Bertemu di Bogor, Presiden Jokowi Setuju Pembahasan PPHN Asal Tidak Melebar
Bamsoet menegaskan amandemen terbatas UUDI NRI Tahun 1945 tidak akan menjadi bola liar, khususnya terkait perpanjangan masa jabatan presiden.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan amandemen terbatas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 tidak akan menjadi bola liar ataupun membuka kotak pandora. Khususnya, terkait perubahan perpanjangan masa jabatan presiden dan dan wakil presiden menjadi tiga periode.
"Kekhawatiran itu justru datang dari Presiden Joko Widodo. Beliau mempertanyakan apakah amandemen UUD NRI 1945 tidak berpotensi membuka kotak pandora sehingga melebar, termasuk mendorong perubahan periodisasi presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode? Saya tegaskan kepada Presiden Jokowi, sesuai dengan tata cara yang diatur di Pasal 37 UUD NRI 1945 sangat rigid dan kecil kemungkinan menjadi melebar," ujar Bamsoet usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jumat (13/8/21).
Turut hadir para Wakil Ketua MPR RI, antara lain Ahmad Basarah, Ahmad Muzani, Lestari Moerdijat, Jazilul Fawaid, Syarifuddin Hasan, Zulkifli Hasan, Arsul Sani, dan Fadel Muhammad. Hadir pula Sekretaris Jenderal MPR RI Ma'ruf Cahyono.
Ketua DPR RI ke-20 ini menuturkan, Presiden Jokowi mendukung dilakukan amandemen terbatas UUD NRI 1945 hanya untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dan tidak melebar ke persoalan lain. PPHN diperlukan sebagai bintang penunjuk arah pembangunan nasional.
"Presiden Jokowi menyerahkan sepenuhnya kepada MPR RI mengenai pembahasan amandemen UUD NRI 1945 untuk menghadirkan PPHN, karena merupakan domain dari MPR RI. Beliau berpesan agar pembahasan tidak melebar ke hal lain, seperti perubahan masa periodesasi presiden dan wakil presiden, karena Presiden Jokowi tidak setuju dengan itu," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini memaparkan, pasal 37 UUD NRI 1945 mengatur secara rigid mekanisme usul perubahan konstitusi. Perubahan tidak dapat dilakukan secara serta merta. Melainkan harus terlebih dahulu diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR atau paling sedikit 237 pengusul diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya, serta melalui beberapa tahapan sebagaimana diatur dalam Tata Tertib MPR.
"Dengan demikian, tidak terbuka peluang menyisipkan gagasan amandemen di luar materi PPHN yang sudah diagendakan. Semisal, penambahan masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode. Karena MPR RI juga tidak pernah membahas hal tersebut," terang Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, amandemen terbatas hanya akan ada penambahan dua ayat dalam amandemen UUD NRI 1945. Penambahan ayat di Pasal 3 dan Pasal 23 UUD NRI 1945.
"Penambahan satu ayat pada Pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan PPHN. Sementara penambahan satu ayat pada Pasal 23 mengatur kewenangan DPR menolak RUU APBN yang diajukan presiden apabila tidak sesuai PPHN. Selain itu, tidak ada penambahan lainnya dalam amandemen terbatas UUD NRI 1945," pungkas Bamsoet. (*)