Jadi Korban Mafia Tanah, Kakek Tukang AC Minta Kapolri Usut Dugaan Pelanggaran Anggotanya
Dia meminta agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengusut dugaan pelanggaran oknum anggota Polres Metro Jakarta Barat.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kakek tukang AC korban mafia tanah, Ng Je Ngay (70) mendatangi Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Jumat (21/1/2022) kemarin.
Dia meminta agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengusut dugaan pelanggaran oknum anggota Polres Metro Jakarta Barat.
Kuasa hukum Ng Je Ngay, Aldo Joe menyebut kliennya memprotes terkait penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Ia menduga pemberhentian kasus itu menyalahi prosedur dan diintervensi oleh oknum Polri.
"Harapan kami ya benar-benar Pak Kapolri bisa atensi melalui jajarannya khususnya Kadiv Propam yang mana menindak tegas para oknum yang membekingi mafia tanah," kata Aldo Joe kepada wartawan, Sabtu (22/1/2022).
Ia menduga ada kejanggalan dalam penanganan kasus kliennya. Pasalnya, kasus tersebut telah dihentikan sepihak pasca penetapan tersangka.
Penghentian penyidikan kasus mafia tanah itu terdaftar dengan nomor : S.Tap/06/I/HUK.6.6./2022 Res JB. SP3 terbit usai penyidik menggelar perkara dengan hasil pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan telah ditahan dengan alasan tidak cukup bukti.
"Ini penetapan tersangka, giliran ditetapkan tersangka dan dilaksanakan pemanggilan, tiba-tiba tersangka ini manuver ke biro wasidik, dan langsung digelar tersangka ini sebagai pendumas dan sebaliknya kami sebagai terdumas, padahal kami sudah terlebih dahulu setahun silam menyurati pada biro wassidik untuk diajukan gelar, dan faktanya tidak diadakan gelar untuk kami sebagai pendumas" ujar Aldo.
Baca juga: Kurang Alat Bukti, Polisi Setop Penyidikan Kasus Kakek Tukang AC Korban Mafia Tanah
Dijelaskan Aldo, alasan SP3 juga disebut karena tidak cukup alat bukti. Aldo memandang alasan itu tidak masuk akal, karena kasus telah naik penyidikan dan ditetapkan sebagai tersangka setelah mengantongi alat bukti permulaan yang cukup yaitu 2 alat bukti yang sah.
Bahkan, kata dia, polisi telah menetapkan terlapor Anton Gunawan sebagai tersangka dan ditahan. Anton pun disebutkan telah mengakui perbuatannya dalam sebuah surat.
Di sisi lain, Aldo menyampaikan telah terdapat 30 saksi, 2 saksi ahli, surat laboratorium forensik, KTP, KK, NPWP, hingga buku tabungan palsu yang digunakan sebagai petunjuk yaitu pembelian di bawah NJOP.
Dia meminta penyidik Polres Metro Jakarta Barat transparan dalam menangani kasus tersebut. Termasuk, apabila terjadi intervensi dari anggota polisi yang memiliki pangkat lebih tinggi.
"Berarti kan sudah yakin terkait alat bukti yang cukup telah diperoleh, sekarang langsung disampaikan kurang alat bukti kan itu menjadi tanda tanya besar, dikarenakan menurut Perkapolri dan KUHAP bahwasannya dapat ditingkatkan status tersangka wajib memiliki syarat minimal 2 alat bukti dan didukung barang bukti, sehingga apabila dilaksanakan SP3 dengan alasan kurang bukti, apakah alat bukti tersebut hilang, tercecer, atau apa?," tukas dia.
Hingga kini, dia mengaku tidak pernah tercapai negosiasi maupun mediasi antara pelapor dan terlapor. Karena itu, tidak ada restoratif justice bagi kliennya.
"Malah ditangguhkan hingga di SP3 yang mana sangat bertolak belakang penanganannya dengan kasus mafia tanah lainnya seperti yang dialami mantan Wamenlu, Artis Nirina, hingga korban pengusaha pada Polres Pusat. Tidak ada equality before the law bagi korban tukang AC," jelasnya.
Dia juga meminta Kadiv Propam turun tangan mengusut kasus tersebut. Dia menilai kliennya tidak akan mendapat keadilan apabila pimpinan kepolisian tidak melihat dan bertindak tegas.
Sementara itu, kakak korban, Oh Po Leng, 72, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Kapolri memberikan keadilan terkait pengusutan mafia tanah. Agar, kata dia, pelaku benar-benar bisa menerima hukuman atas perbuatannya.
"Saya minta sama Kapolri tolong jalan yang terbaik yang jujur, yang mana salah dikata salah ya, yang mestinya salah jangan dikata benar," ujar dia.
Sebagai informasi, Aldo dan Oh Po Leng mewakili Ng Je Ngay datang ke Bareskrim Polri pada Jumat siang, 21 Januari 2022. Mereka melaporkan dugaan pelanggaran prosedur penyidik Polres Metro Jakarta Barat ke Propam Polri.
Laporan aduan itu diterima dengan nomor : 084/SPh-AJ/I/2022. Aduan itu terkait permohonan perlindungan hukum dan pengawasan korban mafia tanah. Aduan ditujukan kepada Kapolri, Wakapolri, Kadiv Propam, Irwasum, dan Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo.
Adapun tindak pidana menggunakan akta autentik palsu dan atau pertolongan jahat atau tadah sebagaimana Pasal 266 ayat 2 KUHP dan atau Pasal 480 KUHP yang dilaporkan terhadap Anton Gunawan sesuai Laporan Polisi Nomor: LP/436/III/2018/PMJ/Restro Jakbar pada 21 Maret 2018 resmi dihentikan. Anton juga telah dikeluarkan dari tahanan dan barang sitaan dikembalikan.
Kasus bermula saat kakek, Ng Je Ngay, 70, kehilangan rumah dan tanahnya di Jakarta Barat senilai Rp2-3 miliar jika ditaksir menggunakan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Ng Je Ngay membeli rumah tersebut dari Ho Ceng Lim pada 1990.
Penjual awalnya juga telah mengonfirmasi pembeli yang sah rumahnya adalah sang kakek. Namun, kakek disebut pernah menjual rumah tersebut. Kepemilikan rumah beralih nama menjadi milik orang lain.
Lalu, kakek tukang AC dilaporkan kasus penyerobotan lahan pada 2017. Tak terima, sang kakek melaporkan kasus mafia tanah itu ke polisi pada 21 maret 2018.
Kakek enam kali mengirim surat ke Kapolda Metro Jaya Irjen Mohammad Fadil Imran meminta perlindungan hukum. Namun disayangkan belum mendapatkan keadilan dan berakhir pada SP3.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.