Trauma, 4 Bocah Korban Pencabulan Tak Mau Sekolah
Empat anak perempuan korban pencabulan disertai penganiayaan yang dilakukan DA (42) mendapat pendampingan psikologis karena trauma dan belum mau berse
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJNEWS.COM, JAKARTA - Empat anak perempuan korban pencabulan disertai penganiayaan yang dilakukan DA (42) mendapat pendampingan psikologis karena trauma dan belum mau bersekolah.
Kepala UPT Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) DKI Jakarta drg. Silvia, M.AP mengatakan pendampingan diawali dengan melakukan asesmen.
"Dilakukan dengan cara mendengarkan kronologis kejadian dari para korban. Nanti bisa dilihat respon anak tersebut. Apakah dia nanti menangis, biasa saja, atau bahkan sudah lupa," kata Silvia saat dikonfirmasi, Jumat (18/10/2019).
Pun KA (8), TA (9), M (7), dan MI sama-sama jadi korban, dampak perbuatan keji DA yang masih bebas berkeliaran dapat berbeda.
Silvia menuturkan pihaknya masih berupaya memulihkan trauma keempat korban lewat tim psikolog yang dikerahkan.
"Iya sedang kita tangani kasusnya. Kami sedang koordinasi dengan teman-teman psikolog terkait kasus ini," ujarnya.
Meski tak bisa membeberkan kondisi korban karena bersifat privasi, Silvia menyebut pendampingan psikologis juga diberikan ke pihak keluarga.
Pasalnya pihak keluarga, terlebih orang tua cenderung menyalahkan diri mereka karena tak dapat melindungi anaknya.
"Semua orang yang ada di ruang lingkup korban juga harus diberikan pemahaman untuk mendorong penyembuhan mental si anak," tuturnya.
Sebagai informasi, tindak penganiayaan yang dilakukan DA yakni mengikat tangan, menyumpal mulut, menggigit bagian tubuh korban dan melontarkan ancaman pembunuhan.
Kondisi korban para korban yang masih trauma membuat mereka masih enggan bercerita sudah berapa kali mereka dicabuli DA.
Namun DA diduga memanipulasi anak laki-lakinya agar meminta para korban datang ke rumahnya sehingga pelaku dapat mencabuli mereka.
Pelaku Pencabulan 4 Bocah di Jakarta Timur Diduga Manipulasi Anaknya untuk Cari Korban
Pelaku pencabulan disertai penganiayaan terhadap empat bocah di Kecamatan Makasar, DA (42) diduga memanfaatkan kedua anaknya agar dapat beraksi.
Yuli (36), tante satu korban berinisial KA (8) mengatakan pelaku menyuruh anak laki-lakinya mengajak para korban bermain ke rumahnya lalu akhirnya dicabuli.
"Anaknya pelaku ngomong ke korbannya, 'kamu dipanggil sama bapak aku (DA) ke rumah'. Anaknya pelaku ini memang seumuran dan temenan sama korban," kata Yuli di Jatinegara, Jakarta Timur, Jumat (18/10/2019).
Saat anak DA mengajak korban bermain, Yuli menuturkan DA sudah berada di teras rumah sembari melontarkan ancaman dengan bahasa isyarat.
Pasalnya orang tua KA, ST (26) pernah mendapati DA berada di teras rumah sembari memantau anaknya yang sedang bermain dengan anak-anak lain.
"Pas anaknya mengajak itu DA ada di depan teras rumahnya, berdiri sambil ngancam pakai tangan begitu biar mau main ke rumahnya," ujarnya.
Namun karena masih dirundung trauma, KA masih enggan membeberkan kronologis pasti kejadian dan sudah berapa kali dicabuli DA.
Pasalnya KA mengaku pernah dipaksa anak DA agar mengambil uang ST lalu menyerahkannya kepada DA disertai ancaman bila tak dituruti.
Satu anak laki-laki DA yang diduga dimanipulasi tersebut juga menunjukkan gelagat takut saat ditanya ST apa yang dilakukan pelaku kepada KA.
"Anaknya itu sempat dipanggil ke rumah Ketua RT, ditanya apa yang dilakukan bapaknya ke KA. Wajah anaknya seperti takut, mungkin dia juga jadi korban. Namanya anak-anak," tutur ST.
Kedua anak DA yang ditinggal ayahnya melarikan diri karena nyaris diamuk warga kini dirawat satu kerabat DA di wilayah Kecamatan Makasar.
Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan dalam sejumlah kasus pelaku kejahatan seksual memang memanipulasi anaknya sendiri.
Sebagaimana modus yang digunakan DA, Sirait menuturkan anak pelaku kejahatan seksual dipaksa mengajak temannya ke rumah lalu dicabuli.
"Ada beberapa kasus yang hampir serupa modusnya (pelaku memanfaatkan anaknya)," jelas Sirait.
Pelaku Pencabulan 4 Bocah di Jakarta Timur Ancam Bunuh Korbannya dengan Golok
DA (42) pelaku pencabulan disertai penganiayaan empat bocah perempuan anak tetanggannya mengancam bakal membunuh korbannya bila mengadukan perbuatannya.
NN (33), mengatakan ancaman pembunuhan tersebut dilontarkan usai mencabuli dua anaknya TA (9) dan M (7) yang kini ogah bersekolah karena masih trauma.
"Anak saya cerita DA bilang 'kamu kalau cerita mati di tangan om'. Kata anak saya, pas mengancam itu DA mengangkat golok. Senjata tajam lah pokoknya," kata NN di Jatinegara, Jakarta Timur, Jumat (18/10/2019).
Meski TA dan M mengaku hanya satu kali dicabuli DA, kedua kakak beradik itu mengaku dicabuli dan dianiaya dalam satu hari yang sama.
Pada awal Oktober 2019 lalu NN menuturkan kedua anaknya dipaksa masuk ke rumah DA lalu dicabuli secara bergantian dalam kamar.
"Sebelum anak saya dicabuli DA ngomong 'kamu sayang enggak sama aku, cinta enggak sama om'. Anak saya cerita pas kejadian itu korbannya enggak cuman mereka," ujarnya.
Merujuk keterangan yang disampaikan TA dan M, dua anak lain yakni KA (8) dan MI juga ikut dicabuli DA yang kini buron meski nyaris digerebek warga.
Namun keterangan dari KA dan MI, dalam rentan waktu berbeda mereka menyebut sebelumnya sudah pernah dicabuli DA.
"Anak saya bilang kalau tangan dia diikat, mulutnya dilakban. Tapi anak saya sempat enggak mau cerita, baru pas KA cerita anak saya mau cerita," tuturnya.
Menanggapi tindak penganiayaan dan ancaman pembunuhan, Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait meminta polisi lekas menangkap pelaku.
Dia juga meminta penyidik Unit PPA Polres Metro Jakarta Timur menambahkan pasal yang disangkakan terhadap DA atas laporan orang tua KA, ST (26).
"Selain pasal 82 untuk kekerasan seksualya, Polisi bisa menjerat pelaku dengan pasal 81 UU Nomor 35 tahun 2014 untuk kekerasan fisiknya," kata Sirait.
Datangi Polres Metro Jakarta Timur, minta pelaku ditangkap
Tiga keluarga dari empat anak perempuan korban pencabulan sekaligus penganiayaan DA (42) menyambangi Mapolrestro Jakarta Timur pada Jumat (18/10/2019).
Yuli (36), satu keluarga korban mengatakan mereka ingin mempertanyakan nasib kasus yang dilaporkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) pada Selasa (8/10/2019).
"Kami datang untuk menanyakan apakah pelaku sudah ditangkap atau belum. Karena sampai sekarang pelakunya kabur. Saya sendiri tante korban," kata Yuli di Mapolrestro Jakarta Timur, Jumat (18/10/2019).
Selain tim pengacara, tiga anak korban pencabulan sekaligus penganiayaan DA yakni KA (8), TA (9), M (7) ikut datang didampingi ibu mereka, ST (26) dan NN (33).
Yuli menuturkan hanya MI dan orang tuanya yang tak bisa datang karena MI sedang sakit akibat luka yang diderita.
"Kami mau keadilan, jalur apa pun saya lakukan, kami siap tempuh. Karena ini korbannya sudah ada empat orang, dan ini masih anak semua. Jangan sampai ada korban lagi," ujarnya.
Merujuk keterangan teranyar yang disampaikan penyidik Unit PPA Polres Metro Jakarta Timur, ST, ibu dari KA menyebut hingga kini pelaku masih buron.
Hal ini disampaikan ST usai mendampingi KA memberi keterangan lanjutan kepada penyidik Unit PPA Polres Metro Jakarta Timur selama satu jam.
