Kasus Covid-19 Terus Naik, Pemprov DKI Jakarta Diminta Tetapkan PSBB Ketat 14 Hari
Pemprov DKI perlu mengambil tindakan tegas yang berdampak signifikan, guna mengendalikan laju penambahan kasus Covid-19 di ibu kota.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Sanusi
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono menegaskan Pemprov DKI perlu mengambil tindakan tegas yang berdampak signifikan, guna mengendalikan laju penambahan kasus Covid-19 di ibu kota.
Langkah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat seperti awal pandemi Corona jadi yang paling mungkin dilakukan.
Namun tak perlu lama-lama, cukup berlaku selama 14 hari saja.
Baca juga: Beredar Foto Jenazah Covid-19 Diangkut Truk, Pemprov DKI Sebut Baru Simulasi
"Iya (PSBB) 14 hari aja nggak usah lama-lama, kalau mau nurunin ya," tegas Mujiyono kepada wartawan, Selasa (22/6/2021).
Namun ia menjelaskan pemberlakuan PSBB juga punya konsekuensi dan risikonya.
Salah satu yang pasti berdampak adalah soal Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta makin menurun.
Sehingga, kalau kebijakan PSBB ketat diambil, maka Pemprov perlu juga berkoordinasi dengan pemerintah pusat khususnya soal bantuan anggaran.
Baca juga: PPKM Mikro Ketat Berlaku Mulai Hari Ini, Simak Aturan Kegiatan Belajar Mengajar hingga Tempat Ibadah
"Tapi dengan segala risiko, pasti kalau berkepanjangan pasti PAD makin jeblok lagi, posisi DKI tidak bisa minta bantuan negara lain, bantuan keuangan negara lain kan nggak bisa, yang bisa ngutang kan pemerintah pusat, DKI terimanya dari pusat," jelas politikus Partai Demokrat ini.
Sebagai informasi, laporan harian kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta terus melonjak selama satu pekan terakhir.
Angka tambahannya tembus 5.582 kasus positif dalam sehari, pada Minggu (20/6/2021) atau jadi rekor tertinggi tambahan dalam satu hari.
Sementara hari Senin (21/6) tambahan harian masih menembus 5 ribu kasus, tepatnya 5.014 orang terkonfirmasi positif.
Adapun jumlah kasus aktif Covid-19 di Jakarta naik 1.918 kasus pada Senin (21/6). Sehingga jumlah kasus aktif hingga hari ini mencapai 32.060 orang. Artinya ada 32 ribu orang yang masih menjalani perawatan atau isolasi terkait kasus Covid-19.
Kasus Covid-19 Melonjak, Pemerintah Diminta Pertimbangkan Usulan Lockdown Akhir Pekan
Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay meminta pemerintah mempertimbangkan usulan lockdown akhir pekan di sejumlah daerah.
Sebab, saat ini lonjakan kasus covid-19 nasional belum bisa dikendalikan.
"Kalau lockdown secara total kelihatannya pemerintah akan kesusahan, tapi kalau yang saya tawarkan awalnya dulu lockdown akhir pekan," kata Saleh di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/6/2021).
Baca juga: Wali Kota Tangsel Minta RT Tak Ragu Lockdown Jika Ada 5 Rumah Warga yang Terpapar Covid-19
Saleh menjelaskan, lockdown akhir pekan bisa dilaksanakan pada Jumat sore hingga Senin pagi.
Saat itu, masyarakat tak diperkenankan melakukan aktivitas yang tidak mendesak pada waktu tersebut.
"Kalau dua malam (ini) orang tidak keluar rumah, diharapkan tidak ada penyebaran. Jadi saya minta tolong dipikirkan," ucapnya.
Baca juga: Legislator Demokrat Nilai Pemerintah Ambigu Tangani Covid-19
Anggota Komisi IX DPR RI ini mengatakan, lockdown akhir pekan bakal menekan kegiatan kerumunan di sejumlah titik keramaian.
Saleh berharap pemerintah berani mengeluarkan kebijakan tersebut.
"Jangan sampai terlambat. Karena kalau nanti sudah terlalu banyak (penularan), kita yang akan kewalahan sendiri. Sementara kita mengerti betul bagaimana kemampuan fasilitas kesehatan dan tenaga-tenaga medis di seluruh Indonesia," pungkasnya.
Pemerintah Pilih Micro Lockdown Sikapi Lonjakan Covid-19, Risma: Agar Ekonomi Makro Tetap Jalan
Menteri Sosial Tri Rismaharini mengungkapkan pemerintah memutuskan untuk menerapkan penanganan mikro dalam menangani lonjakan kasus Covid-19.
