Cerita Bang OSO tentang Google dan Guru
Di depan ratusan pelajar, Oesman Sapta Oesman Sapta menceritakan pengalaman saat masih duduk di bangku sekolah .
TRIBUNNEWS.COM – Wakil Ketua MPR RI Oesman Sapta Odang (OSO) mensosialisasikan 4 Pilar MPR kepada ratusan siswa sekolah Labschool Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (8/3). Dalam sosialisasi 4 Pilar itu, Bang OSO menggunakan metode yang lebih cair.
Di depan ratusan pelajar, Oesman Sapta merasa senang bisa memberi sosialisasi di Labschool. “Di sini saya menemukan banyak kelebihan," ujarnya. Dalam kesempatan itu, Oesman Sapta mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa peserta sosialisasi.
Ada pun pertanyaan yang diajukan, apakah Pancasila adalah sebagai dasar negara, UUD Negara RI Tahun 1945 sebagai konstitusi, NKRI sebagai sebagai bentuk negara, Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa dan negara? Semua pertanyaan itu dijawab secara serempak oleh seluruh siswa dengan mengatakan, "betul".
Selanjutnya Oesman Sapta menceritakan pengalaman saat masih duduk di bangku sekolah. Bagi Oesman kecerdasan adalah suatu yang penting untuk dimiliki para pelajar. Diharapkan para pelajar jangan sampai terlibat narkoba.
“Kita semua di sini anti narkoba,” tegas Oesman Sapta. Bagi Bang OSO kenakalan yang terjadi harus menjadi perhatian guru. Ia berharap guru dan murid saling menghormati. Diakui oleh Oesman Sapta, saat ini terjadi degradasi nilai-nilai kebangsaan. Salah satu bukti lunturnya nilai-nilai kebangsaan adalah terjadinya tawuran antar pelajar yang terjadi di manapun. Bang OSO memaparkan saat ini kita berada dalam abad dunia teknologi di mana dengan hanya membawa handphone kita bisa mengetahui isi dunia.
Dulu murid menanyakan semua hal kepada guru, sekarang murid bisa menanyakan semua hal dengan melihat google. Menurut Oesman Sapta, google bisa memberi rujukan baik bersifat positif maupun negatif. Hal demikian diakui Senator dari Provinsi Kalimantan Barat ini bahwa dalam beberapa hal mengkawatirkan. Menurut Bang OSO, guru selalu memberi rujukan yang positif, namun tidak dengan google.
Dikatakanya di google akan memberi jawaban semua yang diinginkan. Dicontohkan di google tidak hanya memberi tahu siapa penemu bom namun bagaimana merakit bom juga bisa diunduh. Hal inilah yang bisa memicu orang bisa melakukan tindakan yang berbahaya. Hal demikian tentu lain dengan guru yang tidak akan memberi sesuatu hal yang membahayakan.
“Guru melarang murid menjadi teroris,” tegasnya. Menurut Bang OSO, kita harus bijak dan arif dalam menyikapi perkembangan teknologi. “Efek atas teknologi harus disikapi dengan baik," paparnya. Tidak hanya soal teknologi yang dikritisi Oesman Sapta, masalah masuknya budaya barat yang belum tentu cocok dengan kita pun diingatkan kepada para siswa.
Oesman Sapta mengutip pendapat salah satu Duta Besar Indonesia bahwa kita harus mengubah cara pandang soal budaya. “Jangan membawa budaya lama sebab orang tak mengenal budaya lama, sekarang orang mengenal budaya baru," paparnya. Ia mengartikan tuntutan dunia internasional adalah sesuatu budaya yang maju ke depan dan kecanggihan teknologinya menjangkau ke depan. “Ini yang harus dicamkan oleh anak-anak Labschool akan arti penting teknologi,” kata Oesman Sapta. Menurutnya pendidikan itu bukan hanya feeling dan insting tapi juga rasio. Dirinya bangga dengan labschool. sekolah yang modern yang komunikasi antara murid dan guru hidup. (Advertorial)