Refly Harun sebut Surat Edaran Bukan jadi Dasar untuk Pelanggar Ditindak Pidana
Refly menyebut kalau Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan para pejabat pemerintah, bukan menjadi dasar hukum pidana bagi para pelanggarnya.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli hukum tata negara Refly Harun dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara pelanggaran protokol kesehatan yang menimbulkan kerumunan atas terdakwa Muhammad Rizieq Shihab (MRS) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (10/5/2021).
Refly duduk sebagai saksi ahli yang dihadirkan oleh tim kuasa hukum terdakwa Rizieq Shihab.
Dalam persidangan, Refly menyebut kalau Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan para pejabat pemerintah, bukan menjadi dasar hukum pidana bagi para pelanggarnya.
Mulanya, Refly ditanya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait adanya SE yang mengatur tentang warga negara Indonesia yang harus dikarantina mandiri selama 14 hari setelah datang dari luar negeri.
Hal itu dikarenakan kata Jaksa, khawatir yang bersangkutan membawa virus mengingat sedang masa pandemi.
"Pelanggaran terhadap pelaksanaan dari SE yang merupakan bagian dari PSBB tersebut apakah juga merupakan pelanggaran pasal 9 ayat 1 yang diancaman pasal 93 UU kekarantinaan kesehatan?," tanya Jaksa kepada Refly dalam persidangan.
Menanggapi pertanyaan itu, Refly mengatakan kalau pelanggar tersebut tidak dapat ditindak secara pidana.
Sebab kata dia SE bukan sebuah regulasi yang mengikat secara umum, melainkan mengikat secara internal.
"Seharusnya tidak ada pelanggaran terhadap SE, kalaupun ada pelanggaran terhadap SE maka itu dianggap sebagai pelanggaran disiplin saja terhadap surat edaran tersebut," ucapnya.
Lantas dirinya memberikan contoh terkait SE ini, yakni gambaran antara pimpinan perusahaan yang memberikan edaran kepada jajarannya untuk menaati prokes.
"Apabila tidak taat prokes maka bisa dikatakan itu pelanggaran disiplin yaitu tidak menaati perintah," tuturnya.
Dengan begitu, dirinya membantah kalau hal tersebut dikatakan sebagai pelanggaran hukum.
Sebab, peraturan dalam SE itu tidak mengatur secara luas, bahkan dia mengaku merasa heran dengan sikap pemerintah yang kerap mengeluarkan SE.
Padahal kata dia, jika ingin menerapkan larangan maka seharusnya yang disusun adalah peraturan-peraturan bukan surat edaran.
"Jadi ya caranya bikin aturan, ada pelarangan langsung bikin aturan, misal pelarangan mudik, atau mau mengatur jam malam, bikin aturan tentang pelarangan jam malam, jangan bikin SE, makanya kadang-kadang ada SE Mendagri, dan Gubernur, ini adalah kelemahannya," ungkap Refly.
Oleh karena itu, Refly mengatakan untuk perkara yang diatur dalam SE tersebut tidak dapat dikaitkan dengan peraturan hukum.
Baca juga: Kuasa Hukum Rizieq Shihab Hadirkan Dua Saksi Ahli Termasuk Refly Harun
Sebab kata dia, kalaupun ada pelanggaran seharunya hal itu dikaitkan dengan Undang-Undang atau peraturan-peraturan seperi Perpu, Peraturan Menteri dan Peraturan Satgas.
"Yang penting, peraturan jangan kaitkan dengan Surat Edaran jangan kaitkan itu, karena tidak ada kaitannya dengan surat edaran kalau kita mau tertib hukum berdisiplin hukum," imbuhnya.
Sebagai informasi dalam sidang lanjutan perkara pelanggaran protokol kesehatan yang menimbulkan kerumunan di Petamburan ini, kuasa hukum Rizieq menghadirkan dua orang ahli.
Adapun keduanya yakni Refly Harun yang merupakan ahli hukum tata negara dan Doktor M Nasser ahli hukum kesehatan.