HNW: Ideologi Pancasila Sudah Teruji Mampu Menghadapi Tantangan Zaman.
Hidayat Nur Wahid menuturkan pemuda Indonesia harus meyakini bahwa keputusan para pendiri bangsa dirikan Pancasila adalah yang terbaik.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menuturkan pemuda Indonesia harus meyakini bahwa keputusan para pendiri bangsa yang telah menjadikan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara adalah pilihan terbaik.
"Karena sila-sila yang ada dalam Pancasila bukanlah sesuatu yang asing bagi bangsa Indonesia. Nilai-nilai itu diambil dari perut bumi bangsa Indonesia sendiri, yang sudah hidup sejak lama," ungkap Hidayat secara daring pada acara Temu Tokoh Nasional/Kebangsaan, kerja sama MPR dengan Garuda Keadilan Provinsi Lampung.
Selain itu keputusan untuk menetapkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, dilakukan dengan cara musyawarah mufakat.
"Seperti kata Bung Karno, Dia tidak pernah membuat sendiri Pancasila. Tetapi Dia menggali nilai-nilai yang sudah tumbuh sejak lama di tengah masyarakat. Karena itu Pancasila bisa diterima seluruh rakyat Indonesia, dan tidak ada satu sila pun yang bertentangan dengan nilai-nilai yang tumbuh serta berkembang dalam masyarakat. Pancasila bukan agama, tetapi tidak ada satupun agama yang bertentangan dengan Pancasila," kata Hidayat.
Acara tersebut berlangsung di Gedung Ragom Sejahtera , Jl. Untung Suropati Bandar Lampung, Minggu (15/11/2020). Ikut hadir pada acara tersebut Ketua Garuda Keadilan Provinsi Lampung Agus Sholihin.
Selain Hidayat, acara tersebut juga menghadirkan satu narasumber pendamping, yaitu DR Zulkarnain, pakar Hukum Tatanegara dan dosen Fakultas Hukum Unila. Tema yang dibahas dalam acara tersebut adalah Pemuda Terdepan Dalam Mengawal Kemajuan, Keamanan dan Kecintaan kepada NKRI.
Sejak ditetapkan pada 18 Agustus 1945, berbarengan dengan penetapan konstitusi, tidak ada satu kelompok masyarakat pun yang menolak keberadaan Pancasila. Bahkan ketika Bung Karno dan para pendiri bangsa lainnya meninggal, Pancasila tetap tegak berdiri, tidak ada penolakan dari masyarakat manapun.
Berbeda dengan Yugoslavia, negara di Kawasan Balkan yang didirikan Josip Bros Tito, itu akhirnya terpecah setelah pendirinya mangkat. Yugoslavia terbagi menjadi negara-negara kecil sesuai etnis dan suku bangsa yang hidup di daerah tersebut. Beberapa negara muncul sebagai pengganti Yugoslavia. Antara lain, Serbia, Kroasia, Slovenia dan Bosnia-Herzegovina.
"Sedangkan Uni Soviet, negara yang sudah tidak ada dalam peta dunia, itu mengalami perpecahan setelah pemerintah berkuasa memaksakan Kebijakan Glasnost (keterbukaan) dan Perestroika (restrukturisasi). Kebijakan tersebut dipaksakan oleh penguasa dan hendak menggantikan ideologi komunis yang sudah lama hidup di tengah masyarakat Uni Soviet. Sejarah Yugoslavia dan Uni Soviet bisa menjadi pelajaran bagi Indonesia dalam mengelola bangsa dan negara," kata Hidayat menambahkan.
Selain menerima dan mensyukuri dasar serta Ideologi Pancasila, kata Hidayat Generasi muda juga harus mendukung pilihan terhadap bentuk negara kesatuan, dalam bingkai NKRI. Pilihan tersebut sangat sesuai dengan wilayah Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau diserta keberagaman suku, bangsa, bahasa, adat budaya serta agama.
Pilihan tersebut kata Hidayat membuat Indonesia tetap kokoh, meskipun pada 1998, terjadi gerakan Reformasi. Kala itu, banyak pengamat meramalkan bahwa Indonesia akan terpecah belah setelah era reformasi. Nyatanya ramalan itu tidak terjadi.
Seluruh bangsa Indonesia menghendaki tetap berada dalam satu gerbong NKRI. Meskipun Reformasi menyebabkan banyak perubahan, termasuk amandemen UUD 1945, tetapi dasar dan ideologi Pancasila serta Bentuk Negara NKRI, tak mengalami perubahan apapun. (*)