Fadel Muhammad: Desa Harus Jadi Ujung Tombak
Wakil Ketua MPR Prof. Dr. Ir. Fadel Muhammad menerima pengurus pusat PABPDSI untuk membahas program-program pembangunan desa di Indonesia
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Prof. Dr. Ir. Fadel Muhammad menerima pengurus pusat Persatuan Anggota Badan Permusyawaratan Desa Seluruh Indonesia (PABPDSI) di ruang pimpian MPR RI pada 4 Mei 2021. Rombongan PABPDSI dipimpin ketuanya Fery Radiansyah. Dalam kesempatan tersebut Fery mengemukakan perkembangan kepengurusan organisasi dan rencana ke depannya serta permasalahan yang dihadapi.
Menurut Fery, kepengurusan PABPDSI sudah meliputi 25 provinsi. Oleh karena kepengurusan sudah terbentuk maka rencana berikutnya adalah menyelenggarakan rapat kerja nasional (Rakernas) yang akan dilaksanakan pada Juni 2021.
Fadel sangat mendukung program yang direncanakan PABPDSI. Menurutnya keberadaan organisasi ini merupakan tahapan “Menuju Good Governance Desa” yang sudah dicanangkan sejak beberapa waktu lalu. Good Governance Desa juga menjadi kunci utama pembangunan desa. “Kalau melihat ini maka kita harus mengacu pada awal mula lahirnya peraturan menyangkut desa yaitu lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, hingga Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014,” paparnya.
Fadel memberi tekanan khusus pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. “Menyangkut Undang-Undang ini saya ikut terlibat dalam mempersiapkannya. Pada saat itu kita spesifik membahas mengenai desa. Itu merupakan embrio yang akhirnya, pada saat saya menjadi Ketua Komisi XI DPR RI, lahirlah Dana Desa,” katanya. Menurutnya, Dana Desa lahir antara lain karena pengalamannya menjadi Gubernur Gorontalo. “Saya merasakan bahwa ujung tombak pembangunan itu ada di desa. Tetapi ujung tombak ini tidak mendapatkan perhatian yang baik dari pemerintah secara keseluruhan. Maka saya berkeras dan berpendapat bahwa kita perlu mengatur adanya dana desa,” tuturnya lebih lanjut.
Menurutnya, dana desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah desa yang mencakup pelayanan, pembangunan, dan perdayaan masyarakat. Perdayaan masyarakat merupakan kuncinya. “Karena kita ingin perdayaan masyarakat itu yang bermuara terutama di desa. Tanpa ada perdayaan masyarakat, tidak ada guna kita menyelenggarakan pemerintahan desa,” katanya. Karena itu Fadel berharap, saat rakernas PABPDSI nanti ada pembahasan khusus mengenai perberdayaan masyarakat desa sehingga keberadaan pemerintahan desa lebih bermanfaat dan terasa keberadaannya bagi kepentingan rakyat.
Fadel lalu bercerita pengalamanannya saat menjadi Gubernur Gorontalo dalam memberdayakan masyarakat desa. Saat itu ia mengeluarkan kebijakan bernama Tunjangan Kinerja Daerah (TKD). “Saya mengatur TKD ini untuk kepentingan camat dan desa, terutama di desa. Kepala desa-kepala desa saya panggil dan kumpulkan lalu dibuat kriteria,” katanya. Saat itu Gorontalo sedang menggenjot produksi jagung. “Saya ingin produktivitas jagung di desa naik dari 4 ton per hektar menjadi 6-7 ton per hektare. Terus anak-anak yang sekolah di desa bagaimana, orang miskin di desa bagaimana, pengaturan kesehatan masyarakat bagaimana yang akhirnya meningkatkan indeks pembangunan manusia,” katanya. Setelah itu kepala desa diberikan tunjangan berdasarkan kriteria pencapaiannya untuk mendorong semangatnya. Akibatnya produksi jagung meningkat. Menurutnya, intinya adalah desa itu harus menjadi ujung tombak.(*)