Cerita Siswa Menangis Berhari-hari Akibat Kebijakan PPDB DKI 2020 Jalur Zonasi
Anak-anak menangis dan mudah marah karena tersingkir dari sekolah pilihan meskipun dekat dari rumah.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sistem penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta 2020 jalur zonasi menyisakan kesedihan dan kekecewaan untuk anak-anak.
Anak-anak menangis dan mudah marah karena tersingkir dari sekolah pilihan meskipun dekat dari rumah.
Linda Widyasari, orangtua dari peserta PPBD DKI Jakarta 2020 jenjang SMA mengatakan anaknya tidak diterima di sekolah di sekitar rumahnya.
Ia tinggal di daerah Bukit Duri Selatan, Tebet, Jakarta Selatan.
"Sekarang anak pasrah. Waktu pengumuman lewat usia ya nangis berhari-berhari," kata Linda saat dihubungi Kompas.com, Rabu (1/7/2020).
Anaknya, Naira Callista Maheswaril ikut PPDB DKI Jakarta 2020 jalur zonasi ke SMA 8, 26, dan 54.
Nilai raport Naira di SMP 115 pada semester 1-5 rata-rata 9.
-
Baca: PPDB Jakarta: Pendaftaran untuk Siswa Luar DKI Dibuka, Ini Syaratnya, Akses di ppdb.jakarta.go.id
"Ke SMA 8 jarak dari rumah ke sekolah 1,3 kilometer. Tapi anak saya terpental ke sekolah di zona manapun yang ada di zonasi saya," lanjut Lindya yang berusia 15 tahun 5 hari, di hari ini.
Naira bercerita menangis sejak awal pendaftaran PPDB DKI Jakarta 2020.
Ia memilih SMA 8, 26, dan 54 lantaran dekat dari rumah dan memiliki kualitas yang bagus.
"Saya enggak mungkin jauh dari rumah saya. Saya sudah berharap banget, yang dekat dan lumayan kualitasnya. Umur saya masih muda," ujar Naira saat berbincang dengan Kompas.com.
Naira mengatakan sudah lelah belajar untuk mempersiapkan PPDB DKI 2020.
Menurut dia, kesempatan sekolah di dekat rumah adalah haknya.
"Jangan usia yang diduluin. Kan zonasi, jadi harusnya pakai jarak," tambahnya.
Orangtua siswa lainnya, Syahreza Pahlevi Ginting mengatakan anaknya terlihat ada perubahan setelah PPBD DKI 2020 jalur zonasi. Anaknya terlihat banyak diam dan merasa kecewa.
"Dan yang pasti seperti tak ada semangat. Sebelumnya, ada semangat dan pejuang lah saya lihat," kata Reza saat dihubungi Kompas.com, Rabu (1/7/2020).
Ia mengatakan anaknya juga terlihat gampang marah dan tak bersuara jelas saat diajak berbincang.
Anaknya yang berumur 14 tahun 11 bulan ini kini sulit diatur. Biasanya bila Reza tegur, anaknya menurut.
Reza tinggal di bilangan Otista, Jakarta Timur. Pilihan SMA-nya yaitu SMA 8 dan 26.
"Dia (anaknya) yakin. Tapi saat di zonasi, semua SMA yang ia lihat tak ada satupun yang masuk," tambahnya.
Zonasi tuai polemik
PPDB DKI 2020 jalur zonasi menuai polemik. Orangtua para calon peserta didik baru (CPDB) melayangkan protes bertubi-tubi lantaran jalur zonasi dianggap memprioritaskan siswa berusia tua.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nahdiana sebelumnya menjelaskan, kriteria pertama seleksi dalam jalur zonasi adalah tempat tinggal atau domisili calon peserta didik harus berada dalam zona yang telah ditetapkan pada Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Nomor 506 Tahun 2020 tentang Penetapan Zonasi Sekolah untuk Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021.
Apabila jumlah pendaftar PPDB jalur zonasi melebihi daya tampung, maka dilakukan seleksi berdasarkan usia, urutan pilihan sekolah, dan waktu mendaftar.
"Hal ini dilatarberlakangi oleh fakta di lapangan bahwa masyarakat miskin justru tersingkir di jalur zonasi lantaran tidak dapat bersaing secara nilai akademik dengan masyarakat yang mampu. Oleh karena itu, kebijakan baru diterapkan, yaitu usia sebagai kriteria seleksi setelah siswa tersebut harus berdomisili dalam zonasi yang ditetapkan, bukan lagi prestasi," kata Nahdiana dalam keterangannya, Senin (15/6/2020).
"Usia yang lebih tua akan didahulukan. Sistem sekolah pun dirancang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Karena itu, disarankan agar anak-anak tidak terlalu muda ketika masuk suatu jenjang sekolah," lanjutnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Polemik PPDB DKI 2020 Jalur Zonasi, Siswa Menangis Berhari-hari hingga Banyak Diam"