POPULER: Mendagri Tito Sebut Jakarta seperti Kampung, Begini Respons Mantan Gubernur DKI Sutiyoso
Pernyataan Tito Karnavian soal Jakarta seperti kampung ditanggapi oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso.
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Wulan Kurnia Putri

TRIBUNNEWS.COM - Pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang menyebut Jakarta seperti kampung menuai polemik.
Pernyataan Tito Karnavian tersebut disampaikan dalam Kongres Asosiasi Pemerintah Provinsi (APPSI), Selasa (26/11/2019).
"Pak Anies, saya yakin Pak Anies sering ke China. Kalau kita lihat Jakarta kayak kampung dibanding dengan Shanghai," ujar Tito.
Pernyataan Tito Karnavian tersebut ditanggapi oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso dalam acara Kabar Petang yang kemudian diunggah oleh YouTube tvOneNews, Rabu (27/11/2019).
Sutiyoso mengungkapkan dirinya setuju dengan pernyataan Mendagri yang mengatakan adanya perbedaan jauh antara pembangunan di Shanghai dan Jakarta.

"Saya setuju jika dikatakan ada perbedaan yang jauh antara pembangunan mereka dengan kita," ujar Sutiyoso.
Sutiyoso menuturkan pada 1998 dirinya mengunjungi Shanghai dan memang menemukan pemukiman kumuh disana.
Lalu sekarang Shanghai sudah disulap sedemikian bagusnya.
Lebih lanjut, Sutiyoso menjelaskan di negara non-demokrasi, apalagi negara komunis, gubernur atau wali kota dalam konteks pembangunan sangat powerful.
"Itu kenapa bisa begitu. Karena negara-negara non-demokrasi apalagi komunis ya, jadi di sana itu namanya gubernur atau wali kota itu dalam konteks membangun kota ya, sangat powerful gitu," jelas Sutiyoso.
"Jadi kebijakan itu diatur topdown, itu sama dengan kita pada saat kita orde barulah, jadi seperti itu mereka," tambahnya.
Sutiyoso menuturkan di negara non-demokrasi mereka tidak mengalami masalah saat akan menertibkan kampung kumuh atau menggusur pemukiman.
Pasalnya, tidak ada perlawanan dari masyarakat.
Berbeda dengan di Indonesia yang menganut sistem demokrasi.
Pembangunan kota, atau bahkan terkait penertiban dan penggusuruan, harus melalui proses panjang.
Di Jakarta, saat gubernur hendak melakukan penertiban wilayah, harus menghadapi rakyat yang menolak, LSM, DPRD Tingkat I, DPRD Pusat, serta ketua-ketua dari partai politik.
Hal tersebut yang membuat jalannya pembangunan di Jakarta membutuhkan waktu lama.
"Jadi itu amat berbeda dengan kita yang demokrasi ini. Waktu aku mau menertibkan Kali Angke aja, pertama menghadapi rakyat itu sendiri."
"Yang kedua LSM, yang ketiga DPRD Tingkat I dan DPRD Pusat, ngadepin lagi ketua-ketua partai politik seperti itu di Jakarta."
"Jadi prosesnya amat lama, amat panjang," jelas Sutiyoso.
Selain itu, persoalan yang membuat pembangunan di Jakarta tidak secepat Shanghai adalah terkait anggaran.
Sutiyoso menuturkan China adalah negara yang memiliki banyak uang sehingga pembangunan juga akan lebih mudah untuk dilakukan.
Berbeda dengan Indonesia yang anggaran pembangunannya terbatas.
"Nah sudah begitu Cina itu duitnya banyak sekali."
"Jadi powerful, duitnya ada, jadi rakyat yang digusur tadi langsung saja dipindahkan ke rumah-rumah susun," terang Sutiyoso.
"Nah apalagi kita ini perlawanannya banyak, menghadapi banyak pihak kalau mau melakukan penertiban kota itu, juga duit tidak ada kan saat itu," tandasnya.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)