HNW: Gunakan Pancasila Sebagai Deteksi Dini Terhadap Ideologi yang Berbahaya
Pancasila harus menjadi rujukan kita bersama dalam mendeteksi secara dini berbagai perilaku yang potensial mengancam NKRI.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid mengatakan, Pancasila harus menjadi rujukan bagi seluruh elemen bangsa. Termasuk dalam mendeteksi perilaku atau kebijakan yang menyimpang, serta membahayakan NKRI.
Hal ini disampaikan Hidayat dalam acara Sosialisasi 4 Pilar MPR RI bersama dengan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Jakarta Selatan di Jakarta, Jumat (10/4). Salah satu fungsi FKDM di daerah adalah untuk membantu instrumen negara dalam urusan keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat melalui upaya deteksi dini terhadap potensi dan kecenderungan ancaman serta gejala atau peristiwa bencana.
Bila Pancasila menjadi rujukan bersama dalam bernegara, kaya Hidayat maka segala bentuk perilaku atau kebijakan menyimpang yang berpotensi mengganggu ketertiban masyarakat dapat dideteksi sejak dini. “Pancasila harus menjadi rujukan kita bersama dalam mendeteksi secara dini berbagai perilaku yang potensial mengancam NKRI,” ujarnya.
Sayangnya, lanjut Hidayat rujukan ini sering digunakan secara kurang obyektif, kadang malah tidak sesuai dengan Pancasila karena menghadirkan sikap yang tidak adil, tidak manusiawi dan tidak beradab, yang bisa berdampak kepada kerawanan kesatupaduan Bangsa Negara NKR.
Hidayat yang biasa disapa HNW mencontohkan, beberapa waktu lalu, ada seorang menteri yang menyampaikan early warning pernyataan terbuka tapi cenderung tidak adil dan tidak obyektif. Sang menteri melakuka generalisasi kecurigaan terhadap anak muda yang rajin ke masjid, hapal Al Quran, pintar bahasa Arab dan good looking sebagai bibit radikalisme atau terorisme. “Ini contoh deteksi dini yang tidak adil, tidak manusiawi dan tidak beradab, karena tidak sesuai dengan Pancasila. Apalagi rajin ke masjid justru bisa jadi wujud mengamalkan sila pertama dari Pancasila,” jelasnya.
HNW mengakui bahwa segala bentuk radikalisme dan terorisme harus ditolak. Tetapi penolakan tersebut jangan sampai menggeeneralisasi mereka atau anak-anak muda yang rajin ke masjid, atau justru malah mencurigai mereka. Mestinya anak muda yang sudah mau ke Masjid itu diayomi dan dijaga agar bisa jadi mitra FKDM, mengatasi masalah-masalah yang menyebar di kalangan milenial dan anak-anak muda. Seperti, masalah narkoba, sex bebas, kumpul kebo, hingga tawuran. Karena semua tindakan itu bertentangan dengan Pancasila, merugikan masyarakat dan menghadirkan ketidak amanan warga.
Menurut HNW, sikap deteksi dini tersebut kontras dengan perilaku menyimpang di masyarakat yang berpotensi menimbulkan kekacauan terhadap keamanan dan ketertiban umum. “Misalnya, di sana sini ada mabuk-mabukan justru dibiarkan saja.
“Bila jujur dan serius merujuk ke Pancasila, maka kewaspadaan dini kita tidak perlu rumit dan aneh-aneh. Semua gamblang karena 5 Sila dalam Pancasila juga sangat gamblang dan gampang dipahami. Jangan yang ke masjid yang mengamalkan sila 1 Pancasila, secara berlebihan distigma. Betul terorisme dan radikalisme oleh siapapun dengan alasan apapun harus dikoreksi dan diwaspadai, tapi perilaku dan ideologi menyimpang yang lain seperti komunisme, atheisme, liberalisme, kapitalisme, separatisme, mabuk-mabukan miras, sex bebas, yang semuanya bertentangan dengan Pancasila, jangan malah tidak mendapatkan kewaspadaan dini dan tindakan hukum yang semestinya,” jelasnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan bahwa kewaspadaan dini menggunakan instrumen Pancasila juga tidak hanya ditujukan kepada masyarakat, tetapi juga harus digunakan untuk meluruskan perilaku menyimpang penyelenggara negara, baik di eksekutif maupun di legislatif dan yudikatif. Beberapa rencana kebijakan harus diwaspadai secara dini apabila itu berpotensi melanggar Pancasila.
Ia mencontohkan kegaduhan saat ada wacana Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang cenderung membonsai Pancasila dan tidak sesuasi dengan konsensus final para pendiri bangsa, dan juga Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 yang disiapkan Kemendikbud yang pmenghilangkan frasa ‘agama’. “Dengan secara jujur menggunakan Pancasila sebagai tolok ukur pendeteksian dini, rencana kebijakan-kebijakan tersebut bisa dikoreksi,” tuturnya.
“Kewaspadaan sejak dini harus terus hadir, agar tidak ada kebijakan yang melenceng. Oleh karenanya, Sosialisasi 4 Pilar MPR RI ini ini harus terus dilakukan, agar nilai-nilai Pancasila semakin dipahami dengan baik, dan terinternalisasi di seluruh komponen masyarakat secara semakin kuat. Agar cita-cita berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila, selalu dapat diwujudkan, dan diselamatkan dari berbagai penyimpangan,” pungkasnya.