Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Upaya Pemprov DKI Kurangi Sampah Organik Lewat Budidaya Maggot

Guna mengurangi sampah organik di ibu kota, Pemprov DKI Jakarta terus mengembangkan budidaya maggot.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Upaya Pemprov DKI Kurangi Sampah Organik Lewat Budidaya Maggot
Dok Pemprov DKI
Seorang warga tengah berjalan di atas tumpukan sampak yang ada di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guna mengurangi sampah organik di ibu kota, Pemprov DKI Jakarta terus mengembangkan budidaya maggot.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, program pengolahan sampah dengan budidaya maggot memiliki keunggulan dibandingkan metode lainnya.

“Budidaya maggot dapat mengolah sampah organik dalam volume yang lebih besar dan waktu yang lebih singkat,” ucapnya, Minggu (31/10/2021).

Pasalnya, satu kilogram maggot bisa menghabiskan dua sampai lima kilogram sampah organik per harinya.

Sebagai informasi, sampah organik merupakan jenis sampah terbanyak yang dihasilkan warga Jakarta.

Dari total rata-rata 7.424 ton sampah per hari yang dihasilkan warga ibu kota pada 2020 lalu, sebanyak 53 persen merupakan sampah organik.

Truk sampahhh
Sejumlah mobil pengangkut sampah sedang mengantre menurunkan muatan mereka di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.
Berita Rekomendasi

Sedangkan, 9 persen lainnya merupakan plastik, 8 persen residu, 7 persen kertas, dan sebagainya.

Untuk itu, Dinas LH terus berupaya mengajak masyarakat untuk bisa mempraktikkan metode Biokonversi Maggot di lingkungan rumahnya.

Hingga Juli 2021, Pemprov DKI sudah membangun 226 unit Biokonversi Maggot yang mampu mereduksi sampah organik mencapai 69.532,91 kilogram/bulan.

Asep pun menyebut, pihaknya terus mengupayakan pembangunan Biokonversi Maggot di ibu kota.

“Target tahun ini, kami akan membangun 66 rumah maggot yang tersebar di seluruh DKI Jakarta, termasuk Kepulauan Seribu,” ujarnya.

Tak hanya bermanfaat untuk mengurai sampah organik, maggot yang sudah menjadi prepupa atau bangkai juga masih bisa memiliki nilai ekonomis tinggi.

Sebab, bangkai maggot bisa digunakan sebagai pakan ternak kaya protein.

Kemudian, kepompongnya juga bisa diolah menjadi pupuk yang bisa menyuburkan tanaman.

Dengan demikian, pemanfaatan maggot tak akan menimbulkan sampah baru.

Maggot kering juga bisa dijual dengan harga Rp 15.000 sampai Rp 30.000 per 100 kilogramnya.

“Saat ini kamu juga sudah berkolaborasi dengan stakeholder lain, seperti OJK (Otoritas Jasa Keuangan) yang dapat bantu dari sisi literasi keuangan,” tuturnya.

Selain itu, Pemprov DKI juga akan melibatkan pegiat maggot sebagai pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

“Jadi, untuk pemasaran maggot kami sedang dalam penjajakan bersama OJK dan nantinya akan melibatkan Dinas UMKM, di mana para pegiat maggot bisa menjadi bagian dari Jakprenuer,” kata Asep.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas