Siapa William Aditya Sarana? Anggota DPRD DKI Termuda yang Bongkar Anggaran Aibon Rp 82 M
Ini sosok William Aditya Sarana, anggota DPRD DKI yang membongkar anggaran lem aibon Rp 82 miliar hingga membuatnya disemprot oleh politikus Gerindra.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Tiara Shelavie
Inilah sosok William Aditya Sarana, anggota DPRD DKI yang membongkar anggaran lem aibon Rp 82 miliar hingga membuatnya disemprot oleh politikus Gerindra.
TRIBUNNEWS.COM - Nama anggota DPRD DKI Jakarta, William Aditya Sarana mendadak jadi sorotan awam.
William membongkar kejanggalan anggaran pembelian lem Aibon sebesar Rp 82 miliar pada rancangan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020 DKI Jakarta.
"Kemarin saya temukan ada usulan belanja lem aibon senilai Rp 82 miliar di Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat."
"Ini usulan dari mana? Kenapa lem aibon dan kenapa angkanya besar sekali? Saya minta gubernur jelaskan, jangan buang badan ke anak buah!" tegas William.
Kemudian, politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu juga menemukan anggaran pengadaan bolpoin sebesar Rp 124 miliar di Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Timur.
Baca: Mantan Gubernur DKI Bang Yos: Aku Kaget Aja, Kok Lem Segitu Anggarannya
Baca: Bercermin dari Kasus Lem Aibon, Wali Kota Jakbar Minta Anak Buahnya Lebih Teliti Menyusun Anggaran
Selain itu, anggaran Rp 121 miliar juga ditemukan untuk pengadaan 7.313 unit komputer di Dinas Pendidikan.
Lalu, ada beberapa unit server dan storage dianggarkan senilai Rp 66 miliar oleh Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik.
Aksi William Aditya Sarana yang terkesan berani itu lantas menjadi sorotan hingga publik mencari tahu, siapa dan seperti apa sosok anggota DPRD DKI Jakarta ini.
Berikut profil dan rekam jejak William Aditya Sarana sebagaimana dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:
1. Biodata William Aditya Sarana
William Aditya Sarana lahir di Jakarta Barat, 2 Mei 1996 sehingga saat ini, William masih berusia 23 tahun.
Hal ini membuat William menjadi anggota DPRD DKI Jakarta paling muda sekaligus satu dari delapan anggota dewan terpilih dari PSI.
William baru saja diwisuda dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) pada akhir Agustus.
Sehingga saat mendaftar sebagai caleg, ia mencantumkan profesinya sebagai pelajar.
William maju sebagai caleg dari daerah pemilihan DKI Jakarta 9 meliputi Kecamatan Cengkareng, Kalideres, dan Tambora.
Dalam Pileg 2019, William sukses meraih 12.295 suara yang mengantarkannya sebagai legislator termuda.
Ia kini duduk di Komisi A DPRD DKI Jakarta yang mengawasi bidang pemerintahan, satu komisi dengan eks penyanyi cilik Tina Toon.
2. Tertarik di Dunia Politik Sejak SMA
Dikutip dari Tribun Jakarta, William mengaku telah jatuh cinta dengan dunia politik sejak SMA.
William yang saat itu bersekolah di SMA Dian Harapan, memutuskan untuk bergabung sebagai OSIS.
Selepas SMA, minat William Aditya Sarana terhadap dunia politik semakin tersalurkan.
Ia tercatat dua kali magang di lembaga pemerintahan yakni Sekretariat Kabinet (2017) dan Mahkamah Konstitusi (2015).
Bahkan, William Aditya Sarana juga menjadi anggota kongres mahasiswa UI sekaligus ketua mahkamah mahasiswa UI.
Dengan berbagai pengalamannya tersebut, William semakin terlibat di dunia politik praktis, terutama saat terjun menjadi caleg.
Hal itu dilakukan karena William merasa, anggota DPRD DKI di periode sebelumnya cukup "buruk".
Satu di antara alasannya, karena tak ada anggota yang melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK.
3. Punya Prestasi Mentereng
William Aditya Sarana juga menorehkan penghargaan yang tak main-main.
Ia pernah meraih Juara 1 PKM-Penelitian FHUI (2016) dan Juara 3 Consdraft MPR RI (2017).
Bahkan, Alumni UI itu sempat diganjar penghargaan Student Research Award Tanoto Foundation (2015) dan Finalist of National Constitutional Drafting Competition Padjajaran Law Fair (2016).
William rupanya kerap menjadi pembicara di berbagai acara.
Sebut saja International Symposium Human Rights for Youth pada 2016 lalu yang digelar UI bersama organisasi Human Rights Resource Centre.
4. Ditolak Keluarga jadi Caleg
Masih dari Tribun Jakarta, keputusan William Aditya Sarana terjun ke politik praktis di usia muda rupanya sempat ditolak keluarga.
Penolakan tersebut karena adanya anggapan, politik itu "kotor."
