TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rumah dengan pagar hitam dan cat warna krem terlihat tertutup dan sepi.

Namun, dari luar terlihat pintu rumah terbuka, dan terdapat beberapa orang yang sedang duduk-duduk di dalam rumah.

Di depan rumah masih terpasang tenda dan tumpukan bangku, yang digunakan untuk pengajian kemarin dan hari ini.

Pada area masuk Gang IV, Jalan Bangka Raya, Jakarta Selatan, terdapat bendera kuning yang berkibar.

Dalam bendera kuning tersebut tertulis bahwa telah meninggal seseorang bernama Kiki Darma Yuda, yang tinggal tidak jauh dari pintu masuk gang tersebut.

Baca: Pacar Kerap Diomeli Orang Tua, Seorang Pemuda Pilih Gantung Diri

Ketika Wartakotalive mencoba menghampiri rumah tersebut, pagar terlihat tertutup dan hanya ada seorang ibu yang sedang menggendong anak kecil sambil menyapu.

Dari keterangan warga, ibu tersebut adalah ibunda dari almarhum Kiki yang pada Selasa (5/12/2017) kemarin bunuh diri dan meninggal di kamarnya.

Namun, ketika Wartakotalive mencoba menyapa ibu tersebut dan ingin berbincang, ibu tersebut menolak.

Wajahnya terlihat lesu dengan mata yang sembab.

“Maaf ya saya enggak bisa ngobrol dulu,” ujar ibunda Kiki menolak halus untuk berbincang dengan Wartakotalive, Rabu (6/12/2017).

Akhirnya, Wartakotalive mencoba berbincang dengan beberapa warga yang sedang berkumpul di depan rumah almarhum Kiki.

“Kiki itu orangnya baik, enggak ada macem-macem. Dia sering kok nongkrong di depan rumahnya atau di dekat-dekat sini,” tutur tetangga Kiki yang tidak ingin disebutkan namanya.

Tetangganya pun kaget dengan tindakan yang dilakukan oleh Kiki, karena selama ini tidak pernah mendengar permasalahan tersebut.

“Kalau pacarnya, Wulan, bukan warga sini, tapi kemarin dia (Wulan) sempat datang dan pingsan. Mngkin kaget kalau Kiki udah enggak ada,” cerita wanita yang mengaku mengenal keluarga Kiki itu.

Kiki merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

Adiknya yang paling kecil masih berusia 2 tahun.

Diberitakan sebelumnya, kemarin Kiki Darma Yuda (22) mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri, hanya karena ibunya melarang ia pacaran dengan sang pujaan hati, Wulan. (*)

Penulis: Yosia Margaretha