Gubernur Anies Baswedan: Saya Tidak Pernah Menangkap Orang yang Kritik Saya
"Setiap warga negara berhak menyampaikan pandangannya, tidak ada larangan sama sekali," kata Anies Baswedan.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan dirinya tidak pernah menangkap orang yang melontarkan kritik kepadanya.
Hal itu diutarakan Anies saat menghadiri acara di Kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu petang, (26/5/2019).
"Saya gak pernah menangkap orang yang mengkritik saya, sama sekali," kata Anies.
Pernyataan Anies tersebut keluar saat ditanya soal adanya petisi yang meminta Presiden Jokowi dan Mendagri mencopotnya sebagai gubernur.
Anies mengatakan bahwa petisi tersebut muncul 2 bulan lalu.
Menurutnya setiap orang berhak menyuarakan pendapatnya.
"Setiap warga negara berhak menyampaikan pandangannya, tidak ada larangan sama sekali," kata Anies Baswedan.
Menurutnya tidak ada larangan di Indonesia untuk menyampaikan pendapat atau pandangan suatu permasalahan.
Sehingga seorang pejabat publik, harus siap dikritik bahkan dicaci.
"Harus mau dikritik harus bahkan dicaci makipun harus biasa-biasa saja," katanya.
Menurut Anies bila berada di wilayah publik, maka seorang pejabat tidak boleh hanya ingin dipuji saja.
Melainkan harus siap dikritik dan dicaci.
"Diminta turun-naik (jabatan), karena itu prinsipnya sama. Dicaci tidak tumbang, dipuji tidak terbang," katanya.
Seorang pejabat publik juga menurut Anies harus siap menjadi almat keluh kesah warga.
Ia bahkan telah menuliskan di akun twiterrnya itu sebelum menjadi pejabat publik seperti sekrang ini.
Oleh karena itu, ia bersikap biasa saja bila ada petisi menginginkanya dicopot.
"Karena itu kalau ada yang mengkritik engga usah ditangkap. saya engga pernah menangkap orang yang mengkritik saya. sama sekali tidak," pungkasnya.
Kasus Makar
Belakangan ini banyak tokoh yang ditangkap atas kasus dugaan makar.
Tokoh-tokoh yang belakangan terjerat kasus makar di antaranya Kivlan Zen, Eggi Sudjana hingga Lieus Sungkharisma.
Tak hanya tokoh-tokoh ternama tersebut yang terjerat kasus makar, HS dan IY pun dikenani pasal makar akibat video ancaman terhadap Presiden Jokowi.
Lalu, apa yang dimaksud dengan makar itu?
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, makar masuk dalam kelas kata nomina yang berarti akal busuk; tipu muslihat.
Makar dalam KBBI juga diartikan sebagai perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang atau membunuh orang dan sebagainya.
Selain itu, KBBI juga mendefinisikan makar sebagai perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah.
Menurut Pakar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho mengatakan bahwa makar diatur dalam 3 pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 104, 106 dan 107.
"(Pasal) 104 itu terkait keselamatan presiden, 106 terkait dengan pemisahan negara kekuasaan, 107 tentang menghasut untuk menggulingkan pemerintahan yang sah," kata Hibnu kepada Kompas.com, Senin (20/5/2019).
Pasal 104 KUHP
Makar dengan maksud untuk membunuh atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan presiden atau wakil presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Pasal 106 KUHP
Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian dari wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Pasal 107 Ayat 1 KUHP
Makar dengan maksud menggulingkan pemerintah diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 107 Ayat 2 KUHP
Para pemimpin dan pengatur makar tersebbut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun,
Sementara itu, perbuatan makar dalam bentuk pemberontakan diatur dalam Pasal 108 KUHP Ayat 1 dan 2.
Pasal 108 Ayat 1 KUHP
Orang yang melawan pemerintah Indonesia dengan senjata serta orang yang dengan maksud melawan Pemerintah Indonesia menyerbu bersama-sama atau menggabungkan diri pada gerombolan yang melawan Pemerintah dengan senjata dapat dipidana maksimal 15 tahun penjara.
Pasal 108 Ayat 2 KUHP
Para pemimpin dan para pengatur pemberontakan diancam dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Pasal 110 Ayat 2 KUHP
Pidana yang sama diterapkan terhadap orang-orang yang dengan maksud berdasarkan pasal 104, 106, dan 108, mempersiapkan atau memperlancar kejahatan: berusaha menggerakkan orang lain untuk melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan agar memberi bantuan pada waktu melakukan atau memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Hibnu menerangkan bahwa pasal-pasal tersebut termasuk delik formil, bukan materiil.
