KontraS Nilai Persidangan Kasus Penyiksaan yang Diduga Libatkan Oknum TNI di Jakarta Utara Janggal
KontraS mendesak oditur militer yang bertugas menuntut para terdakwa dengan hukuman seberat-beratnya ditambah hukuman secara tidak hormat
Penulis: Gita Irawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai persidangan kasus penyiksaan menyebabkan kematian yang diduga melibatkan oknum TNI di Jakarta Utara pada Februari 2020 lalu dengan korban bernama Jusni (24) janggal.
Staf Divisi Hukum Kontras Andi Muhammad Rezaldy menjelaskan kejanggalan pertama adalah pemeriksaan dalam proses peradilan militer terkait tempat penyiksaan hanya fokus kepada satu dari tiga tempat penyiksaan yakni hanya di depan Masjid Jamiatul Islam.
Baca juga: Oknum TNI Pembunuh Babinsa Pekojan Divonis 12 Tahun Penjara dan Dipecat dari Dinas TNI AL
Kedua, kata Andi, saksi-saksi yang berkaitan dengan penyiksaan yang terjadi di dua lokasi lainnya yakni Jalan Enggano dan Mess Perwira Yonbekang 4/Air tidak dihadirkan.
"KontraS berpendapat pengadilan militer yang sedang berjalan yang mengadili para anggota TNI tidak berjalan secara objektif," kata Andi saat konferensi pers secara virtual pada Minggu (15/11/2020).
Baca juga: Berkas Perkara 67 Oknum TNI AD Tersangka Kasus Ciracas Segera Dilimpahkan ke Oditur Militer
Terkait dengan hal tersebut KontraS mendesak oditur militer yang bertugas menuntut para terdakwa dengan hukuman seberat-beratnya ditambah hukuman secara tidak hormat.
KontraS juga mendesak agar oditur militer dapat mengakomodir dampak psikologis dan ekonomi dari keluarga korban dengan menyertakan permohonan restitusi dalam proses penuntutan di persidangan.
Selain itu KontraS juga meminta Komisi Yudisial secara aktif melakukan pemantauan atas proses peradilan tersebut karena KontraS mengindikasikan proses peradilan militer yang tidak berjalan objektif.
Baca juga: Oknum TNI Terdakwa Pembunuh Babinsa Pekojan Memohon Tidak Dipecat dari Dinas
"Pangdam Jaya sebagai komandan tertinggi di teritorial Jakarta itu harus meminta maaf atas peristiwa penyiksaan yang terjadi dan juga dialami oleh almarhum Jusni dan juga kawannya dan melakukan evaluasi agar tidak terjadi penyiksaan-penyiksaan kembali berulang," kata Andi.
Sebelumnya Andi mengungkapkan korban meninggal dalam peristiwa kekerasan tersebut adalah seorang warga Desa Kolowa Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara bernama Jusni (24).
Andi mengungkapkan awalnya Jusni yang sudah berada di Jakarta selama tiga bulan untuk bekerja sebagai pelaut diajak ke sebuah kafe di kawasan Jakarta Utara pada 9 Februari 2020 oleh temannya.
Sepulang dari kafe pada 9 Februari sekira pukul 05.00 WIB tiba-tiba Jusni bersama sekira sembilan temannya diserang oleh dua orang yang diduga oknum anggota TNI dan dua orang warga sipil tanpa diketahui sebabnya.
Setelah terjadi perkelahian di antara kedua pihak satu di antara orang yang diduga oknum anggota TNI mengancam untuk mengeluarkan senjata apinya.
Saat itu Jusni dan dua orang temannya kabur ke arah jalan dan sebagian teman lainnya kabur ke dalam kafe untuk meminta perlindungan.
Namun, kata Andi, tiba-tiba datang lagi sekira 10 orang lainnya yang datang untuk melakukan kekerasan terhadap Jusni dan teman-temannya.
Andi mencatat Jusni mengalami tiga kali penyiksaan di tiga lokasi berbeda yang dimulai pukul 06.00 WIB yakni di depan Masjid Jamiatul Islam, Jalan Enggano, dan Mess Perwira Yonbekang 4/Air.
Akibat penyiksaan tersebut Jusni mengalami luka di bagian kepala, lebam di area wajah, dan luka sabetan di sekujur punggung.
"Kondisinya ketika itu saat dijemput, anggota TNI membawa Jusni dari asrama ke tempat yang dijanjikan untuk menyerahkan Jusni. Jusni sudah dalam keadaan luka berat. Sekira 07.30 WIB Jusni dibawa ke RS Koja, ini di tanggal 09.00 WIB. Ini sempat mengalami koma dan dinyatakan meninggal dunia pada 13 Februari 2020," kata Andi saat konferensi pers virtual pada Minggu (15/11/2020).
Berdasarkan informasi terbaru yang didapatkannya, Andi mengatakan saat ini kasus tersebut telah sampai di pengadilan militer.
"Informasi yang kami terima proses kasus ini sedang berjalan di peradilan militer dan akan menjalani sidang tuntutan di hari Selasa tanggal 17 November 2020," kata Andi.
Berdasarkan pemantauan KontraS, kata Andi, selama Oktober 2019 sampai September 2020 terdapat 76 peristiwa kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan atau melibatkan oknum anggota TNI.
"Angka ini mengalami peningkatan dari jumlah peristiwa kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia tahun 2018 sampai 2019 yang berjumlah 58 peristiwa," kata Andi.