Kantor Pinjaman Online Ilegal di Jakarta Utara Kerap Ancam Bunuh Nasabah yang Telat Bayar
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, ketiga tersangka dijerat UU ITE, KUHP, dan UU Perlindungan Konsumen.
Editor: Hasanudin Aco
Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Budhi Herdi Susianto mengatakan, perusahaan ini awalnya mengirimkan SMS ke sejumlah nomor telepon secara acak.
Di dalam SMS itu, mereka menawarkan jasa pinjaman online mereka.
"Mereka menawarkan barangsiapa yang ingin meminjam uang secara online tanpa adanya agunan," kata Budhi di lokasi, Senin (23/12/2019).
Dalam SMS yang dikirimkan, terdapat tautan yang mengarahkan calon nasabah ke sebuah aplikasi.
Di situ, calon nasabah diminta mengisi formulir pinjaman online.
"Nah begitu diklik maka akan masuk ke aplikasi mereka. Di dalam aplikasi, mereka akan meminta data pribadi, nomor KTP, kemudian NPWP, dan seterusnya," jelas Budhi.
Perusahaan ini juga mengeluarkan syarat dan ketentuan yang harus dilakukan calon nasabah.
Salah satunya memperbolehkan perusahaan pinjaman online ini untuk mengakses data di dalam handphone nasabah, salah satunya kontak orang-orang terdekat nasabah.
Adapun nominal pinjaman berkisar antara Rp 500.000 hingga Rp 2.500.000.
"Perjanjian kerjasama ini kalau kita lihat sangat merugikan daripada konsumen," ujar Budhi.
Setelahnya, pihak perusahaan pinjaman online ini akan menagih utang dengan melakukan pengancaman.
Perusahaan menugaskan penagih utang atau desk collector yang akan mengancam menelepon orang terdekat nasabah.
Bahkan, dalam tugasnya, desk collector ini kerap kali memfitnah nasabah.
"Teman-teman kita dihubungi, kemudian disampaikan bahwa kita (nasabah) penipu dan sebagainya. Yang intinya adalah memberikan fitnah kepada orang lain," kata Budhi.
Ruko yang digerebek di area Pluit Village, Penjaringan, Jakarta Utara ini merupakan tempat usaha pinjaman online ilegal PT Barracuda Fintech Indonesia dan PT Vega Data. Kedua perusahaan itu tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan.
Tiga orang sudah ditangkap dan ditetapkan tersangka dalam kasus ini, yakni LZ, DS, dan AR.
Tersangka LZ diketahui merupakan WNA asal China yang berperan sebagai salah satu pemilik perusahaan.
DS berperan sebagai desk collector yang setiap menagih utang memaki-maki dan memfitnah nasabahnya. Sementara AR berperan sebagai supervisor di dalam ruko tersebut.
Sementara itu, dua orang lainnya yang merupakan WNA Cina masih buron.
"Kemudian yang masih menjadi DPO adalah Mr. Doang warga negara China, dan Mrs. Feng warga negara Cina. Tentunya masih akan kami kejar," kata Budhi.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, ketiga tersangka dijerat UU ITE, KUHP, dan UU Perlindungan Konsumen.
10 kali ganti nama
Unit Krimsus Polres Metro Jakarta Utara menggerebek ruko tempat perusahaan pinjaman online ilegal di Pluit Village, Penjaringan, Jakarta Utara.
Ruko berlantai 4 tersebut dijadikan tempat usaha PT Barracuda Fintech Indonesia dan PT Vega Data.
Selama beroperasi setahun ke belakang, keduanya tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Bahkan, untuk mengelabui OJK dan polisi, pada praktiknya perusahaan pinjaman online ini kerap berganti nama aplikasi.
"Mereka dalam melakukan aksinya ini, karena takut ketahuan atau mungkin takut dikejar, maka aplikasi-aplikasi ini kemudian berubah-ubah atau ditutup. Kemudian ganti kulit, ganti nama dengan aplikasi yang lain," kata Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto, Senin (23/12/2019).
Total ada 10 nama aplikasi berbeda yang sudah mereka buat sebelum terungkap, yakni:
1. Gagak Hijau
2. Pinjam Beres
3. Dompet Kartu
4. Kurupiah
5. Tetap Siap
6. Liontech
7. Tunai Shop
8. Uang Beres
9. Dompet Bahagia
10. Kas Cash
Budhi menjelaskan, PT Barracuda Fintech Indonesia berperan membuat aplikasi-aplikasi tersebut.
Sementara PT Vega Data berperan sebagai pihak yang menagih utang ke ratusan ribu nasabah yang meminjam uang.
"Kalau susunan kepemilikannya antara PT VD (Vega Data) dan PT BR (Barracuda) hampir sama. Artinya yang di sini jadi komisaris, di sana jadi direktur. Di sana direktur, di sini komisaris. Artinya dua perusahaan ini berafiliasi," tutup Budhi.
Tiga orang sudah ditangkap dan ditetapkan tersangka dalam kasus ini, yakni LZ, DS, dan AR.
Tersangka LZ diketahui merupakan WNA asal Cina yang berperan sebagai salah satu pemilik perusahaan.
DS berperan sebagai desk collector yang setiap menagih utang memaki-maki dan memfitnah nasabahnya. Sementara AR berperan sebagai supervisor di dalam ruko tersebut.
Sementara itu, dua orang lainnya yang merupakan WNA Cina masih buron.
"Kemudian yang masih menjadi DPO adalah Mr. Doang warga negara Cina, dan Mrs. Feng warga negara Cina. Tentunya masih akan kami kejar," kata Budhi.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, ketiga tersangka dijerat UU ITE, KUHP, dan UU Perlindungan Konsumen. (TribunJakarta.com)