Guru Honorer di Tangsel Lapor ke Polisi Setelah Dipecat karena Beberkan Pungli di Sekolahnya
Kasus bongkar dugaan pungli hingga berbuntut pemecatan guru honorer oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Tangerang Selatan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, TANGSEL - Investigasi yang dilakukan oleh Inspektorat Kota Tangerang Selatan tentang dugaan pungutan liar (pungli) di SDN Pondok Pucung 02 diragukan oleh mantan guru honorer, Rumini (44).
Rumini yang pertama kali menyuarakan dugaan pungli di sekolah itu merasa ada yang janggal ketika ikut datang ke kediaman orangtua siswa bersama Inspektorat.
Pasalnya orangtua itu terkesan menutup-nutupi.
Menurut Rumini, awalnya orangtua siswa itu termasuk sebagai orang yang vokal tentang pungutan di SDN Pondok Pucung 02, bahkan dapat menunjukan bukti kuitansi iuran ke pihak sekolah.
"Yang tadinya menyuarakan secara frontal masalah pungutan-pungutan yang terjadi di sekolah sampai kami dapat semua barang bukti, tapi ternyata saat Inspektorat turun semua sudah dikondisikan," katanya di Mapolres Tangerang Selatan, Kamis (4/7/2019).
Baca: Dinas Dikbud Tangsel Investigasi Guru Honorer yang Dipecat Karena Laporkan Pungli di Sekolah
Praktik pungli yang dibongkar oleh Rumini adalah adanya iuran laboratorium komputer, iuran infokus, dan buku pelajaran yang dibeli secara mandiri.
Padahal SDN Pondok Pucung 02 mendapat bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan operasional sekolah daerah (BOSDa).
Sebagai sosok yang berani buka suara tentang praktik pungli di bekas sekolahnya itu, Rumini juga mengaku sempat diminta oleh pihak Inspektorat untuk diselesaikan secara kekeluargaan.
"Inspektorat turun, tetapi mereka meminta kekeluargaan, jujur, dua kali turun, dia minta kekeluargaan, tetapi tetap saya minta independensi,"
Ketika menyambangi kediaman Rumini, Ketua Tim Pemeriksa Khusus (Riksus) Inspektorat Kota Tangerang Selatan, Sulhan mengatakan hanya bekerja memeriksa dugaan pungli dan tidak menawarkan menyelesaikan kasus secara kekeluargaan.
"Kalau kita kan audit, itu mah istilahnya bukan kami, kami yang penting secara fakta menggali informasi nanti kita ramu," katanya, Rabu (3/7/2019).
Lapor Polisi
Kasus bongkar dugaan pungli hingga berbuntut pemecatan guru honorer oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Tangerang Selatan, kini masuk ranah hukum.
Mantan guru honorer di SDN 02 Pondok Pucung Tangerang Selatan, Rumini melapor ke Polres Tangerang Selatan, Serpong, Kamis (4/7/2019).
Rumini melaporkan dugaan pungli di SDN 02 Pondok Pucung Tangerang Selatang. Sebelumnya dia telah membongkar dugaan pungli di sekolah tersebut hingga berbuntut pemecatan atas dirinya.
Didampangi TRUTH (Tangerang Public Transparency Watch) selaku penasihat hukum, Rumini menunjukkan surat laporan polisi nomor LP/775/K/VII/2019/SPKT/Res Tangsel.
Rumini melaporkan dugaan pungli di SDN 02 Pondok Pucung Tangerang Selatang. Sebelumnya dia telah membongkar dugaan pungli di sekolah tersebut hingga berbuntut pemecatan atas dirinya.
"(Laporan) terkait masalah pungli yang ada di SDN Pondok Pucung 2, yang seharusnya sudah dicover dana BOS dan BOSDa tapi masih dibebankan kepada orangtua," kata Rumini di Mapolres Tangerang Selatan.
Dalam laporan polisi oleh Rumini pihak terlapor disebutkan masih dalam penyelidikan. Sedangkan pihak korban adalah para murid SDN 02 Pondok Pucung.
Dalam laporan itu disebutkan adalah dugaan adanya pungutan liar yang melanggar UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU nomor 31 Tahun 1999 Tentang Korupsi.
Bawa Bukti-bukti
Rumini juga membawa bukti yang menguatkan dugaannya tentang praktik pungli yang sudah berjalan di bekas sekolahnya itu.
Barang buktinya berupa kuitansi iuran komputer hingga kuitansi pembayaran pemasangan proyektor yang dikenal sebagai Infocus.
"(Pungli) yaitu pungutan-pungutan yang bertahun-tahun terjadi di sekolah kami, yaitu uang kegiatan siswa Rp 130 ribu, iuran komputer Rp 20 ribu per bulan, kemudian buku selalu membeli sendiri-sendiri siswa itu, dan yang terakhir adalah masalah uang Infocus," paparnya.
Dugaan praktik pungli yang terus disuarakan Rumini mendapat dukungan dari berbagai pihak yakni Komnas HAM, Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan LSM.
"Karena ini tugas bersama dalam pemberantasan mafia pendidikan. Karena dana BOS terlampau besar, tapi masyarakat selalu terbebani dengan hal yang seharusnya sudah ter-cover oleh dana BOS itu," ungkapnya.
Penyakit yang Tidak Kunjung Selesai
Permasalahan pungutan liar (pungli) yang berada di lingkup sekolahan di Tangerang Selatan mencuat setelah mantan guru honorer SDN Pondok Pucung 02, Rumini berani buka suara.
TRUTH (Tangerang Public Transparency Watch) menilai, pungli diibaratkan seperti sebuah penyakit yang tidak pernah benar-benar diselesaikan sejak Kota Tangerang Selatan berdiri.
Selaku tim advokasi, TRUTH berharap Rumini yang membuat laporan ke polisi terkait praktik pungli yang berada di bekas sekolahnya itu dapat benar-benar ditangani secara serius.
"Pungli ini kan ada di setiap tahun, dari mulai Tangsel berdiri sampai hari ini kan pungli tidak di investigasi serius oleh Kota Tangsel. Hari ini kita datang ke Polres Tangsel, ya intinya bahwa pungli ini harus selesai dan tuntas," ungkap Koordinator Advokasi dan Investigasi TRUTH, Jupri Nugroho, Kamis (4/7/2019).
Jupri menambahkan, timnya juga sudah melakukan investigasi tentang dugaan pungli yang dilontarkan Rumini, pihak sekolah dan dinas pun diduga ikut terlibat dalam praktik yang mengatasnamakan sumbangan itu.
"Beberapa statement Taryono (Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tangerang Selatan) itu bukan pungli tapi sumbangan, auannya pada Permendikbud 75," ungkapnya.
Pungli yang dibongkar oleh Rumini dianggap sebagai akumulasi dari pungli yang berada di Kota Tangerang Selatan.
Dari catatan Truth, setidaknya sudah ada delapan laporan dalam empat tahun terkait pungli di SD dan SMP di Kota Tangerang Selatan, akan tetapi kasus-kasus itu tidak kunjung selesai.
"Ya karena terjadi tiap tahun dan Rumini menjadi akumulasi dari beberapa kasus sebelumnya," bebernya.
Penulis: Zaki Ari Setiawan