Bamsoet Dorong Gasifikasi Batubara untuk City Gas
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong pemerintah memaksimalkan gasifikasi batubara agar Indonesia bisa membuat banyak jaringan city gas (kota gas).
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong pemerintah memaksimalkan gasifikasi batubara agar Indonesia bisa membuat banyak jaringan city gas (kota gas). Sehingga, bisa mengalihkan penggunaan LPG untuk kalangan rumah tangga, yang setiap tahun terus meningkat.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, konsumsi LPG nasional pada tahun 2019 mencapai 7,76 juta ton. Sementara, produksi nasional hanya mentok di 1,96 juta ton. Sisanya sekitar 5,71 juta ton LPG harus dipenuhi melalui impor.
"Subsidi LPG di APBN juga terus meningkat. Dari Rp25,9 triliun di APBN 2015 menjadi Rp50,6 triliun di APBN 2020. Untuk APBN 2021 jumlahnya ditekan menjadi Rp37,8 triliun karena adanya alokasi anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19. Agar kedepannya tak lagi memberatkan keuangan negara, penggunaan LPG bisa dialihkan melalui jaringan city gas yang dihasilkan oleh gasifikasi batubara," ujar Bamsoet usai menerima para pakar gasifikasi batubara, di Jakarta, Senin (15/3/21).
Para pakar gasifikasi batubara yang hadir antara lain, Hery Apriyanto, Dodi Ngakan Miharjana, Musrizal, Nasruddin, Antho.
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, proyek gasifikasi batubara sebagai bagian dari hilirisasi industri batubara sudah digagas sejak dua puluh tahun lalu, namun realisasinya belum maksimal. Hingga akhirnya Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020, yang memasukan gasifikasi batubara di Tanjung Enim, Sumatera Selatan sebagai bagian dari proyek strategis nasional.
"Hilirisasi batubara melalui gasifikasi merupakan keniscayaan. Mengingat deposit batubara di Indonesia sangat besar. Menurut kajian Badan Geologi Kementerian ESDM, per Desember 2019 jumlahnya mencapai 37,6 miliar ton," jelas Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menerangkan, tidak semua batubara yang dihasilkan berkalori tinggi. Sebanyak 20 miliar ton diantaranya berkalori rendah yang kurang diminati pasar ekspor.
"Disisi lain, permintaan internasional untuk batubara berkalori tinggi juga terus menurun. Sampai dengan November 2020, Kementerian ESDM mencatat volume ekspor batubara hanya sebesar 364 juta ton. Turun 13 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai 418 juta ton," terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menambahkan, per tahunnya, minimal keberadaan satu pabrik hilirisasi batubara bisa mengolah 6 juta ton batubara berkalori rendah menjadi 1,4 juta ton dimethyl ether (DME). Yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti LPG.
"Harga jual DME bisa sekitar USD 420 per ton. Jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata harga LPG sekitar USD 568 per ton. Kehadiran DME, menurut perhitungan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, bisa menghemat pengeluaran negara untuk subsidi LPG 3 Kg mencapai Rp 8,7 triliun. Karenanya tak ada alasan untuk menunda proyek gasifikasi batubara," pungkas Bamsoet. (*)