Pimpinan MPR Mengecam Penerbitan Ulang Kartun Nabi Muhammad SAW di Prancis
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengecam penerbitan ulang kartun Nabi Muhammad SAW oleh media cetak Prancis Charlie Hebdo.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengecam penerbitan ulang kartun Nabi Muhammad SAW oleh media cetak Prancis Charlie Hebdo. Padahal, kartun yang sama yang menghinakan Nabi Muhammad SAW telah memicu kemarahan umat Islam pada tahun 2015.
“Belum tuntas kasus penistaan, pembakaran dan perobekan Al-Quran di Swedia, Norwegia dan Denmark, majalah Charlie Hebdo justru menambah intoleran dan laku radikal yang melukai umat Islam dengan kerja provokatifnya yang kental dengan nuansa Islamophobia,” ujar Hidayat yang dikenal dengan panggilan HNW melalui keterangannya di Jakarta, Kamis (3/9).
Baca: Angka Kasus DBD Masih Tinggi, Ini Cara Ampuh Bunuh Nyamuk!
HNW yang juga Anggota Komisi VIII DPR RI, ini menolak alasan pihak Charlie Hebdo yang menyebutkan penerbitan kartun tersebut sebagai bagian dari penyajian bukti sejarah, seiring dengan proses pengadilan para tersangka penyerangan Charlie Hebdo tahun 2015.
Menurutnya, provokasi ini sangat jauh keluar konteks kasus tersebut. Apalagi pada edisi yang sama mereka juga menerbitkan kartun penghinaan yang diterbitkan 15 tahun silam oleh Jyllands-Posten di Denmark. Ini malah membuktikan tendensi intoleran dan kebencian mereka terhadap seluruh umat Islam, tendensi Islamofobik yang sama sekali jauh dari konteks pelaksanaan HAM dan penegakan hukum sebagaimana yang mereka klaim. HNW juga mengkritik pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada (1/9) yang menyebut penerbitan kartun tersebut sebagai kebebasan pers.
Baca: Gotong Royong, Ujung Tombak Hadapi Pandemi
“Justru itu bagian dari Islamophobia, mempraktikkan kebencian dan diskriminasi terhadap Umat Islam dan simbol-simbol yang disakralkannya, itu juga melanggar HAM. Karena itu tidak patut dilindungi dengan dalih kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Apalagi, sikap seperti itu dapat memicu gesekan yang meluas dan konflik horizontal di Prancis, negara yang memiliki populasi Muslim terbesar di Eropa. Sebagaimana rasisme sistemik yang hari ini kita saksikan dampaknya di Amerika Serikat, atau pun aksi teror terhadap umat Islam di Myanmar dan India, semuanya diperparah oleh kebencian dan diskriminasi yang berlindung di balik kedok kebebasan pers,” kata HNW menambahkan.
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini juga kembali menegaskan seruannya kepada Kementerian Luar Negeri RI agar memaksimalkan potensi Indonesia di PBB dan OKI untuk melawan praktek Islamophobia. Selain itu, HNW juga menggarisbawahi peranan khusus Council of Europe sebagai organisasi yang bertanggungjawab terkait masalah HAM di benua Eropa, termasuk permasalahan Islamophobia.
Baca: Ini 6 Kelurahan di Jakarta yang Bebas Covid-19 dan 10 Kelurahan yang Aktif Covid-19
“Sebagaimana Kemenlu pada pekan ini memanggil KUAI Swedia dan Norwegia untuk menyampaikan protes terhadap pembakaran Al-Quran, Kemenlu perlu juga mempertimbangkan tindakan serupa terhadap Prancis untuk menegaskan posisi Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia, yang demokratis dan moderat. Apalagi Markas Besar Council of Europe berada di Strassbourg, Prancis. Indonesia juga dapat mengambil peran melalui forum diskusi dengan Council of Europe untuk menyelamatkan demokrasi dan perdamaian, dengan mencari solusi terkait penghentian fenomena intolerannya kelompok ultranasionalis, Islamophobia dan tindak pelanggaran HAM dan diskriminasi lainnya. Karena tumbuh suburkan intoleranisme yang memicu konflik tidak hanya di Eropa, tetapi bisa meluas ke belahan dunia lainnya. Tapi Umat Islam hendaknya tetap hati-hati, tidak terprovokasi, dan membantu Negara-Negara setempat untuk mengoreksi Islamophobia, intoleran dan radikalisme ultranasionalis kanan itu,”kata tutup HNW lagi.