Menurut Risma, cara ini dipilih pemerintah agar ekonomi makro tetap berjalan.
"Strateginya tadi Pak Presiden menyampaikan bahwa penanganan secara mikro. Itu betul jadi ekonomi makronya tetap jalan tapi di saat protokol di RT di kampung ya bener," ujar Risma di Kantor Kemensos, Jln Salemba Raya, Jakarta, Senin (21/6/2021).
Menurut Risma, penanganan mikro tersebut merupakan cara yang tepat.
Risma mengaku menerapkan cara tersebut saat menangani Covid-19 di Surabaya, Jawa Timur.
Jika penanganan secara mikro dilakukan secara ketat, Risma meyakini angka Covid-19 dapat ditekan.
"Kalau itu ketat dilaksanakan, dan itu ekonomi terus berjalan. Karena nanti pada akhirnya kalau kita beda," kata Risma.
Mantan Wali Kota Surabaya ini mengatakan penanganan Covid-19 di Indonesia tidak bisa disamakan dengan di luar negeri.
Baca juga: Kasus Corona Melonjak, Pemerintah Akan Atur Mekanisme Rujukan Pasien Covid-19 Ke Rumah Sakit
"Kita tidak seperti luar negeri, lockdown semua. Lah disana kapasitas keuangannya tinggi orang. Artinya dia misalkan hidup sebulan dengan gaji sebulan. Dia bisa simpan untuk sekian hari dan 5 tahun dia bisa saving," ucap Risma.
Di Indonesia, menurutnya, lockdown total tidak bisa diterapkan karena kondisi
"Kalau di sini enggak dia sekian hari dia dapet ini dipakai makan terus besoknya habis. Hari ini makan terus besok habis, kan enggak bisa ini dia survive. Kalau kemudian tidak ada treatment apapun karena itu yang bisa kita lakukan micro lockdown," ungkap Risma.
Meski begitu, Risma mengatakan micro lockdown harus dijalankan dengan ketat demi mencegah meluasnya penyebaran Covid-19.
Baca juga: Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin Ingatkan Tak Semua Pasien Covid-19 Dirawat di Rumah Sakit
"Dengan micro lockdown, maka ekonomi makronya bisa jalan. Tapi saat di ruang seperti ini harus ada pengendalian. Dia di pasar boleh berjualan tapi ikuti protokol," pungkas Risma.
Seperti diketahui, Pemerintah akan melakukan penebalan atau penguatan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro di 34 Provinsi. Penguatan PPKM dilakukan untuk menekan lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia.
"Jadi nanti akan berlaku mulai besok tanggal 22 Juni sampai 5 Juli, 2 minggu kedepan," kata Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi secara daring, Senin, (21/6/2021).
Pencegahan virus corona menurut WHO
Menurut WHO, Langkah-langkah perlindungan dari virus corona adalah tetap mengetahui informasi terbaru tentang wabah Covid-19.
Hal tersebut tersedia di situs web WHO atau melalui otoritas kesehatan publik nasional dan lokal.
Cara mencegah kemungkinan terinfeksi Covid-19 adalah dengan melakukan beberapa tindakan pencegahan sederhana seperti berikut ini:
1. Cuci tangan teratur
Bersihkan tangan Anda secara teratur dan menyeluruh dengan hand sanitizer berbasis alkohol atau cuci dengan sabun dan air.
Alasannya, mencuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan hand sanitizer berbasis alkohol dapat membunuh virus yang mungkin ada di tangan.
2. Sosial distancing
Pertahankan jarak setidaknya 1 meter dari siapa saja yang batuk atau bersin.
Ketika seseorang batuk atau bersin, mereka menyemprotkan tetesan cairan kecil dari hidung atau mulut mereka yang mungkin mengandung virus.
Jika terlalu dekat, maka tetesan air bisa terhirup, termasuk virus Covid-19 jika orang tersebut menderita batuk.
3. Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut
Tangan yang menyentuh banyak permukaan dapat terpapar virus.
Setelah terkontaminasi, tangan dapat memindahkan virus ke mata, hidung, atau mulut.
Dari sana, virus bisa masuk ke tubuh dan bisa membuat sakit.
Pastikan orang-orang di sekitarmu mengikuti protokol kesehatan yang baik.
Tutupi mulut dan hidung dengan siku atau jaringan yang tertekuk saat batuk atau bersin.
4. Segera buang tisu bekas
Tetesan yang tertampung pada tisu bisa menyebarkan virus.
Dengan menjaga kebersihan yang baik, kamu dapat melindungi orang-orang di sekitarmu dari virus seperti flu dan Covid-19.
