Dewi Tanjung Cs Minta Anies Mundur dari Jabatannya Gara-gara Banjir DKI, Bagaimana UU-nya?
Bencana banjir yang melanda Jakarta pada 1 Januari 2020 mengundang protes warga terhadap Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bencana banjir yang melanda Jakarta pada 1 Januari 2020 mengundang protes warga terhadap Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Warga menilai Gubernur DKI Jakarta tersebut tak becus mengatasi bencana banjir di Jakarta.
Bahkan, sejumlah warga juga menggelar aksi demo di depan gedung Balai Kota DKI pada Selasa (14/1/2020).
Dalam aksi demo tersebut mereka menuntut Anies untuk mundur dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Salah satu tokoh yang menyorot perhatian publik saat demonstrasi berlangsung adalah Dewi Tanjung.
Baca: Dewi Tanjung Ungkap Alasan Anies Baswedan Layak Diturunkan: Mungkin di Mata Pendukung Dia Hebat
Dewi berorasi meminta Anies segera mundur dari jabatannya.
Bahkan, Dewi juga menyinggung lengsernya Presiden Kedua RI, Soeharto.
"Bayangkan, dari awal Anies bekerja, satu pun tidak ada program yang tepat sasaran kepada masyarakat, kerjanya hanya ngeles menguntai kata," ujar Dewi.
"Banyak yang bertanya, apa mungkin seorang gubernur turun? Presiden saja bisa turun, apalagi gubernur. Soeharto siapa yang menurunkan?" lanjut Dewi.
Lantas, dapatkah Anies mundur dari jabatannya?
Pengunduran diri seorang kepala daerah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang tersebut telah mengalami perubahan sebanyak dua kali, yakni Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015.
Pengunduran diri kepala negara diatur dalam Pasal 78 dan 79.
Pasal 78 menyebutkan bahwa seorang kepala daerah dapat mundur dari jabatannya karena tiga alasan, yakni meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan.
Pasal 78 Ayat 1 berbunyi, Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena (a) meninggal dunia, (b) permintaan sendiri; atau (c) diberhentikan.
Kepala Bidang Humas Kementerian Dalam Negeri Aang Witarsa Rofik menjelaskan, pengunduran diri atas permintaan sendiri seorang kepala daerah harus didasari alasan yang jelas.
Menurut Aang, kepala daerah bisa mengundurkan diri karena alasan yang tidak terhindarkan (force majeure) atau hal yang tak terelakkan (act of God).
"Mengundurkan sendiri atas permintaan sendiri tentunya dengan alasan yang bisa diterima, tanpa intervensi," kata Aang saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (16/1/2020).
Adapun, Pasal 78 Ayat 2 menjelaskan terkait alasan pemberhentian seorang kepala negara. Pasal 78 Ayat 2 berbunyi, Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. Berakhir masa jabatannya;
b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah;
d. Tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b;
e. Melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 Ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j;
Baca juga: Saat Massa Pro dan Kontra Anies Beradu soal Banjir Jakarta
f. Melakukan perbuatan tercela;
g. Diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. Menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen; dan/atau
i. Mendapatkan sanksi pemberhentian
Adapun, Pasal 79 mengatur tentang proses pemberhentian seorang kepala negara. Proses pemberhentian kepala daerah dan atau wakil kepala daerah diumumkan oleh pimpinan DPRD kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.
Kendati demikian, pimpinan DPRD tidak memiliki hak untuk mengusulkan pemberhentian kepala daerah dan atau wakil kepala daerah.
Berikut bunyi Pasal 79 yang mengatur proses pemberhentian kepala daerah.
Pasal 79 Ayat 1 berbunyi pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2) huruf a dan huruf b diumumkan oleh pimpinan DPRD dalam rapat paripurna dan diusulkan oleh pimpinan DPRD kepada Presiden melalui Menteri untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota untuk mendapatkan penetapan pemberhentian.
Pasal 79 Ayat 2 berbunyi dalam hal pimpinan DPRD tidak mengusulkan pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), Presiden memberhentikan gubernur dan/atau wakil gubernur atas usul Menteri serta Menteri memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota atas usul gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
Pasal 79 Ayat 3 berbunyi, dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak mengusulkan pemberhentian bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menteri memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Soal Anies Baswedan Diminta Lengser, Dapatkah Kepala Daerah Mengundurkan Diri?"
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.