"Yang kaget dan sempat menolak sebenarnya keluarga saya. Karena dianggap terlalu muda dan politik kotor."
"Keluarga awalnya enggak mendukung. Mereka (mulai) menerima ketika dapat nomor urut, karena rangkaiannya kan panjang sampai dapat nomor urut."
"Kalau pas seleksi kan kurang setuju," tutur dia.
Sang ayah yang seorang advokat ingin agar William mengikuti jejaknya.
Apalagi William juga memiliki latar belakang pendidikan hukum.
"Ayah saya advokat jadi mungkin ekspektasi ke saya juga jadi advokat."
"Tapi menurut saya politik lebih penting sih dalam kondisi bangsa seperti ini karena kita kekurangan politisi baik," kata dia.
5. Punya Harta Kekayaan Rp 1,58 Miliar
Dari LHKPN yang dilaporkan William Aditya Sarana per 13 Mei 2019, ia memiliki harta kekayaan senilai Rp 1.586.000.000.
Aset berupa kas dan setara kas menyumbang sebagian besar kekayaan William, yaitu sebesar Rp 1 miliar.
Sisanya, William memiliki aset berupa satu bidang tanah dan bangunan di Kota Depok senilai Rp 500 juta.
Ia juga memunyai mobil Toyota Yaris senilai Rp 80 juta dan harta bergerak lainnya sebesar Rp 6 juta.
William tidak memiliki sepeser pun utang.
6. Disentil Politikus Gerindra
Banyak orang kagum dengan keberanian William Aditya Sarana dalam membongkar kejanggalan pada rancangan KUA-PPAS.
Namun, aksinya ini justru membuat William disentil oleh Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Inggard Joshua di sela-sela rapat KUA-PPAS 2020 DKI Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Politikus Gerindra itu menilai William tidak memiliki tata krama lantaran mengunggah rancangan KUA-PPAS ke media sosial.
“Sebagai anggota dewan, kita perlu punya rasa harga diri dan punya tata krama dalam rangka menyampaikan aspirasi."
"Aspirasi itu boleh keluar setelah kita melakukan pembahasan, jangan sampai artinya kita belum melakukan pembahasan sudah ramai di koran,” ujar Inggard dalam rapat itu.
Inggard menyatakan, seharusnya kritik anggaran Pemprov DKI Jakarta ini dilakukan dalam rapat.
“Ini saya berharap forum yang kencang itu di ruangan ini. Kita mau berantem ya berantem di ruangan ini jangan berantem di luar,” katanya.
Inggard mengatakan, seharusnya William sebagai anggota DPRD pun menandakan dan mencatat anggaran apa saja yang memang janggal dan memang perlu evaluasi.
Meski dinilai baik lantaran telah mengungkapkan anggaran yang janggal itu, Inggard mengatakan, harusnya kritik dibahas dalam forum rapat, bukan di media sosial maupun media mainstream.
"Khususnya pada saudara William. William ini kan baru, saya berharap bukannya tidak boleh ngomong di koran atau di televisi, boleh aja."
"Tapi harus jaga tata krama, itu kan baru KUA-PPAS yang baru disampaikan oleh eksekutif kepada legislatif."
"Nah, ketika ada pertanyaan tolong dicatat, dicatat dan kita bahas nanti,” ujar Inggard, dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com.
Inggard khawatir rancangan anggaran KUA-PPAS yang janggal itu dipublikasikan oleh William di media sosial malah mendapat prasangka buruk dan heboh di publik seperti saat ini.
Padahal, anggaran itu belum final dibahas oleh DPRD maupun Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
7. Respons William Aditya Sarana
Tahu dirinya disentil oleh 'senior' di DPRD DKI Jakarta, William Aditya Sarana mengaku menerima nasihat tersebut.
“Diterima saja kritik Bang Inggard. Saya yuniornya, saya terima nasihatnya. Saya harus banyak belajar dari beliau,” ujar William di DPRD, Kami (31/10/2019).
Ia mengatakan, memang sudah seharusnya rancangan anggaran Prioritas Plafon Anggaran (KUA-PPAS) 2020 DKI Jakarta itu diketahui oleh publik.
William mengatakan, jika rancangan KUA-PPAS diunggah setelah pembahasan DPRD dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD), ia mengkhawatirkan malah anggaran itu tidak akan diubah.
“Kalau upload saat semua sudah selesai, buat apa kita kritisi. Apalagi kalau sudah diketok, ngapain? Harusnya teriak ya sekarang,” ucap William, dikutip dari Kompas.com.
William pun menyinggung transparansi saat Gubernur DKI Jakarta Basuki Thahaja Purnama.
“Kalau soal transparansi itu harga mati karena saya tak mau bandingkan. Tapi gubernur sebelumnya, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sudah di-upload, saat pembahasan ini harusnya sudah ada di website,” katanya.
(Tribunnews.com/Sri Juliati) (Tribun Jakarta/Kurniawati Hasjanah) (Kompas.com/Cynthia Lova)