Jual Tabung Oksigen Hasil Modifikasi Tabung Pemadam Kebakaran, 6 Orang Ditetapkan Tersangka
Bareskrim Polri mengungkap perdagangan tabung oksigen yang dimodifikasi dengan memakai tabung pemadam api ringan (APAR).
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri mengungkap perdagangan tabung oksigen yang dimodifikasi dengan memakai tabung pemadam api ringan (APAR).
Barang tersebut diperjualkan-belikan pelaku dengan mengklaim barang merupakan tabung oksigen asli.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Helmy Santika menyebutkan kasus ini diperlukan lantaran pemakaian tabung gas APAR berbahaya untuk kesehatan.
"Ada tabung APAR yang dirubah jadi tabung oksigen. Ini sebenarnya berbahaya karena tabung APAR atau untuk pemadam kebakaran itu gak didesain untuk oksigen," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Helmy Santika kepada wartawan, Rabu (28/7).
Ia menuturkan penggunaan tabung APAR tidak diperuntukkan untuk kepentingan medis. Apalagi, kata dia, sampai diperjualbelikan bebas di masyarakat.
"Kita tidak tahu bagaimana tank cleaningnya, di dalamnya gas CO2, kalau misalkan diisi gas oksigen kalau pembersihannya tidak bagus tentu bahayakan orang. Dari desain tabungnya sendiri untuk APAR tidak didesain untuk diisi oksigen. Ada spesifikasi tertentu untuk tabung gas oksigen dia harus bisa menahan sampai 100 psi dan sebagainya," jelasnya.
Baca juga: Polres dan Kejari Pekalongan Ramai-ramai Dalami Harga Tabung Oksigen Rp 6,8 Juta di Apotek
Dalam kasus ini, pihaknya telah menetapkan 6 orang sebagai tersangka. Menurut Helmy, apar yang bisa dibeli dengan modal Rp700 hingga Rp900 ribu itu kemudian dijual dengan harga variatif oleh para pelaku.
"Untuk tabung apar ini variatif, antara Rp2 juta, Rp3 juta," jelas Helmy.
Kepada kepolisian, para tersangka mengaku telah menjual 190 tabung. Saat ini kepolisian tengah melacak para pembeli dari tabung tersebut.
Atas perbuatannya itu, para tersangka dijerat Pasal 106 UU Nomor 7 tahun 2014 tentang perdagangan, Pasal 197 UU Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 62 Jo Pasal 8 UU nomor 8 tentang perlindungan konsumen, dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.