Soal ERP di Jakarta, Pengamat: Bisa Diterapkan Tapi Benahi Dulu Transportasi Umum
Masiton menilai alasan Pemerintah terkait penerapan kebijakan ERP untuk mengatasi kemacetan Ibu Kota maka transportasi massal merupakan jawabannya
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Eko Sutriyanto
Sebab Eddy mengatakan, sistem tersebut mengadopsi sistem yang digunakan Singapura.
"ERP kan adopsi dari sistem yang digunakan di Singapura," kata Eddy.
Ia menjelaskan, penerapan sistem ERP di Singapura memakan biaya tinggi.
Hal tersebut, kata Eddy, yang tentu menjadi permasalahan di Indonesia.
Baca juga: Anggota DPRD DKI Kenneth Dorong Peran Forkopimda Sosialisasikan Wacana Penerapan ERP di 25 Titik
"Nah di Singapura itu, di jam-jam tertentu orang sudah memiliki alat kalau melalui zona ERP, itu pasti akan didebit. Biayanya tinggi. Itu mungkin akan jadi permasalahan," sebut Sekjen PAN itu.
Menurutnya, ERP boleh saja diterapkan jika sudah ada alternatif moda transportasi yang terintegrasi.
"Silahkan karena masyarakat punya pilihan untuk menuju tujuan, kantor, pekerjaan, dan lain-lain," sebutnya.
"Kalau sekarang sudah ada tapi belum tersambung dan terintegrasi," jelas Eddy.
Eddy mengatakan, penerapan kebijakan ERP masih perlu dikaji.
"Karena itu akan memberatkan masyarakat dari aspek biaya," ucapnya.
Sebelumnya, pemasukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dari penerapan jalan berbayar elektronik (Electronic Road Pricing/ERP) diperkirakan bisa mencapai Rp 30 miliar - 60 miliar.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta, Ismail.
"Kami dapat informasi, tidak kurang per hari sekitar Rp 30 miliar-Rp 60 miliar dana yang masuk"
"Satu trip itu Rp 30 miliar, berarti dua kali (perjalanan) sekitar Rp 60 miliar," ujar Ismail, Senin (16/1/2023) seperti yang telah diberitakan wartakota.tribunnews.com.