Cerita Pekerja Harian Terdampak Covid-19: 'Ada yang Bagi Sembako dan Makanan Kita Kejar'
Mereka mencari makan dengan mendatangi tempat-tempat pembagian makanan gratis yang dilakukan di pinggir jalan.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nasib nahas dialami oleh dua orang pemuda bernama Reza dan Fahmi. Reza yang sebelumnya bekerja di sebuah toko hijab di kawasan Kota Tua, kini terpaksa menggelandang.
Toko hijab tempat Reza menggantungkan nasib mengalami penurunan pelanggan yang signifikan sejak wabah virus corona melanda Indonesia.
Kebijakan PSBB di DKI Jakarta membuat toko hijab tersebut akhirnya tutup.
"Saya pedagang ikut orang juga di Kota Tua dagang jilbab gitu, karena keadaan corona ini juga pengunjung kurang dan juga peraturan dari pemerintah juga toko enggak boleh buka, ya sudah tutup," ujarnya.
Sudah hampir sebulan Reza tinggal dan tidur di emperan kawasan Pasar Tanah Abang.
Awalnya Reza menetap di sebuah indekost, namun karena tak lagi memiliki penghasilan, ia harus angkat kaki.
"Namanya kosan enggak tahu menahu, namanya perut mau corona mau enggak perut harus makan, tempat tinggal harus dibayar," ujarnya.
Sementara itu, Fahmi yang juga tidur di emperan mengaku terpaksa tidur di pinggir jalan karena kehabisan uang untuk menyewa IndekostFahmi sempat bekerja di pusat perbelanjaan kawasan Blok M.
Sampai akhirnya diberhentikan akibat mall dan kios tidak boleh beroperasi.
"Kan diperpanjang, diperpanjang lagi sama pemerintah, toko di Blok M pada tutup. Nah pas tutup sudah bingung kan, uang sudah pada habis, mau makan di mana mau tinggal di mana, ya sudah," ujarnya.
Untuk bisa mengisi perut mereka yang kosong, Reza dan Fahmi mengandalkan bantuan orang-orang dermawan.
Baca: Tolak Uang dari Raffi Ahmad, Rafathar Pilih Jualan Jus, Harganya Bikin Kaget
Mereka mencari makan dengan mendatangi tempat-tempat pembagian makanan gratis yang dilakukan di pinggir jalan.
"Tidur di Tanah Abang bertiga bareng kan. Terus di situ juga cari makan di jalan. Ada yang bagi sembako kita kejar, yang bagi makan juga kita kejar," kata Fahmi.
Tidak hanya di Jakarta, kisah menyayat hati juga datang dari Desa Kaliwuluh, Kecamatan Kebakkramat, Karanganyar, Jawa Tengah.
Sekitar pukul 03.00 WIB, seorang pemulung bertubuh kurus bernama Sumardi (41) terciduk warga yang tengah ronda, mencuri padi di sawah.
Kapolsek Kebakkramat AKP Agus Raino mengatakan Sumardi menyembunyikan padi hasil curian di keranjang motor bututnya.
Keranjang atau bronjongan tersebut biasanya ia isi dengan barang rongsokan, yang kini sulit didapatkan karena perkampungan banyak yang tutup di tengah pandemi virus corona.
Baca: Industri Penerbangan Merugi Hingga Rp 12 Triliun Akibat Wabah Corona
"Aksi pelaku (Sumardi) sudah dicurigai warga yang melaksanakan ronda malam. Pelaku dihentikan dan diperiksa isi bronjong tersebut ternyata berisi padi yang baru saja dipetik atau dipotong karena masih basah," kata Agus Raino.
Warga yang kesal dengan tingkah Sumardi, membawanya ke Balai Desa Kaliwuluh untuk diserahkan ke Polsek Kebakkramat.
Saat ditanya polisi, Sumardi mengaku terpaksa mencuri padi di persawahan bukan untuk dijual, tetapi untuk mencukupi kebutuhan makan keluarga.
Kasat Reskrim Polres Karanganganyar AKP Ismanto Yuwono mengatakan, sebagai kepala keluarga, Sumardi harus memberi makan dua orang mertua, seorang istri, dan dua orang anak. Anak bungsunya masih berusia tiga tahun.
Ismanto mengatakan Surmadi sebenarnya menderita penyakit asma, namun ia harus tetap bekerja jika tidak keluarganya akan kelaparan.
"Tidak ada yang bekerja selain dia (Sumardi). Dia juga punya penyakit asma. Jadi, meskipun dia sakit kalau tidak mencari rongsok keluarganya tidak makan," kata Ismanto.
Sumardi pun tidak ditahan, warga Kelurahan Sragen Wetan, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah ini dibebaskan.
Baca: Jokowi dan Trump Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Alat Kesehatan dalam Penanganan Covid-19
Sumardi juga mendapat bantuan paket sembilan bahan pokok (sembako) dari Polres Karanganyar berupa beras 10 kilogram, susu formula untuk balita, minyak goreng, biskuit, dan mi instan.
Sebelum pandemi corona, lanjut Isman, penghasilan Sumardi dari menjual rongsok rata-rata mendapat Rp 40.000 - Rp 50.000 per hari.
Uang itu hanya cukup untuk membeli beras dan susu untuk anaknya yang masih kecil.
Sejak pandemi corona, penghasilan Sumardi turun drastis. Sehari paling hanya mendapat Rp 20.000. Bahkan, tidak sama sekali.
Sumardi dan keluarga hanya makan nasi putih dan lauk berupa sambal korek.
"Ketika masuk kampung semua ditutup. Jadi tidak bisa cari rongsok. Saat ini penghasilan dia maksimal Rp 20.000 per hari. Itupun kadang dapat, kadang tidak," tuturnya.(Tribun Network/kps/wly)