Sejumlah Mahasiwa dari Luar Jakarta Terpisah dari Rombongan Setelah Ricuh di Gedung DPR
TribunJakarta.com menemui tiga mahasiswa yang mengenakan almamater berwarna ungu, Fikri, Hilmi dan Fajar.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Jaisy Rahman Tohir
TRIBUNJAKARTA.COM, CIPUTAT TIMUR - Sejumlah mahasiswa dari berbagai kampus pulang usai demo di Gedung DPR MPR Jakarta.
Mereka menggunakan KRL dan turun di Stasiun Pondok Ranji, Ciputat Timur, Tangerang Selatan (Tangsel).
Para mahasiswa itu mudah diidentifikasi dari warna-warni jaket almamater yang mereka kenakan.
Meskipun demo dilakukan pada Selasa siang sampai malam (24/9/2019), namun sampai Rabu dini hari (25/9/2019) sejumlah mahasiswa masih terlihat di stasiun.
TribunJakarta.com menemui tiga mahasiswa yang mengenakan almamater berwarna ungu, Fikri, Hilmi dan Fajar.
Mereka dari Universitas Galuh, Ciamis, Jawa Barat.
Baca: Tiga Mahasiswa yang Jadi Korban Aksi Unjuk Rasa di DPR Jalani Perawatan Intensif di RSPP
Baca: Kapolda Metro Jaya Beberkan Sarana Publik yang Rusak Akibat Aksi Unjuk Rasa
Jauh dari kampus dan rumah, mereka terpisah dari 20-an temannya yang berangkat bersama para buruh tani sejak Senin malam (23/9/3019).
"Banyak yang pada mencar, kita bertiga terdampar. Ini lagi nunggu teman. Kita ke rumah teman yang ada di Ciputat dulu," ujar Hilmi.
Fajar menambahkan, kalau mereka akan pulang Rabu siang menggunakan bus.
"Ya paling kita pulang besok, iya Rabu, naik bus," jelasnya.
Fikri, lebih banyak cerita saat situasi chaos di area gedung DPR.
Ia sangat menyayangkan tindakan represif dari aparat kepolisian.
Ia mengatakan, datang jauh-jauh dari Ciamis bersama para buruh tani agar aspirasi mereka didengar.
Namun, yang menyambut justru gas air mata yang membuat pedih mata dan sesak pernapasan mereka.
"Kita datang baik-baik tapi malah disambut gas air mata," ujar Fikri.
Selain tindakan represif aparat, Fikri juga menyayangkan aksi anarkis massa demo yang ia belum tahu apakah itu dari mahasiswa atau massa tak dikenal.
Pembakaran motor dan penghancuran terhadap fasilitas umum, menurutnya akan memberikan stigma buruk terhadap pergerakan mahasiswa.
"Menyayangkan aksi anarkis kaya gitu, jadi stigma buruk juga kan," ujarnya.
Mahasiswa semester lima jurusan Pendidikan Jasmani itu mengaju sering ikut unjuk rasa di daerahnya.
Utamanya, mereka fokus isu pertanian.
Kedatangan mereka ke Jakarta pun ingin menyuarakan suara petani yang menolak RUU Budidaya Pertanian.
"RUU pertanian merugikan petani," ujarnya.
Selain itu, Fikri dan kawan-kawan ingin menyuarakan penolakan terhadap pengesahan Undang-undang KPK yang sudah disahkan.
"Dewan pengawas, itu kan yang paling janggal. KPK menajdi kembaga eksekutif tapi indepnden itu kan rancu banget," jelasnya.
Selain dari Universitas Galuh, di Stasiun Pondok Ranji juga ada Irsyaad dan Wiwik, keduanya adalah mahasiswa baru jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, UIN Jakarta, di Stasiun Pondok Ranji, Ciputat Timur, Tangerang Selatan.
Mereka baru saja turun dari KRL sepulang dari demo di area gedung dewan itu.
Irsyaad mengaku ketagihan ingin ikut jika ada demo lagi. Ia merasa kurang puas karena belum sampai di depan gedung yang bentuknya mirip tempurung kura-kura itu.
Meskipun sempat khawatir akan situasi yang baru pertama ia alami, tapi Irsyaad siap jika besok masih ada demo seperti hari ini.
"Tapi kalau ada demo sih aku mau ikut lagi," ujar Irsyaad.
Ia penasaran bagaimana jika ia benar-benar berdiri di bagian terdepan massa unjuk rasa dan menyuarakan aspirasinya.
Meski masih mahasiswa baru, Irsyaad bukan dengan pikiran kosong berangkat demo, melainkan ia sudah tahu apa yang ingin disuarakan.
"Sudah tahu dong, kita ingin RKUHP dibatalkan, cabut RKUHP," ujarnya.
Sementara temannya, Wiwik merasa kapok ikut demo meskipun awalnya ia merasa senang bisa ikut demo.
"Baru pertama kali, ya asik juga degdegan juga," ujar Wiwik.
Ia mengatakan, alasan mau ikut demo karena temannya dan mahasiswa lain ramai ikut demo tersebut.
Terlebih dosen mata kukiahnya hari ini sudah memberi izin bagi mahasiswa yang ingin ikut berangkat ke Jakarta.
"Tadi karena diajak, ayo ayo yang mau ikut demo. Tapi karena dosen ngizinin juga sih," ujarnya.
Namun, Wiwik mengaku ogah ikut lagi jika diajak demo untuk ke dua kalinya.
Wiwik merasakan sendiri situasi panasnya cuaca saat demo di tengah jalan. Belum lagi situasi chaos berhadapan dengan aparat.
Bahkan temannya yang lain tidak sedikit yang harus dilarikan ke rumah sakit karena pingsan.
"Kan aku perempuan ya, jadi mikir-mikir lagi," ujarnya sambil tersenyum. (*)