5. Tetap di rumah jika merasa tidak sehat
Jika mengalami demam, batuk dan kesulitan bernapas, cari bantuan medis dan hubungi terlebih dahulu dan ikuti arahan otoritas kesehatan setempat.
Otoritas nasional dan lokal akan memiliki informasi terbaru tentang situasi di daerah setempat.
Menelepon terlebih dahulu akan memungkinkan penyedia layanan kesehatan bisa dengan cepat mengarahkan ke fasilitas kesehatan yang tepat.
Baca: Ungkap Vaksin Corona Tak Bisa 100 Persen Efektif, Pakar Tetap Peringatkan Jaga Jarak & Pakai Masker
Ini juga akan melindungimu dan membantu mencegah penyebaran virus dan infeksi lainnya.
Ikuti perkembangan Covid-19 terbaru (kota atau area lokal dimana Covid-19 menyebar luas).
Jika memungkinkan, hindari bepergian ke tempat-tempat tersebut terutama untuk orang yang lebih tua atau menderita diabetes, penyakit jantung, atau paru-paru.
Pasalnya, mereka memiliki peluang lebih tinggi untuk terkena Covid-19.
Kasus Covid-19 Melonjak, IDI: Lockdown Lebih Tepat daripada PPKM Mikro
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyarankan pemerintah agar menerapkan lockdown untuk menekan lonjakan kasus Covid-19.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Satgas Covid-19 IDI, Zubairi Djoerban.
Ia menyarankan penerapan lockdown sebelum terlambat karena lonjakan kasus yang semakin tidak terkendali.
Lockdown atau karantina wilayah dibutuhkan untuk menekan penyebaran mutasi corona Delta dan Alfa yang mudah menular.
"(Lockdown) Tujuannya mengurangi tingkat penularan yang sekarang bisa dikatakan tidak terkendali," ujarnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Senin (21/6/2021).
Baca juga: Virus Corona Varian Delta asal India Sudah Masuk Jabar, Terdeteksi di Karawang, Lebih Cepat Menular
Menurut Zubairi, lonjakan kasus Covid-19 menyebabkan rumah sakit di beberapa daerah penuh.
"(Penularan) yang sekarang menyebabkan rumah sakit di banyak kota penuh."
"Tidak hanya di (Pulau) Jawa, Sumatera, Kalimantan Barat, dan di banyak tempat, keterisian rumah sakit rujukan ini amat tinggi," jelasnya.
Baca juga: Persi Sebut Pelayanan Pasien Non-Covid-19 di Rumah Sakit Terdampak Lonjakan Kasus Corona
Sehingga, IDI menyarankan penerapan lockdown lebih tepat untuk menekan kasus Covid-19.
"Kami menyarankan bahwa lockdown lebih tepat daripada PPKM Mikro," ujarnya.
"Beberapa lama itu bisa dilihat dari positivity rate turun berapa banyak, mungkin dua sampai empat minggu," sambung Zubairi.
Baca juga: Jubir Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito Menduga Dirinya Tertular Corona karena Hal Ini
Kata Satgas soal Lockdown
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Ketua Bidang Komunikasi Publik Satuan Tugas (Satgas) Covid-19, Hery Trianto, menjelaskan substansi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis mikro adalah kebijakan mencegah penyebaran Covid-19 sama dengan lockdown.
"Jadi jangan dibenturkan antara kebijakan lockdown dengan pembatasan kegiatan masyarakat."
"Substansinya sama, membatasi mobilitas masyarakat untuk menekan laju penularan," kata Hery saat dihubungi wartawan, Minggu (20/6/2021).
Baca juga: Umumkan Positif Corona, Jubir Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito Optimis Cepat Sembuh
Hery mengatakan, petugas di lapangan memperketat pelaksanaan PPKM Mikro melalui operasi yustisi yang melibatkan TNI dan Polri.
Petugas di lapangan memantau kegiatan dan menertibkan masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan.
"Tujuannya untuk mengurangi mobilitas agar masyarakat lebih banyak di rumah. Karena faktor penularannya manusia."
"Jadi, kalau aktivitas manusianya dikurangi, akan menekan penularan," jelasnya.
Ia menegaskan, PPKM Mikro sebenarnya cukup efektif menekan laju penularan Covid-19.
Belakangan, kasus positif meningkat karena beberapa hal, seperti masyarakat tidak mematuhi larangan bepergian, serta larangan mudik Lebaran.
Menurut Hery, pemerintah sudah berupaya agar masyarakat tidak bepergian dan mudik.
Namun, ternyata banyak yang tidak mengikuti imbauan pemerintah.
(Tribunnews.com/Nuryanti/Willy Widianto)