"Barusan saya tanya DA masih belum ditangkap, enggak tahu juga sekarang ada di mana. Tadi anak saya juga diperiksa lagi, ditanya kronologis kejadian," tutur ST.
DA yang tercatat sebagai warga Kecamatan Makasar sebenarnya nyaris diamuk warga pada Jumat (11/10/2019) malam.
Kala itu, ST mengatakan orang tua MI tak dapat menahan emosi saat mendengar pengakuan anaknya yang dicabuli dan dianiaya DA.
"Waktu didatangin warga DA masih ada di rumahnya. Tapi sama Ketua RT dan Ketua RW pelaku diamankan, cuman enggak diserahkan ke polisi. Pak RT menanyakan bukti laporan dan visum," lanjut dia.
Namun saat kediaman DA digerebek warga, ST sedang tak berada sehingga tak bisa menunujukkan bukti laporan dan hasil visum dari RS Polri Kramat Jati.
Pasalnya ST merupakan jadi yang pertama melaporkan DA ke Unit PPA Polres Metro Jakarta Timur karena mengira hanya anaknya yang jadi korban.
"Kalau pas waktu digerebek ada saya bisa tunjukkan laporan dan hasil visum. Tapi saya enggak menyalahin warga juga, karena anak mereka kan ikut jadi korban. Pasti mereka marah," ujarnya.
Sekitar dua hari usai digerebek, ST menyebut DA melarikan meninggalkan dua anaknya yang diduga ikut jadi korban penganiayaan pelaku.
Pihak keluarga korban menyelesalkan jajaran Unit PPA Polres Metro Jakarta Timur tak langsung memeriksa DA usai ST membuat laporan.
"Harapannya ya biar pelaku cepat ditangkap, perbuatannya ini sudah keterlaluan. Saya tadinya malu untuk cerita, tapi ini korbannya bukan hanya anak saya saja. Saya mau pelaku ditangkap," sambung dia.
TribunJakarta.com berupaya mengonfirmasi kebenaran pernyataan pihak keluarga korban ke Kanit PPA Polres Metro Jakarta Timur AKP Lina dan Kasubdit PPA Polres Metro Jakarta Timur Ipda Sri Yatmini.
Namun hingga berita ditulis, upaya konfirmasi yang dilakukan kepada Lina dan Sri sejak Kamis (18/10/2019) urung membuahkan hasil.
Korban trauma dan tak mau sekolah
Empat anak perempuan yang diduga korban pencabulan sekaligus penganiayaan DA (42) kini dirundung trauma dan tak mau sekolah.
NN (33), ibu dari TA (9) dan M (7) yang merupakan kakak beradik mengatakan sudah lebih dari satu pekan kedua buah hatinya tak mau bersekolah.
"Anak saya enggak bilang pastinya kenapa enggak mau sekolah. Tapi mungkin karena trauma dan untuk sampai sekolah itu harus melewati rumah DA," kata NN di Jatinegara, Jakarta Timur, Jumat (18/10/2019).
Usai menceritakan kejadian saat mereka dicabuli DA, hanya kegiatan pengajian untuk anak-anak yang di sekitar rumahnya yang masih diikuti TA dan M.
Selain tak mau sekolah, TA dan M pun terkadang masih enggan menceritakan kronologis lengkap perbuatan biadab yang dilakukan DA di rumahnya.
"Masih seperti orang takut, pokoknya enggak lama anak saya cerita dicabuli mereka berubah. Tapi masih mau ikut pengajian dan main sama temannya," ujarnya.
ST (26), ibu dari KA (8) pun menyebut anaknya enggan bersekolah usai menceritakan kejadian saat dicabuli DA sewaktu jam istirahat pengajian.
Dia terpaksa mengizinkan anaknya sementara tak bersekolah karena KA harus meladeni pertanyaan sejumlah orang terkait musibah yang menimpa.
"Pernah waktu itu saya minta sekolah, tapi pas pulang malah nangis. Soalnya dia juga ditanya, 'Kamu benar dijahatin ya' seperti itu. Masih trauma, saya kan enggak tega juga lihatnya," tutur ST.
Keempat korban kini mendapat pendampingan psikologis dari Sudin Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) Jakarta Timur.
Selain tak mau sekolah, kondisi MI yang mengalami luka paling parah karena alat vital dan anusnya dilukai DA menggunakan batang kayu belum sepenuhnya pulih.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Tak Mau Sekolah karena Trauma, 4 Korban Pencabulan di Jakarta Timur Dapat Pendampingan Psikolog,