Masuk dalam delik formil, dugaan makar bisa diadukan meski peristiwa tersebut belum terjadi.
Hibnu kemudian menyoroti kasus dugaan makar yang menjerat HS dan IY yang terlibat dalam video ancaman terhadap Presiden Jokowi.
Hibnu mengatakan perbuatan HS dan IY dapat dikategorikan sebagai perbuatan makar sebab bersifat menghasut.
"Makanya kalau kita lihat beberapa yang dipanggil itu kan video-videonya, kan, menghasut kan di media sosial, menghasut untuk menduduki KPU, menghasut untuk menggulingkan pemerintah, ya delik formilnya kena," ujarnya.
Hibnu menilai penangkapan yang dilakukan terhadap Kivlan Zen, Eggi Sudjana dan Lieus Sungkharisma tidak berlebihan.
Penangkapan tersebut merupakan langkah yang tepat sebagai pencegahan agar makar tak benar-benar terjadi.
"Saya kira ini dalam rangka menjaga keutuhan negara ya sudah tepat, tidak berlebihan. Makanya nanti tergantung pembuktian, masuk kualifikasi atau tidak?" kata Hibnu.
Ia mengatakan, makar yang diatur di KUHP bertujuan melindungi wibawa pemerintahan yang sah serta mencegah perpecahan.
"Itu perlu dilakukan karena itu suatu risiko yang harus dibayar mahal, hukum sebagai sarana pencegahan," pungkasnya.
Kasus dugaan makar yang terjadi belakangan ini
1. Kasus dugaan makar Kivlan Zen
Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayjen (Purn) Kivlan Zen telah diperiksa oleh penyidik selama lima jam, pada Senin (13/5/2019).
Kivlan dilaporkan oleh seorang wiraswasta bernama Jalaludin. Laporan tersebut telah diterima dengan nomor LP/B/0442/V/2019/ BARESKRIM tertanggal 7 Mei 2019.
Pasal yang disangkakan adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 14 an/atau Pasal 15, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 107 jo Pasal 110 jo Pasal 87 dan/atau Pasal 163 jo Pasal 107.
Kasus dugaan makar menjerat calon legislatif (caleg) Partai Amanat Nasional (PAN) Eggi Sudjana.
Eggi Sudjana ditetapkan sebagai tersangka dengan Pasal 107 KUHP dan/atau Pasal 110 KUHP juncto Pasal 87 KUHP dan/atau Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946.
Eggi dilaporkan oleh Suryanto, relawan Jokowi-Ma'ruf Center (Pro Jomac).
Laporan tersebut terdaftar dengan nomor LP/B/0391/IV/2019/BARESKRIM tertanggal 19 April 2019 dengan tuduhan makar yang selanjutnya dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.
3. Lieus Sungkharisma
Lieus Sungkharisma dilaporkan oleh seorang wiraswasta bernama Eman Soleman atas tuduhan menyebarkan hoaks dan berniat melakukan aksi makar.
Laporan tersebut terdaftar dengan nomor LP/B/0441/V/2019/BARESKRIM tertanggal 7 Mei 2019.
Pasal yang disangkakan adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 14 an/atau Pasal 15, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 107 jo Pasal 110 jo Pasal 87 dan/atau Pasal 163 jo Pasal 107.
4. HS dan IY
HS ditangkap karena mengancam akan memenggal kepala Presiden Joko Widodo lewat sebuah video yang kemudian viral di media sosial.
Akibat ucapannya tersebut, Hermawan Susanto dijerat pasal dugaan makar dijerat Pasal 104 KUHP dan atau Pasal 110 KUHP, Pasal 336 dan Pasal 27 Ayat 4 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sementara IY merupakan perempuan yang merekam video ancaman HS tersebut.
IY dijerat Pasal 104 KUHP dan atau Pasal 110 KUHP, dan Pasal 27 Ayat 4 jo Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
5. Mustofa Nahrawardaya
Mustofa sedang diperiksa oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, karena diduga melontarkan ujaran kebencian berdasarkan SARA dan/atau menyebarkan hoaks melalui Twitter.
Dia ditangkap di kediamannya kemarin.
Dalam surat penangkapan bernomor SP.Kap/61/V/ 2019/Dittipidsiber, politisi PAN itu diduga menuturkan ujaran kebencian berdasarkan SARA dan/atau menyebarkan hoaks melalui Twitter.
Menurut keterangan polisi, penangkapan tersebut diduga berkaitan dengan cuitan Mustofa perihal kerusuhan di Ibu Kota pada 22 Mei 2019.
(Tribunnews.com/Fitriana Andriyani/Fathul Amanah/Kompas.com)