YLKI: Larangan Mudik Terlambat
Tulus Abadi menilai pemerintah kurang cermat dalam mengambil langkah kebijakan larangan mudik atau pulang kampung.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai pemerintah kurang cermat dalam mengambil langkah kebijakan larangan mudik atau pulang kampung.
"Putusan larangan mudik, sejatinya terlambat, karena sudah banyak warga yang pulang kampung," kata Tulus dalam catatannya, Rabu (29/4/2020).
Menurutnya, larangan mudik ini membuat banyak masyarakat yang coba bermain kucing-kucingan untuk menghindari petugas di lapangan.
Baca: Beredar Foto Jokowi saat Wisuda di UGM, Gibran Rakabuming Bereaksi Singgung soal Hadiah Ducati
Baca: Imbas Covid-19, 5.000 Karyawan Scandinavian Airlines Terkena PHK
Tulus berpandangan ini tindakan yang amat membahayakan dirinya, keluarga, masyarakat dan petugas medis di kampung.
Ia mencontoh kasus di Cilacap, tujuh orang pemudik yang menggunakan jasa mobil travel akhirnya terbukti semua positif Covid-19.
Artinya kucing-kucingan bukanlah solusi.
"Kalau memang sangat urgen atau harus mudik, sebaiknya masyarakat mudik secara legal, dengan mengurus surat-surat yang diperlukan," tegasnya.
Selain persoalan mudik dilarang, pemerintah juga tidak konsisten dalam menyalurkan bantuan jaring pengaman sosial pada warga yang tidak mudik.
Tulus menyebut bantuan jaring pengaman sosial harus dalam jumlah cukup memadai, baik untuk logistik dan atau biaya tempat tinggal yang memenuhi standar minimal untuk hidup di kota besar.
YLKI menerima pengaduan masyarakat, dalam rangka PSBB bantuan yang diterima masyarakat hanya senilai Rp 150 ribuan, terdiri atas beras 5 kg, minyak goreng 1 liter, dua bungkus biskuit, dan mi instan.
"Lah.. mana tahan kalau cuma segitu? Padahal awalnya diinfokan bantuannya sebesar Rp 600 ribuan per minggu?" tuturnya mengakhiri.