musyawarah untuk mufakat, cerminan Pancasila sebagai dasar negara.
Budaya Betawi terbukti telah berkontribusi terhadap persatuan dan kestabilan sosial, hingga Jakarta menjadi ibukota negara hingga saat ini.
"Nilai-nilai Budaya Betawi ini diharapkan terus hidup dan menjadi perekat warga jakarta yang berasal dari berbagai suku, bangsa dan agama," tandasnya.
Oleh sebab itu, sambungnya, bertepatan dengan semangat hari pahlawan, kita sama-sama canangkan program untuk mendukung upaya pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Sebagai upaya melestarikan budaya Betawi, sekaligus mendukung upaya peningkatan ekonomi masyarakat jakarta yang berkeadilan sosial.
Berbicara tentang 3 hal besar, yaitu demand atau permintaan, supply atau ketersediaan dan enabling environment atau lingkungan yang mendukung.
Dengan berbekal seadanya, dan didasari niat untuk berbuat semampunya, kami menyusun sebuah program kemudian kami luncurkan kemarin.
Permintaan masyarakat akan seni budaya Betawi, akan menghidupkan ekonomi pelaku seni Budaya Betawi yang akhirnya akan meningkatkan kualitas seni budaya betawi.
Dengan permintaan yang tinggi pula, akan terjadi proses regenerasi pelaku seni Budaya Betawi.
Demikian pula dengan peningkatan ekonomi masyarakat. Dengan menumbuhkan jiwa kewirausahawanan yang dilengkapi dengan keterampilan yang mendukung serta akses untuk permodalan dan pemasaran, diharapkan dapat melahirkan wirausahawan tangguh yang mampu berkembang dengan sehat dan menciptakan lapangan kerja baru.
Lewat program Betawiisme, Yayasan Benyamin Suaeb dan Bens Radio mengajak pihak-pihak terkait, berupaya mendukung pemerintah DKI Jakarta dalam upaya Pelestarian Seni Budaya Betawi dan Penguatan Ekonomi Masyarakat Jakarta.
Turut hadir dalam kegiatan itu, Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) DKI Jakarta, Mpok Fery Farhati Ganis, Ketua Lembaga Kesenian Betawi, Tatang Hidayat dan Ketua UPT Setu Babakan dan jajarannya serta pimpinan dan pengurus gerakan Oke Oce dan anggotanya.